Mohon tunggu...
pahrur fahika
pahrur fahika Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN Begawat 01

Saya adalah seseorang yang sedang mencoba keluar dari zona nyaman

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antar Materi Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik

26 Maret 2023   10:12 Diperbarui: 26 Maret 2023   10:18 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

KONEKSI ANTAR MATERI

MODUL 2.3 COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

Oleh: Pahruroji

SD Negeri Begawat 01

CGP Angkatan 7 Kabupaten Tegal

A. Kesimpulan Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya.Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation mendefinisikan coaching sebagai"...bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif"

Karena itu, pada prinsipnya seorang coach harus menjalin komunikasi yang baik dengan rekan coachee-nya, melaksanakan percakapan yang membangun dengan orientasi kepada masa depan sehingga pada akhirnya coachee mampu membuat rencana terkait solusi yang untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Seorang coach yang akan melaksanakan coaching, harus memiliki paradigma berpikir coaching diantaranya adalah:

1. Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan

Pada saat kita mengembangkan kompetensi rekan sejawat kita, kita memusatkan perhatian kita pada rekan yang kita kembangkan, bukan pada "situasi" yang dibawanya dalam percakapan. Fokus diletakkan pada topik apa pun yang dibawa oleh rekan tersebut, dapat membawa kemajuan pada mereka, sesuai keinginan mereka.

 2. Bersikap terbuka dan ingin tahu.

Kita perlu berpikiran terbuka terhadap pemikiran-pemikiran rekan sejawat yang kita kembangkan. Kita perlu selalu berpikir netral terhadap apapun yang dikatakan atau dilakukan rekan kita. Jika ada penghakiman atau asumsi yang muncul di pikiran kita atas jawaban rekan kita, maka kita mengubah pikiran tersebut dalam bentuk pertanyaan untuk mengonfirmasi penghakiman atau asumsi itu secara hati-hati.

3. Memiliki kesadaran diri yang kuat  
Kesadaran diri yang kuat membantu kita untuk bisa menangkap adanya perubahan yang terjadi selama pembicaraan dengan rekan sejawat. Kita perlu mampu menangkap adanya emosi/energi yang timbul dan mempengaruhi percakapan, baik dari dalam diri sendiri maupun dari rekan kita.

4. Mampu melihat peluang baru dan masa depan

Kita harus mampu melihat peluang perkembangan yang ada dan juga bisa membawa rekan kita melihat masa depan. Coaching mendorong seseorang untuk fokus pada masa depan, karena apapun situasinya saat ini, yang masih bisa diubah adalah
masa depan. Coaching juga mendorong seseorang untuk fokus pada solusi, bukan pada masalah, karena pada saat kita berfokus pada solusi, kita menjadi lebih bersemangat dibandingkan jika kita berfokus pada masalah.

Kompetensi inti yang harus dimiliki dan dilatih secara terus menerus oleh coach ada 3 yaitu kehadiran penuh/presence, mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot. Kehadiran penuh/presence adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee, atau di dalam coaching disebut sebagai coaching presence sehingga badan, pikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching. Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir
dan kompetensi lain saat kita melakukan percakapan coaching. Selain kehadiran penuh, seorang coach juga harus mendengarkan secara aktif. Seorang coach yang baik akan mendengarkan lebih banyak dan lebih sedikit berbicara. Dalam percakapan coaching, fokus dan pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni mitra bicara. Dalam hal ini, seorang coach harus dapat mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang ada di pikirannya termasuk penilaian terhadap coachee. Kompetensi yang juga harus dimiliki coach adalah mengajukan pertanyaan berbobot. Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi.

Sebuah alur percakapan coaching yang akan membantu peran coach dalam membuat alur percakapan coaching menjadi efektif dan bermakna yaitu alur TIRTA. Alur TIRTA yaitu Tujuan, Identifikasi, Rencana aksi dan TAnggung jawab.

Tujuan: menyepakati topik pembicaraan dan hasil pembicaraan.

Identifikasi: menggali dan memetakan situasi saat ini. Hubungkan fakta-fakta yang ada.

Rencana aksi: mengembangkan ide untuk alternatif rencana aksi/solusi.

TAnggung jawab: berkomitmen akan langkah selanjutnya.

Dengan memiliki paradigma berpikir coaching maka akan meningkatkan peran kita sebagai supervisor di sekolah dalam melaksanakan supervisi akademik. Supervisi akademik merupakan serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk memberikan dampak secara langsung pada guru dan kegiatan pembelajaran mereka di kelas. Beberapa prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi:

  • Kemitraan: proses kolaboratif antara supervisor dan guru
  • Konstruktif: bertujuan mengembangkan kopetensi individu
  • Terencana
  • Reflektif
  • Objektif: data/informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati
  • Berkesinambungan
  • Komprehensif: mencakup tujuan dari proses supervisi akademik

Pada umumnya pelaksanaan supervisi akademik didasarkan pada kebutuhan dan tujuan sekolah dan dilaksanakan dalam tiga tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan supervisi, dan tindak lanjut. Pada tahap perencanaan, supervisor merumuskan tujuan,

melihat pada kebutuhan pengembangan guru, memilih pendekatan, teknik, dan model, menetapkan jadwal, dan mempersiapkan ragam instrumen.

B. Peran Saya sebagai Coach di Sekolah dan Keterkaitan Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akdemik dengan Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi dan Modul 2.3 Pembelajaran Sosial dan Emosional 

Peran saya sebagai coach di sekolah yaitu membantu membantu murid menemukan kekuatan dan kelemahan mereka sendiri, serta membantu mereka dalam menetapkan tujuan yang realistis dan merencanakan strategi untuk mencapainya. Saya sebagai coach harus memberikan tuntunan dan arahan agar murid (coachee) tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya melalui pertanyaaan pertanyaan efektif dalam suatu komunikasi asertif.

Materi coaching ini berkaitan erat dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional.

Kaitan dengan Pembelajaran Berdiferensiasi.

Dalam materi pembelajaran berdiferensiasi, kita sebagai guru diminta untuk melakukan penyesuaian agar dapat mengakomodasi seluruh kebutuhan murid-murid kita. Guru harus dapat memetakan kebutuhan belajar muridnya berdasarkan aspek kesiapan, minat dan profil belajar murid. Langkah untuk memetakan kebutuhan murid tersebut, guru bisa berperan sebagai coach untuk melakukan proses coaching dengan murid sebagai coachee. Hal tersebut mampu mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri murid sehingga akan menemukan cara terbaik dalam memenuhi kebutuhan individu murid.

Kaitan dengan Pembelajaran Sosial dan Emosional

Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi, menetapkan dan mencapai tujuan positif, merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain, membangun dan mempertahankan hubungan yang positif serta membuat keputusan yang bertanggung jawab. Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) yang harus dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah untuk menumbukan kompetensi tentang kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab pada diri siswa. Proses coaching sejalan dengan PSE karena kompetensi sosial emosional tersebut dapat diterapkan oleh guru dalam proses coaching.

C. Keterkaitan Keterampilan Coaching dengan Pengembangan Kompetensi Sebagai Pemimpin Pembelajaran.

Coaching merupakan salah satu proses yang dilakukan untuk dapat menggali dan meningkatkan potensi dan memberdayakan kemampuan guru. Proses coaching melalui supervisi akademik juga dapat memastikan bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan dapat berpihak kepada murid, sehingga coaching juga dapat menjadi salah satu proses perbaikan diri kita sebagai seorang pendidik. Jika keterampilan coaching sudah meningkat maka pengembangan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran akan meningkat pula. Percakapan-percakapan coaching membantu para guru berpikir lebih dalam (metakognisi) dalam menggali potensi yang ada dalam diri dan komunitas sekolahnya sekaligus menghadirkan motivasi internal sebagai individu pembelajar yang berkelanjutan yang akan diwujudnyatakan dalam buah pikir dan aksi nyata demi tercapainya kualitas pembelajaran yang berpihak pada murid.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun