"Ampun... Bukan maksud kami mempermainkan, Raja Kegelapan," jawab Tarjo terbata.
Sedang tumbal lelaki itu sudah menyiapkan senjata. Sebual cemeti yang terlilit tipis di celananya. Sangat tipis sehingga Tarjo dan Adi tak menyadari bila ada cemeti yang tersembunyi di celananya. Begitu ia membaca mantranya, cemeti itu berubah menjadi besar dan panjang. Ujunya mengeluarkan cahaya putih yang menyilaukan.
"Aaahhh... Cemeti itu..., Cemeti Sembilan Naga Langit. kenapa kamu memiliki cemeti itu?" teriak Raja Kegelapan.
"Kamu takut dengan cemeti ini? Kembalilah sebelum kuayunkan ke arahmu!"
Raja Kegelapan tak bisa melihat karena silau cahaya cemeti itu. Ia murka pada Tarjo dan Adi yang telah memanggilanya.
"Aku tak akan kembali dengan tangan kosong. Bila tumbal yang disediakan tak dapat kubawa, maka pemanggilku sebagai gantinya."
"Bawahlah pemujamu. Dan jangan menampakan diri lagi!"
Raja Kegelapan pergi dengan membawa kedua pemanggilnya. Jiwa Tarjo dan Adi sebagai penganti jiwa yang akan ditumbalkan.
Ketika gerhana mulai bergeser, perlahan mentari kembali memancarkan cahayanya. Tampak altar porak-poranda oleh kemurkaan Raja Kegelapan.
Sedangkan tumbal lelaki tadi ternyata murid seorang kyai sekaligus pendekar tertama dari lereng Gunung Arjuno.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H