Mohon tunggu...
Pairunn Adi
Pairunn Adi Mohon Tunggu... Administrasi - Penyuka fiksi

Seorang Kuli Bangunan yang sangat suka menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Balik Gerhana Matahari

1 September 2016   13:24 Diperbarui: 1 September 2016   13:30 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Gerhana matahari total berlangsung besok pagi. Fenomena alam yang jarang terjadi. Bumi, bulan, dan matahari berada dalam posisi segaris, membuat bulan menutupi matahari. Sejenak bumi akan gelap selayaknya malam hari. Benturan kekuatan gravitasi bumi dan bulan berpengaruh pada segarisnya matahari, akan membuat lubang jalan menuju dimensi lain.

Fenomena alam ini memicu mitos atau legenda. Seperti penganut 'ilmu hitam', sangat yakin bila pada saat tersebut akan membuka jalan ke dunia gaib. Raja Di Raja Kegelapan, 'iblis' akan mencari tumbal, dan siap menebarkan angkaranya di bumi.

Barang siapa yang memanggilnya, dengan upacara dan tumbal yang sudah ditetapkan, dan juga mantar-mantra pemanggilannya, Raja Di Raja Kegelapan pasti datang dan mengabulkan permintaan yang memanggilnya.

Kesempatan ini dimanfaatkan Tarjo sebaik mungkin. Ia yang mempelajari ilmu abadi 'rawa rontek' dan 'pancasona', akan melaksanakan upacara penyerahan tumbal tepat saat terjadinya gerhana matahari.

Ia dibantu muridnya, Adi, akan melaksanakan upacara ritual itu di puncak Gunung Arjuno. Tumbal seorang perjaka dan seorang perawan sudah disiapkan. Altar sesembahan dan segala sesuatunya sudah siap. Mereka hanya tinggal menunggu waktunya tiba.

"Jangan sampai ada yang tertinggal, Di," kata Tarjo sambil meneliti semua peralatan yang dibutuhkan.

"Semua sudah siap dan lengkap, Mbah."

"Bagus... tumbalnya jangan sampai lepas, besok pagi waktunya kita mendapat ilmu yang membuat kita tak bisa mati. Dengan ilmu itu, kita bisa menguasai dataran pulau jawa dengan mudah. Karena kita tak mungkin terkalahkan."

"Beres, Mbah... nanti malam akan saya atur agar besok pagi semua sudah siap."

Menjelang pagi, saat mentari masih engan menampakan diri, Tarjo memeriksa perlengkapan upacara.

Pukul 07.30 gerhana mulai terjadi. Tarjo dan Adi menjalankan ritual pemujaan dan pemanggilan Raja Kegelapan. Tumbal yang tersalip, diambil darahnya. Dua cawang darah segar perjaka dan perawan tersaji di atas altar.

Sementara itu, orang yang dijadikan tumbal, meronta kesakitan. Jeritannya menyayat hati. Darah masih mengucur dari luka tusuk di kaki mereka.

Ketika gerhana hampir sempurna, Tarjo memulai ritualnya. Mantra-pemanggil ia rapal bersama menyalanya dupa dan taburan bunga setaman. Darah perjaka dan perawan ia minum seteguk, dan sisanya ia jadikan dalam satu cawang.

Begitu darah tercampur, tiba-tiba angin kencang berhembus disekitar altar. Pepohonan terombang ambing seakan tidak menyetujui upacara tersebut.

Begitu gerhana sempurna, mantra-pemanggil semakin keras ia rapal. Suasana mencekam. Anging pun semakin kencang.

Dalam gelap, tampak langit seakan terbelah. Dari celah itu munculah Raja Kegelapan. Wajahnya sangat seram, bermata satu, tapi sangat besar pas diatas hidung yang panjang. Mulutnya lebar, gigi bertaring panjang menyilang dari atas dan bawah. Rambutnya panjang menyala seperti api.

Begitu Raja Kegelapan muncul, Tarjo dan Adi sujud menyembahnya.

"Hai..., manusia, apa yang kalian minta dengan memanggilku?" tanya Raja Kegelapan.

Sebelum Tarjo menjawab, tumbal lelaki berteriak.

"Hai...! Iblis! Kembalilah ke tempatmu!"

Tarjo dan Adi terkejut. Tak menyangka bila tumbal lelaki itu bisa melepaskan ikatannya. Dan Raja Kegelapan menatap Tarjo dan Adi dengan amarahnya.

"Kenapa kau permainkan Raja Kegelapan?"

"Ampun... Bukan maksud kami mempermainkan, Raja Kegelapan," jawab Tarjo terbata.

Sedang tumbal lelaki itu sudah menyiapkan senjata. Sebual cemeti yang terlilit tipis di celananya. Sangat tipis sehingga Tarjo dan Adi tak menyadari bila ada cemeti yang tersembunyi di celananya. Begitu ia membaca mantranya, cemeti itu berubah menjadi besar dan panjang. Ujunya mengeluarkan cahaya putih yang menyilaukan.

"Aaahhh... Cemeti itu..., Cemeti Sembilan Naga Langit. kenapa kamu memiliki cemeti itu?" teriak Raja Kegelapan.

"Kamu takut dengan cemeti ini? Kembalilah sebelum kuayunkan ke arahmu!"

Raja Kegelapan tak bisa melihat karena silau cahaya cemeti itu. Ia murka pada Tarjo dan Adi yang telah memanggilanya.

"Aku tak akan kembali dengan tangan kosong. Bila tumbal yang disediakan tak dapat kubawa, maka pemanggilku sebagai gantinya."

"Bawahlah pemujamu. Dan jangan menampakan diri lagi!"

Raja Kegelapan pergi dengan membawa kedua pemanggilnya. Jiwa Tarjo dan Adi sebagai penganti jiwa yang akan ditumbalkan.

Ketika gerhana mulai bergeser, perlahan mentari kembali memancarkan cahayanya. Tampak altar porak-poranda oleh kemurkaan Raja Kegelapan.

Sedangkan tumbal lelaki tadi ternyata murid seorang kyai sekaligus pendekar tertama dari lereng Gunung Arjuno.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun