Mohon tunggu...
sudahsore.com
sudahsore.com Mohon Tunggu... Lainnya - Coram Deo

pembayar pajak, rakyat biasa...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Aplikasi untuk Pelayanan Publik, Kenapa Payah ya?

11 Mei 2022   11:16 Diperbarui: 11 Mei 2022   11:23 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, ukuran kinerja untuk pengadaan aplikasi. Seharusnya bukan hanya aplikasi hadir dan berjalan. Sejatinya penggunaan aplikasi untuk mendorong proses yagn lebih cepat, terbuka dan murah. Jadi ukuran suksesnya aplikasi adalah berapa yang menggunakan dibandingkan dengan potensi pengguna. 

Bila jumlah kendaraan 4 juta, jumlah bidang tanah 25 juta, maka kinerja aplikasi ditetapkan sebagai persentase pengguna aplikasi Signal dan Sentuh Tanahku dibandingkan dengan jumlah kendaraan dan jumlah bidang tanah. Bila penggunaan sudah diatas 75% maka digitalisasi benar berjalan efektif. Bukan jumlah yang mengunduh aplikasi.

Kedua, digitalisasi oleh instansi pemerintah dilakukan melalui proses pengadaan barang dan jasa biasa. Tidak ada pengecualian. Padahal jasa untuk pembangunan sistem informasi, digitalisasi proses bahkan hingga aplikasi relatif unik. Teknologi berkembang cepat demikian juga SDM pelaksananya. 

Padahal pengadaan harus sangat rigid, ketat dan detail. Dengan demikian hampir tidak ada ruang untuk fleksibilitas atau modifikasi ketika pelaksanaan. Dengan perubahan teknologi, bisa jadi aplikasi yang dibangun segera menjadi kuno.

Ketiga, ketika start-up companies dapat memobilisasi tenaga pemagang-intership baik mahasiswa maupun sarjana untuk pembangunan,pemeliharaan dan perbaikan sistem, lembaga pemerintah tidak punya mekanisme ini. Jadi pengadaan harus memilih perusahaan dengan daftar SDM yang diusulkan. Demikian juga harga jasa yang harus dikompetisikan antar vendor. 

Padahal seperti hukum alam, ada harga ada rupa. Tenaga yang berkualitas biasanya mahal harganya. Jadi tidak mungkin mendapat tenaga IT yang super dengan harga yang murah.

Terakhir, pejabat pemerintah yang mengurus digitalisasi tentu sudah senior, Mereka pasti tidak lahir di alam digital. Jadi jarang menggunakan aplikasi sehari hari. Tentu pola pikir digitalpun belum ada. Ini yang membuat aplikasi tidak pernah diuji sendiri dan diidentifikasi kekurangannya, apalagi dibandingkan dengan aplikasi komersial lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun