Mohon tunggu...
Padepokan Rumahkayu
Padepokan Rumahkayu Mohon Tunggu... -

Padepokan rumahkayu adalah nama blog yang dikelola oleh dua blogger yang suka bereksperimen dalam menulis, yakni Suka Ngeblog dan Daun Ilalang. 'Darah di Wilwatikta' ditulis bergantian oleh keduanya dengan hanya mengandalkan 'feeling' karena masing- masing hanya tahu garis besar cerita sementara detilnya dibuat sendiri-sendiri. \r\nTulisan- tulisan lain hasil kolaborasi kedua blogger ini juga dapat ditemukan di kompasiana.com/rumahkayu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Darah di Wilwatikta Eps 10: Saat Perkenalan...

19 November 2011   08:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:28 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sementara itu Kiran diam tak mengeluarkan suara.

Beberapa hari terakhir ini dia mengobati Dhanapati dan nyaris sepanjang hari selalu mendampinginya. Berada di sisinya. Kiran melihat perkembangan kesehatan lelaki itu dari mulai dia dibawa ke pusat pengobatan dengan paras amat pucat, tubuh sangat dingin dan tak sadarkan diri, lalu periode di mana Dhanapati setengah sadar dan banyak mengigau, hingga hari ini ketika Dhanapati telah siuman sepenuhnya.

Walau tak tahu persis siapa Sekar Wangi yang seringkali disebut- sebutnya, ada satu kejadian yang membuat Kiran memahami apa yang kira- kira bergejolak dalam diri lelaki tersebut, yaitu saat ketika Dhanapati, seperti yang telah beberapa kali terjadi, mengigau dalam tidurnya.

Tapi kali itu dia tak menyebut Sekar Wangi seperti biasa. Saat itu igauannya berupa tembang yang biasa digunakan untuk menidurkan bayi dan anak- anak.

Kiran mengenal tembang tersebut, tentu saja. Di masa kecilnya, orang tuanya juga seringkali menembang semacam itu di saat- saat menjelang waktu tidur. Hanya saja, saat Dhanapati melantunkan tembang tersebut, alih- alih merasa hangat, hati Kiran justru seperti tersayat. Nada suara Dhanapati sama sekali tak diisi kehangatan dan keriangan.

Suara itu jelas mencerminkan cinta kasih. Tapi cinta itu tercampur dengan nyeri dan luka yang sangat dalam...

Karenanya Kiran tak hendak bertanya apa- apa kini. Biarlah waktu yang akan menjawab semua pertanyaan itu.

Setelah beberapa saat berlalu dalam sunyi yang canggung, Dhanapati berkata, "Terimakasih untuk bantuan mengobatiku," -- diam sejenak , lalu disambungnya kalimat itu -- "Kiran..."

Kiran tersenyum dan menggeleng.

"Berterimakasihlah pada Dewata," katanya. "Para Dewata yang menyembuhkanmu, bukan aku."

Lelaki itu terdiam lagi. Begitu pula Kiran.

Lalu, "Kau mau mandi air panas?" Terdengar suara Kiran.

Eh? Mmm. Dhanapati tergagap mendengar pertanyaan tak terduga yang datang dari gadis di hadapannya.

"Mmm.. mm.. ah, anu... tak perlu repot repot, Kiran. Aku bisa mandi air dingin saja."

Kiran menatap Dhanapati lalu menjawab, "Tidak, aku tidak repot. Dan tidak, kau belum boleh mandi air dingin, tubuhmu belum pulih benar."

Dhanapati tak membantah.

"Baiklah kalau begitu. Akan kusiapkan kayu bakar dan apinya. Nanti kuangkat air ke sana."

Kiran menggelengkan kepalanya.

"Bukan," jawabnya. "Maksudku, maukah kau mandi di sumber air panas?"

***

Kiran berjalan menelusuri jalan setapak.

Dhanapati mengikuti di belakangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun