Dan...
Dhanapati terkesiap.
Dia sama sekali tak bersiap- siap untuk menemukan pemandangan semacam itu. Terperanjat, dia berhenti melangkah. Dadanya berdebar, dan tubuhnya terasa menghangat.
Di sana, di hadapannya, Kaleena sedang mandi di danau berair bening itu. Bajunya ditumpuk di atas bebatuan tak jauh dari tempatnya mandi. Tak menyadari bahwa Dhanapati ada di sekitar situ, Kaleena dengan asyik membasuh dan membersihkan badannya yang polos tanpa selembar benangpun menempel disana.
Dhanapati mematung hampir tak berkedip. Nafasnya memburu.
Karena terkena air, ramuan dari dedaunan, batang dan ranting pohon yang dibalurkan ke tubuh Kaleena agar dia tampak seperti para perempuan di Jawadwipa luntur. Dan kulit aslinya tampak. Kulit kekuningan yang halus. Dhanapati tahu itu halus, sebab dia pernah menyentuhnya.
Nafas Dhanapati makin memburu. Dadanya terasa sesak...
***
Kiran melangkah menembus hutan. Sang Surya baru saja muncul. Dia menggendong sesosok perempuan tua, Mohiyang Kalakuthana.
Dini hari tadi, Kiran terlibat pertempuran sengit melawan Rakyan Wanengpati dan Durgandini. Ketika diketemukannya hampir tengah malam kemarin, kedua orang itu sedang berjalan di belakang Mohiyang Kalakuthana. Kiran mengamati mereka dan mendengar apa yang dikatakan Rakyan Wanengpati pada Mohiyang, dia segera tahu bahwa ada yang tidak beres.
Mohiyang tidak bertindak berdasarkan akalnya sendiri. Dia dalam kendali Rakyan Wanengpati yang jelas sekali memerintahkannya untuk menunjukkan jalan ke pondok dimana Kiran berada.