Mohon tunggu...
Padepokan Rumahkayu
Padepokan Rumahkayu Mohon Tunggu... -

Padepokan rumahkayu adalah nama blog yang dikelola oleh dua blogger yang suka bereksperimen dalam menulis, yakni Suka Ngeblog dan Daun Ilalang. 'Darah di Wilwatikta' ditulis bergantian oleh keduanya dengan hanya mengandalkan 'feeling' karena masing- masing hanya tahu garis besar cerita sementara detilnya dibuat sendiri-sendiri. \r\nTulisan- tulisan lain hasil kolaborasi kedua blogger ini juga dapat ditemukan di kompasiana.com/rumahkayu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Darah di Wilwatikta Eps 49: Semak Merah Darah

2 Juni 2012   04:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:29 3584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13386090291036873107

RAKYAN Wanengpati mengusap serulingnya dengan hati- hati. Diamatinya sejenak seruling yang baru saja ditiupnya itu, lalu diselipkannya ke ikat pinggang yang terbuat dari kain.

Durgadhini yang berjalan disampingnya memperhatikan Rakyan Wanengpati.

“ Untuk apa kau tiup seruling itu? “ tanya Durgadhini padanya, “ Kurasa hanya ada dua perempuan lain selain aku di sekitar sini, yang satu nenek- nenek, yang satu gadis cantik, tapi aku yakin kau tak akan dapat melakukan hal yang biasa kau lakukan pada salah satu dari mereka. “

Rakyan Wanengpati menyeringai lebar.

“ Ah, “ katanya, “ Sekali- sekali ilmu Buluh Perindu Penggoda Sukma ini bisa juga digunakan untuk tujuan lain selain untuk memetik bunga- bunga segar, “ katanya tertawa.

Durgadhini tak menjawab. Rakyan Wanengpati mata keranjang. Julukannya Dewa Pemetik Bunga. Dia tak pernah melewatkan kesempatan untuk menggoda gadis- gadis yang diumpamakannya sebagai bunga segar. Bukan hanya menggoda, dia juga tak segan untuk menggunakan akal jahat memakai bubuk Paraga Gayuh Tresna yang sebenarnya tak lagi boleh dibuat apalagi digunakan untuk merebut kesucian para gadis tak beruntung yang kebetulan berpapasan dengannya.

“ Maksudmu? “ tanya Durgadhini, dan sebelum Rakyan Wanengpati menjawab, telah disusulnya kalimat itu dalam nada datar yang agak dingin, “ Kuperingatkan kau, jangan main- main. Kita sudah pernah gagal sekali, dan Ketua Muda tak akan mengampuni kita jika kita gagal untuk kedua kalinya buat membawa Kiran kehadapannya dengan utuh. “

Durgadhini menekankan kata utuh dalam kalimatnya.

Rakyan Wanengpati menyeringai lagi.

“ Aku mengerti, “ jawab Rakyan Wanengpati, “ Dan karena itulah kugunakan ilmu Buluh Perindu Menggoda Sukma ini untuk membantu kita. Ilmu Buluh Perindu Menggoda Sukma ini bisa membuat pendengarnya mengantuk, atau menurut pada kita, sehingga kita tak akan kesulitan memenuhi perintah Ketua Muda. Mohiyang Kalakuthana aku rasa tak akan menyulitkan. Kita membawa surat dan uang dari Ketua Muda untuknya. Dia akan menyerahkan Kiran pada kita. Tapi, bagaimana dengan gadis itu sendiri? Dia belum tentu akan menyerah begitu saja. Dan tak akan mudah bagi kita untuk menaklukkannya jika dia melawan kita. Lain halnya jika dia berada dalam keadaan mengantuk atau bahkan tersirep dan menurut pada kita sebab telah mendengar suara seruling ini.”

Hmmm. Durgadhini tetap tak mengatakan apapun tapi dia mengerti kini.

Seperti juga Rakyan Wanengpati, Durgadhini sebenarnya merasa bahwa tujuan mereka untuk membawa Kiran ke hadapan Ketua Muda tak akan dapat diselesaikan semudah itu. Akan ada banyak halangan dan perlawanan menghadang.

Tadi, dalam perjalanan menuju ke hutan ini, mereka menemukan sesosok mayat yang mereka kenali. Pendekar Mata Naga.

Durgadhini dan Rakyan Wanengpati tahu, Pendekar Mata Naga sebenarnya adalah salah seorang pendekar dari kelompok yang melindungi Kiran. Tetapi dia terpaksa berbalik arah mengkhianati kawan- kawannya sebab Ketua Muda telah memerintahkan untuk menculik putri, istri dan kakak serta adik pendekar malang tersebut. Dalam tekanan semacam itu, tak ada pilihan lain bagi Pendekar Mata Naga selain menuruti apa yang diinginkan Ketua Muda.

Tapi rupanya Pendekar Mata Naga dalam perjalanannya bertemu dengan seseorang, lalu bertempur dan kemudian terbunuh. Entah bagaimana ceritanya, dan siapa pembunuhnya, Durgadhini serta Rakyan Wanengpati tak tahu. Tapi kenyataan bahwa Pendekar Mata Naga terbuhun saat sedang melaksanakan permintaan Ketua Muda cukup untuk membuat Durgadhini memahami tingkat kesulitan tugas ini.

***

Malam gelap gulita. Suara debur ombak terdengar teratur. Daun- daun bergerak, menimbulkan bunyi gerisik disana- sini.

Mohiyang Kalakuthana melangkah dengan sangat hati- hati. Dia mengerahkan kekuatannya untuk menjaga agar dirinya tetap terjaga.

Entah siapa yang datang itu. Mohiyang Kalakuthana tak hendak menunggu mereka tiba lebih dulu di depan pondoknya. Dia yang akan menghampiri mereka.

Sementara itu, di dalam pondok, Kiran masih setengah tertidur.

Mimpi berisi gunung meletus, hujan batu dan percik api telah berganti. Tiba- tiba saja pemandangan itu hilang dan berganti dengan gambar semak- semak.

Tapi warna semak itu bukan hijau atau kecoklatan, namun merah.

Merah !

Kiran bergerak gelisah lagi dalam tidurnya.

Dia melihat genangan darah.

Dan suara mengerang lirih.

Lalu sebuah gambar mengelebat.

Putri Harum Hutan !

Dalam mimpinya, Kiran melihat Putri Harum Hutan tergeletak di semak- semak dengan darah yang mengalir dari luka yang memanjang mulai dari bahu kiri melintas melintang hingga pinggang kanan…

( Bersambung )

** gambar diambil dari: www.floralandhardyofskippack.com **

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun