Mohon tunggu...
Muhamad Reza Pahlefi
Muhamad Reza Pahlefi Mohon Tunggu... Freelancer - UIN KH ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN

Ingin Menjadi Manusia yang bermanfaat untuk manusia lainya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori Kritis dalam Konsep Teori Komunikasi

20 Desember 2024   21:13 Diperbarui: 20 Desember 2024   21:20 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input Keterangan & https://kuliahdimana.id/index.php/news/read/839/Mahasiswa-Ilmu-Komunikasi-Ini-5-Teori-Komunikasi-Paling-Populer-Yang-Mesti-Kamu-Kua

PENDAHULUAN

Teori kritis dalam komunikasi merupakan suatu pendekatan yang mengeksplorasi hubungan antara komunikasi, kekuasaan dan ideologi. Dalam konteks ini, teori kritis berupaya mengungkap struktur sosial yang mendasari praktik komunikasi dan bagaimana praktik tersebut dapat mempengaruhi masyarakat. Dengan berfokus pada isu-isu seperti dominasi, penindasan, dan perjuangan untuk kebebasan, teori ini memberikan kerangka kerja untuk menganalisis bagaimana pesan dikonstruksi dan diterima, serta implikasinya terhadap individu dan kelompok.

Di era globalisasi dan kemajuan teknologi informasi, peran komunikasi semakin kompleks. Teori kritis menawarkan perspektif penting untuk memahami bagaimana media dan komunikasi massa berkontribusi pada pembentukan opini publik dan representasi sosial. Dengan demikian, kajian ini tidak hanya relevan dalam konteks akademis, namun juga mempunyai dampak praktis dalam upaya memberdayakan masyarakat untuk berpikir kritis terhadap informasi yang diterimanya, serta meningkatkan kesadaran terhadap kekuatan-kekuatan yang beroperasi dalam komunikasi sehari-hari.

PEMBAHASAN 

Pengertian Teori Kritis

Teori Kritis menurut Jurgen Habermas merupakan metodologi yang berupaya menembus realitas sosial untuk menemukan kondisi transendental yang melampaui data empiris. Teori ini tidak dianggap sebagai teori ilmiah dalam pengertian tradisional, melainkan sebagai kritik ideologis yang berupaya mempelajari dan memahami struktur sosial, sistem kekuasaan, dan fenomena kehidupan sosial dengan tujuan mendorong perubahan yang lebih egaliter.

Ciri-ciri Teori Kritis antara lain:

1. Kritik terhadap Masyarakat. Teori ini kritis terhadap struktur sosial dan hubungan kekuasaan yang ada dalam masyarakat.

2. Pendekatan Historis. Teori Kritis tidak menutup diri dan selalu mempertimbangkan konteks historis dari fenomena yang diteliti.

3. Integrasi Teori dan Praktek. Teori ini tidak memisahkan teori dan praktek, namun mencoba menghubungkan keduanya dalam analisis sosial.

Habermas menambahkan konsep komunikasi pada Teori Kritis yang dianggapnya dapat menyelesaikan hambatan-hambatan yang ada pada teori-teori sebelumnya. Ia membedakan antara tindakan instrumental (kerja) dan tindakan saling pengertian (komunikasi), dimana komunikasi dianggap sebagai cara untuk mencapai saling pengertian dan interaksi yang lebih baik dalam masyarakat.

Sejarah Teori Kritis

Sejarah Teori Kritis bermula dari pemikiran para filosof dan sosiolog yang tergabung dalam Mazhab Frankfurt yang didirikan pada awal abad ke-20 di Jerman. Aliran pemikiran ini berfokus pada analisis kritis terhadap masyarakat modern, khususnya dalam konteks kapitalisme, budaya, dan kekuasaan. Berikut beberapa poin penting dalam sejarah Teori Kritis:

Latar Belakang Awal:

 Mazhab Frankfurt didirikan pada tahun 1923 di Institut Penelitian Sosial di Frankfurt, Jerman. Para pendirinya, termasuk Max Horkheimer, Theodor Adorno, dan Herbert Marcuse, berusaha mengembangkan pendekatan interdisipliner yang menggabungkan filsafat, sosiologi, psikologi, dan teori budaya. Mereka dipengaruhi oleh pemikiran Karl Marx, Sigmund Freud, dan Hegel, serta kritik terhadap positivisme yang dominan saat itu.

Kritik terhadap Positivisme: Teori Kritis muncul sebagai reaksi terhadap positivisme yang dianggap terlalu menekankan metode ilmiah dan objektivitas, serta mengabaikan dimensi sosial dan sejarah pengetahuan. Horkheimer, dalam esainya "The Tradition and Function of Critical Theory," menekankan pentingnya memahami konteks sosial dan sejarah dalam analisis ilmiah.

Perang Dunia II dan Pengasingan: Banyak anggota Mazhab Frankfurt, termasuk Horkheimer dan Adorno, melarikan diri dari Nazi Jerman dan menghabiskan waktu di Amerika Serikat. Pada periode ini, mereka mengembangkan pemikirannya lebih jauh, termasuk kritik terhadap budaya massa dan industri budaya yang dipandang sebagai alat untuk mempertahankan status quo.

Karya Jurgen Habermas: Salah satu tokoh yang paling berpengaruh dalam perkembangan Teori Kritis adalah Jurgen Habermas yang muncul sebagai generasi kedua Mazhab Frankfurt. Dalam karyanya "Theory of Communicative Action", Habermas memperkenalkan konsep tindakan komunikatif dan menekankan pentingnya komunikasi dalam membangun pemahaman dan konsensus dalam masyarakat. Ia juga mengkritik modernitas dan masyarakat kapitalis, dan menyoroti perlunya demokrasi deliberatif.

Perkembangan Kontemporer: Sejak saat itu, Teori Kritis telah berkembang dan diadaptasi oleh berbagai pemikir dan gerakan sosial di seluruh dunia. Teori ini terus berfungsi sebagai alat untuk menganalisis dan mengkritik struktur kekuasaan, ketidakadilan sosial, dan dominasi budaya dalam konteks global yang semakin kompleks.

Secara keseluruhan, sejarah Teori Kritis mencerminkan upaya untuk memahami dan mengubah masyarakat melalui analisis kritis terhadap struktur dan kekuasaan sosial, serta penekanan pada pentingnya komunikasi dan interaksi dalam mencapai perubahan sosial yang lebih baik.

Teori Kritis dalam Paradigma Komunikasi 

Teori Kritis dalam Paradigma Komunikasi yang dikembangkan oleh Jurgen Habermas merupakan suatu pendekatan yang berupaya memahami dan mengkritisi struktur sosial dan dinamika komunikasi dalam masyarakat modern. Berikut beberapa poin penting mengenai teori kritis dalam paradigma komunikasi:

Latar Belakang Teori Kritis. Teori Kritis muncul sebagai respon terhadap kondisi sosial dan politik masyarakat modern, khususnya dalam konteks kapitalisme dan modernitas. Habermas, sebagai bagian dari generasi kedua pemikir Mazhab Frankfurt, berupaya mengembangkan pemikiran yang tidak hanya menganalisis fenomena sosial, namun juga mendorong perubahan sosial yang lebih adil dan egaliter. Ia berpendapat bahwa banyak teori sosial sebelumnya yang gagal memahami kompleksitas interaksi manusia dan sering terjebak dalam pendekatan determinasi.

Konsep Tindakan Komunikatif. Habermas memperkenalkan konsep "tindakan komunikatif" sebagai inti interaksi sosial. Tindakan komunikatif adalah suatu proses di mana individu berusaha mencapai saling pengertian melalui dialog. Dalam konteks ini, komunikasi bukan sekedar pertukaran informasi, namun juga proses dimana individu saling memahami dan membangun konsensus. Habermas membedakan antara:

Tindakan Instrumental adalah tindakan yang berorientasi pada pencapaian tujuan tertentu, sering kali bersifat egois dan kompetitif.

Tindakan Komunikatif adalah tindakan yang berfokus pada saling pengertian dan kolaborasi, di mana tujuan utamanya adalah mencapai kesepakatan dan pemahaman bersama.

Kritik terhadap Modernitas dan Ideologi. Habermas mengkritisi modernitas yang sering mengabaikan aspek kemanusiaan dalam proses sosial. Ia berpendapat bahwa banyak struktur sosial dan ideologi yang ada saat ini berfungsi untuk mempertahankan kekuasaan dan ketidakadilan. Teori Kritis berupaya mengungkap dan mengatasi ideologi yang menyesatkan, serta mendorong individu untuk berpikir kritis terhadap kondisi sosialnya. Dengan demikian, teori ini berfungsi sebagai alat untuk membebaskan individu dari belenggu ideologi yang bersifat restriktif..

Ruang Publik dan Demokrasi. Habermas menekankan pentingnya ruang publik sebagai arena dimana individu dapat berdiskusi dan berdebat secara bebas. Di ruang publik ini, komunikasi yang terbuka dan jujur sangat penting untuk menciptakan demokrasi yang sehat. Ia berpendapat, partisipasi aktif dalam diskusi publik dapat mengarah pada terbentuknya opini publik yang lebih baik dan representatif. Dengan demikian, teori ini mempunyai implikasi besar terhadap praktik demokrasi dan partisipasi sosial.

Implikasi dalam Komunikasi Lintas Budaya. Teori Kritis juga relevan dalam konteks komunikasi lintas budaya. Habermas berpendapat bahwa dengan menerapkan prinsip komunikasi yang adil, individu dari berbagai latar belakang budaya dapat berinteraksi dengan lebih baik. Hal ini menciptakan peluang dialog yang konstruktif, dimana perbedaan dapat dihormati dan dipahami, dan bukannya menjadi sumber konflik. Dalam konteks ini, komunikasi menjadi alat untuk membangun toleransi dan saling pengertian antar berbagai kelompok.

Metodologi dan Pendekatan Penelitian. Dalam pendekatannya, Habermas menekankan bahwa Teori Kritis bukan sekadar teori ilmiah yang obyektif, melainkan metodologi yang memadukan analisis filosofis dan sosiologis. Hal ini mencakup pemahaman historis dan kritik terhadap praktik sosial yang ada, serta upaya untuk mengubah kondisi yang tidak adil. Dengan demikian, penelitian dalam kerangka Teori Kritis bertujuan tidak hanya untuk memahami realitas, tetapi juga untuk mengubahnya.

Teori Kritis dalam Paradigma Komunikasi oleh Jurgen Habermas menawarkan kerangka kerja yang kuat untuk memahami interaksi sosial dan komunikasi dalam konteks modern. Dengan menekankan pentingnya dialog, pemahaman, dan kritik terhadap struktur sosial yang ada, teori ini berfungsi sebagai alat untuk mendorong perubahan sosial yang lebih adil dan demokratis.

KESIMPULAN 

Pemikiran Jurgen Habermas mengenai Teori Kritis dalam Paradigma Komunikasi yang menekankan pentingnya dialog terbuka dan saling pengertian dalam interaksi sosial. Habermas mengembangkan konsep "tindakan komunikatif" yang menitikberatkan pada pencapaian konsensus melalui komunikasi yang bebas dari manipulasi dan kekuasaan. 

Dengan menekankan peran ruang publik sebagai arena diskusi, ia menunjukkan bahwa partisipasi aktif dalam komunikasi publik merupakan kunci untuk menciptakan masyarakat yang demokratis dan inklusif. Implikasi dari teori ini sangat relevan dalam konteks komunikasi lintas budaya, dimana prinsip komunikasi yang adil dapat membantu membangun toleransi dan saling pengertian antar berbagai kelompok. Dengan demikian, Teori Kritis tidak hanya berfungsi sebagai alat analisis sosial, namun juga sebagai panduan praktis untuk menciptakan masyarakat yang lebih egaliter dan demokratis, sehingga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kajian komunikasi dan sosiologi di era modern ini.

DAFTAR PUSTAKA 

Adorno, T. W., & Horkheimer, M. (1997). The Culture Industry: Enlightenment as Mass Deception. Dalam Dialectic of Enlightenment (terj. John Cumming). New York: Verso.

Habermas, J. (2023). Teori Kritis dalam Paradigma Komunikasi. Manthiq: Jurnal Filsafat Agama dan Pemikiran Islam, 1(1).

Hardiman, F. B. (2018). Demokrasi Deliberatif: Menimbang 'Negara Hukum' dan 'Ruang Publik' dalam Teori Diskursus Jurgen Habermas. Yogyakarta: Kanisius.

Mustofa, C. (2008, November 15). Teori Kritis Madzhab Frankfrut. Materi disampaikan dalam Diklat Penalaran Dasar Unit Kegiatan Pengembangan Intelektual (UKPI) IAIN Sunan Ampel, Auditorium Fakultas Syariah.

Nuris, A. (2016). Tindakan Komunikatif: Sekilas Tentang Pemikiran Jurgen Habermas. Jurnal al-Balagh, 1(1).

Specter, M. (2011). Habermas: an Intellectual Biography. New York: Cambridge University Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun