Seperti juga Rakyan Wanengpati, Durgadhini sebenarnya merasa bahwa tujuan mereka untuk membawa Kiran ke hadapan Ketua Muda tak akan dapat diselesaikan semudah itu. Akan ada banyak halangan dan perlawanan menghadang.
Tadi, dalam perjalanan menuju ke hutan ini, mereka menemukan sesosok mayat yang mereka kenali. Pendekar Mata Naga.
Durgadhini dan Rakyan Wanengpati tahu, Pendekar Mata Naga sebenarnya adalah salah seorang pendekar dari kelompok yang melindungi Kiran. Tetapi dia terpaksa berbalik arah mengkhianati kawan- kawannya sebab Ketua Muda telah memerintahkan untuk menculik putri, istri dan kakak serta adik pendekar malang tersebut. Dalam tekanan semacam itu, tak ada pilihan lain bagi Pendekar Mata Naga selain menuruti apa yang diinginkan Ketua Muda.
Tapi rupanya Pendekar Mata Naga dalam perjalanannya bertemu dengan seseorang, lalu bertempur dan kemudian terbunuh. Entah bagaimana ceritanya, dan siapa pembunuhnya, Durgadhini serta Rakyan Wanengpati tak tahu. Tapi kenyataan bahwa Pendekar Mata Naga terbuhun saat sedang melaksanakan permintaan Ketua Muda cukup untuk membuat Durgadhini memahami tingkat kesulitan tugas ini.
***
Malam gelap gulita. Suara debur ombak terdengar teratur. Daun- daun bergerak, menimbulkan bunyi gerisik disana- sini.
Mohiyang Kalakuthana melangkah dengan sangat hati- hati. Dia mengerahkan kekuatannya untuk menjaga agar dirinya tetap terjaga.
Entah siapa yang datang itu. Mohiyang Kalakuthana tak hendak menunggu mereka tiba lebih dulu di depan pondoknya. Dia yang akan menghampiri mereka.
Sementara itu, di dalam pondok, Kiran masih setengah tertidur.
Mimpi berisi gunung meletus, hujan batu dan percik api telah berganti. Tiba- tiba saja pemandangan itu hilang dan berganti dengan gambar semak- semak.