Mohon tunggu...
Saprudin Padlil Syah
Saprudin Padlil Syah Mohon Tunggu... profesional -

Visit me on padlilsyah.wordpress.com I www.facebook.com/Padlil I\r\n@PadlilSyah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengingat Kelahiran Rosulullah Saw Haram?

4 Januari 2015   06:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:51 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menurut mayoritas sejarawan, pada bulan Robiul Awwal, Rosulullah Saw, lahir untuk tugas mulia; menyempurnakan Akhlak manusia dan memperbaiki peradaban umat manusia. Momentum kelahirannya tentu bukan hal yang sepele. Momentum kelahirannya adalah momentum yang sangat layak diingat, diingat-ingat dan diperingati. Bukan hanya oleh orang Islam, namun oleh seluruh umat manusia. Namun begitu, kemuliaan beliau tetap tidak surut dari rongrongan bahkan ada yang mempermasalahkan diingat-ingat atau diperingatinya kelahiran beliau. Di saat yang bersamaan, mereka mengingat-ingat kelahiran dirinya, anaknya, bahkan tokoh idolanya. Salah satu kelompok yang tidak mau dan tidak suka kelahiran Rosulullah Saw dan sejarahnya diingat-ingat adalah kaum muslim sendiri.

Pembahasan kali ini saya mulai dari diksi bahasa yang sering digunakan. Khawatirnya, karena berbeda memahami diksi sebuah kata, justru mengaburkan dari esensi pemahaman sebuah pembahasan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Memperingati artinya mengingat, mengenang, memuliakan, merayakan”. Sedangkan Maulid, Milad, Maulud (b. Arab) artinya Kelahiran. Memperingati maulid Nabi sama artinya dengan mengingat (mengingat-ingat) kelahiran Nabi (Muhammad Saw). Dalam tulisan ini, saya akan menggunakan istilah dalam bahasa Indonesia; Mengingat Kelahiran Rosulullah, Saw.

A. Menelaah Dasar Pengharaman Mengingat Kelahiran Rosulullah

Dalih kelompok yang tidak mau mengingat dan mengenang kelahiran dan sejarah Rosulullah Saw adalah bahwasannya perbuatan itu adalah haram. Karena perbuatan itu teremasuk bid’ah.

Salah satu dasar yang digunakan bahwa mengingat dan mengenang kelahiran Rosulullah Saw adalah haram adalah kaidah ushul fiqh “Asal dari setiap perkara adalah haram”.

Hemat saya, mereka mungkin lupa kaidah ushul fiqh tersebut belum selesai, adapun lengkapnya begini: “Asal dari setiap perkara adalah haram, kecuali ada dalil (dasar) yang menghalalkannya”. Pertanyaannya lalu apa dalil yang menghalalkannya? Saya akan urai pada bahasan “Dasar Mengingat Kelahiran Rosulullah”.

Dasar berikutnya adalah bahwa mengingat kelahiran Rosulullah adalah bid’ah, yang tidak ada di jaman Rosul. Untuk mereka, semua bid’ah adalah sayyi’ah. Lalu mereka mempertanyakan, adakah bid’ah hasanah?

Hemat saya, mari kita sedikit mengingat dan mengingat-ingat sejarah Islam setelah wafatnya Rosulullah, Saw.

Pertama, Sepeninggal Rosulullah, secara aklamasi Abu Bakar didaulat sebagai pengganti Rosulullah (Kholifatur Rosul). Dalam masanya banyak para penghafal Qur’an (khuffad) yang meninggal. Umar bin Khattob memandang keadaan ini (banyak wafatnya khuffad) akan berakibat buruk untuk umat di masa depan. Karena dasar ini, Umar bin Khattob mengusulkan kepada Abu Bakar untuk membukukan Qur’an (membuat sebuah mushaf). Abu Bakar tentu menolaknya, karena menurut Abu Bakar ini adalah perbuatan bid’ah, yang tidak pernah ada pada jaman Rosul. Namun akhirnya Abu Bakar pun menyetujuinya. Setelah itu, mereka berdua datang kepada Zaid bin Tsabit utuk meminta bantuan dalam proses penulisan dan penyusunan mushaf yang pertama kali tersebut. Awalnya, Zaid pun sama menolak dengan alasan itu tidak pernah ada contoh di jaman rosul (bid’ah). Namun akhirnya setelah faham dasar Umar, untuk kemaslahat umat maka Zaid pun setuju. Ingat perbuatan yang mereka lakukan adalah ibadah dan tidak ada di jaman Rosul.

Kedua, Rosulullah Saw, hanya memperbolehkan sahabat menuliskan ayat-ayat Qur’an pada saat beliau masih hidup. Rosulullah melarang para sahabat menuliskan hadits. Kaidah ushul fiqh “Asal dari kata larangan adalah keharaman”. Maknanya haram menulis kata-kata yang keluar dari lidahnya selain Qur’an; Hadits.

Namun pada masa pemerintahan Umayyah, Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) mengintruksikan untuk dimulainya penghimpunan dan penyeleksian hadits-hadits nabi. Perintah ini dilakukan karena pada masa itu, sudah banyak sekali hadits-hadits palsu bertebaran. Yang diberi tugas oleh Umar adalah Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaidillah bin Abdullah bin Syihab Az-Zuhri (Az-Zuhri). Dari mulai saat ini, lahir juga Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Diroyah.

Banyaknya berguguran para penghafal hadits dan banyaknya hadits-hadits palsu bisa mengakibatkan salahnya umat memahami Islam. Perintah ini bukan hanya tidak berdasar pada contoh nabi, bahkan melanggar larangan Rosul. Dan apakah perbuatan ini hanya disebut mua’malah? Tidak. Perbuatan ini adalah ibadah yang tidak ada di jaman rosulnya.
Kedua perbuatan itu adalah ibadah. Dan keduanya disebut bid’ah hasanah.

Rosulullah Saw, bersabda, “Barang siapa yang memulai membuat (contoh) kebaikan dalam Islam maka ia mendapat pahalanya dan pahala pelakunya, tanpa dikurangi dari pahala mereka sedikitpun. Dan siapa yang memulai membuat (contoh) keburukan dalam Islam maka baginya dosanya dan dosa pelakunya, tanpa dikurangi sedikitpun. (Hr. Muslim).

B. Dasar Mengingat Kelahiran Rosulullah

Tentu siapapun akan bertanya-tanya kenapa haram mengingat kelahiran Rosulullah? Jangan-jangan haram juga mengingat sejarah Rosulullah. Bagi umat yang mencintai Rosulullah, akan merasa aneh terhadap orang yang mengharamkan mengingat kelahiran, wafat, bahkan sejarah Rosullullah. Dan patut dipertanyakan motivnya. Bukankah wajar bagi pencinta, akan mengingat selalu yang dicintanya?

Bahkan para pecinta Rosulullah bukan hanya mengingat kelahirannya saja, namun mempelajari sejarah kehidupanya dari silsilah, ibadahnya, muamalahnya, baik sebagai seorang pribadi, suami, negarawan, dan semuanya yang menyangkut dirinya. Bukan itu saja, para pecintanya Rosulullah juga mempelajari sejarah para sahabatnya, di saat Rosulullah masih hidup dan di setelah wafatnya. Begitulah para pecinta, akan selalu mengingatnya dan mempelajarinya, agar mereka bisa mengikuti apa yang telah dilakukan kekasihnya.

Seandainya ada yang menjawab, bukan mengingatnya yang diharamkan tapi ritualnya. Hemat saya, mengingat (mengenang) kelahiran rosul bukanlah sebuah ritual ibadah. Apalagi ibadah baru. Tidak ada sama sekali bentuk ritualnya. Kalau kita sebut ibadah Sholat, maka kita faham bahwa ritual sholat adalah dari takbir sampai salam. Kalau disebut ibadah shaum, maka kita faham bahwa ritualnya adalah menahan dari yang membatalkan dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Sedangkan mengingat (mengenang) kelahiran rosul tidak ada ritualnya.

Yang ada adalah untuk mengingat (mengenang) kelahiran Rosul umat islam mengisinya dengan berdzikir, saling menasehati, bershodaqoh, bersilaturohim, bersholawat, dan ibadah-ibadah yang lain.

Pertanyaan apakah perbuatan-perbuatan itu haram? Tentu tidak, karena perintah berdizikir, bershodaqoh, bersilaturhaim, bersholawat, dan saling menasehati adalah perintah ibadah yang tidak dibatasi waktu, tempat dan jumlah.

- Berdzikir

“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, sebanyak-banyaknya. Dan bertasbishlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang” (al-ahzab: 41-42).
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring." (an-Nisa: 103)
Ayat-ayat lainnya: al-baqorah: 152, al-jumu’ah: 10, al-baqoroh:200-202, alu-Imron: 191, az-zumar: 23.

Ayat-ayat ini sangat jelas, tegas tentang perintah berdzikir, tidak ada batasan kapan dan dimana. Ayat ini bersifat umum (am). Berdizikir pada bulan robiul awal, rajab, muharam atau saat mengenang kelahiran dan sejarah Rosulloh bisa haram kalau ada dalil yang mengkecualikan dari dalil umum perintah berdzikir tadi. Sepengetahuan saya, tidak ada.

- Majlis Dzikir

“Dan bersabahlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan berharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengaharapkan perhiasan dunia ini: dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya kami lalaikan dari mengingat kami, serta menuruti hawa nafsunya dan keadaanya itu melewati batas “(Al-Kahfi: 28).

Menurut imam At-Thabari dan Ibn Katsir makna ayat ini adalah perintah Allah kepada Rosul agar menenangkan dirinya untuk duduk berdizikri kaersama para sahabat.

Dari Abi Hurairah dan dari Abu Said Al-Khudri ra, berkata, “Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah berkumpul suatu kaum sambil berdzikir kepada Allah, melainkan mereka akan diliputi oleh para malaikat dan Allah akan memberikan rahmatNya kepada mereka, memberikan ketenangan hati dan memujinya di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya.” (HR Imam Muslim).

Dalam mengingat (mengenang) kelahiran Rosulullah Saw, selain dilakukan secara individu juga dilakukan secara berjamaah di sebuah tempat (majlis). Yang dilakukannya adalah berdzikir (mengingat dan menyebut) Allah, juga mendengar dan memahami ayat-ayat Allah.

- Saling Menasehati

Dalam surat Al-Ashr dijelaskan bahwa orang yang tidak akan rugi adalah orang yang beriman, beramal soleh dan saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

Ketika mengingat kelahiran Rosulullah Saw, umumnya ada seorang Alim yang didaulat untuk menyampaikan ilmu agama dan menyampaikan sejarah Rosul. Tujuannya sangat jelas adalah Amrun Bil Ma’Ruf dan Nahhyun ‘Anil Munkar.
“Serulah ke jalan Tuhan-mu dengan hikmah, pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (An-Nahl: 125).

Dalam berdakwah (mengajak kepada kebenaran) juga tidak batasan baik waktu maupun tempat. Termasuk saat di bulan kehaliran Rosulullah. Justru kapanpun dimanapun ajakan kepada Allah harus ada. Namun, ayat ini mengingatkan kepada kita tata cara berdakwah. Momentum mengingat kelahiran Rosulullah adalah kesempat dan salah satu cara untuk melakukannya. Kecuali ada dalil khusus yang membantahnya.

- Shodaqoh, Shalawat dan Silaturohim

Banyak dalil yang menjelaskan tentang bershodaqoh, bersholawat kepada Rosulullah Saw dan perintah agar kita menyambungkan tali silaturohim. Dari semua dalilnya tidak ada yang membatasi ibadah-ibadah tersebut. Maka selama tidak ada dalil yang membatasi (mengkecualikannya) dari waktu, tempat, cara dan jumlahnya maka ibadah itu boleh dilakukan dimanapun dan kapanpun.

- Syiar

Saat diantara kita fanatik (baik positif maupun negatif) atas syiar dari agama lain. Kenapa kita malah diam dan menghalang-halangi untuk menjadikan setiap momentum sebagai syiar Islam. Generasi Islam bukan hanya kita yang berada di lingkungan baik, namun banyak diantara kita yang berada di lingkungan kurang beruntung; yang tidak pernah mendengar nasihat, malas sholat, tidak pernah sholat, tidak bisa bersholawat, dan sebagainya.  Syiar Islam tidak hanya untuk luar islam, tapi juga untuk umat Islam.

Saat ini, syiar Islam tidak hanya saat mengingat kelahiran Rosulullah, tapi saat mengingat Hijrah Rosulullah, saat mengingat isro dan mi’raj, ada Musabaqoh Tilawatil Qur’an, Musabaqoh Hifdzil Quran, Musabaqoh Bahtsul Kutub, dan syiar-syiar yang lainnya yang tidak ada di jaman Rosulullah. Itu semua bukan ritual ibadah. Tapi kegiatannya diisi dengan ibadah.

Allahu ‘Alamu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun