" Tunggulah sejenak, Mohiyang, " bujuk Kiran. " Kita lakukan esok hari saat Sang Surya terbit. "
Mohiyang menggelengkan kepala. Dia ingin melakukannya segera.
***
Tak jauh dari pondok, ada tempat lapang yang bisa digunakan untuk berlaga. Kesanalah mereka menuju.
Mohiyang berdiri sejenak, merentangkan tangan, mengatupkannya, lalu seperti menarik sesuatu dari pujuk dedaunan dan ombak laut di kejauhan. Kiran memahami, dia sedang memulihkan tenaga. Maka Kiran diam menanti.
Matahari bergerak makin rendah ke arah Barat, ada garis berwarna merah di batas laut. Mohiyang Kalakuthana tampak memasang kuda- kuda.
Kinilah saatnya.
Kiran mengatupkan tangan, memberi salam. Mohiyang mengangguk.
Kiran menanti. Dia tak ingin menyerang lebih dahulu. Tujuannya saat ini adalah untuk mengobati, tak lebih. Maka dia akan membiarkan Mohiyang membuka laga itu.
Dan...
Tangan Mohiyang Kalakuthana bergerak dengan kecepatan yang tak dapat diikuti mata. Lalu sedetik, ditujukannya tangan itu kepada Kiran.