Mohon tunggu...
Anak Tansi
Anak Tansi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Indonesia Perbaiki Tata Kelola Sawit dengan RAN dan ISPO

31 Juli 2019   01:12 Diperbarui: 31 Juli 2019   01:25 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah negara produsen utama sawit dunia. Sebuah posisi yang suka atau tidak mengandung resiko sekaligus manfaat. Ibarat pisau bermata dua, butuh kehati-hatian dalam mengambil langkah atau strategi. Karena dibalik keunggulan serta manfaat yang sudah diterima,  ancaman baik secara terang-terangan maupun tersembunyi, khsusnya dari pihak asing sudah banyak terjadi.

Ancaman tersebut bisa disebabkan oleh sejumlah factor, namun umumnya lebih pada unsur kepentingan  bisnis dan perdagangan. Suka atau tidak isu tersebut  kerap menjadi senjata  tambahan oleh sebuah negara dalam melindungi kepentingan mereka.

Sejatinya, peringatan yang datang, pada dasarnya tak lebih dari pada upaya untuk membendung masuknya  minyak nabati ini serta barang turunannya ke sejumlah negara, khususnya Eropa. Negara-negara yang juga punya produk minyak   yang sejenis, namun diproduksi dari tumbuhan lain yang biayanya tak semurah sawit.

Tak jarang, ancaman yang datang dari negara-negara maju  plus  Amerika tersebut, dibungkus melalui kampanye  tak langsung, seperti masalah Hak Asasi Manusia, Pekerja anak, buruh upah murah, subsidi oleh negara, hingga deforestasi alias penggundulan hutan.

Beragam penjelasan telah berulang kali disampaikan. Bahkan dalam satu kasus hingga harus dibawa ke Sidang WTO, seperti tuduhan pemberian subsidi oleh pemerintah kepada industry sawit dalam negeri. Namun sekali lagi  tuduhan dan kampanye yang rata-rata dimotori oleh negara-negara Eropa tersebut kembali terbukti salah.

Namun demikian, ancaman dan potensi embargo, baik halus maupun kasar tersebut juga telah menyadarkan pemerintah serta dunia usaha untuk mau lebih baik dalam megelola bisnis ini.

Seperti yang ditetapkan oleh PBB dalam  17 tujuan dan 169 capain yang dicantumkan  dalam  SDGs (Sustainable Development Goals), maka para pemangku sawit dalam negeri telah menterjemahkannya dalam sejumlah kerangka aksi dan program.

Salah satu  yang paling penting dalam pengejewantahan SDGs tersebut, adalah pembentukan label  ISPO atau Indonesia Sustainable Palm Oil, sebuah label yang berisi serangkain proses sertifikasi bagi dunia sawit tanah air untuk terlibat secara langsung secara beriringan antara bisnis dan pelestarian lingkungan.

Maka, jika diperhatikan  lebih jauh, label ISPO yang dimilki Indonesia dan bertujuan untuk penataan bisnis sawit yang lebih ramah konsumen dan lingkungan, memiliki paling tidak 9 tujuan yang sama dengan SDGs yang ditetapkan oleh PBB tersebut.  Karena tujuan utama penerapan  label tersebut adalah "memaksa" para stakeholder sawit dalam negeri untuk lebih taat terhadap tata kelola usaha mereka dalam kerangka Bisnis Berkelanjutan

Tak hanya ISPO, pemerintah juga memberlakukan  moratorium sawit yang berlaku sejak tahun 2018, artinya pembukaan lahan baru untuk perkebunan kelapa sawit tak lagi diizinkan, meski secara praktek hal tersebut masih belum menggembirakan.

Tidak mudah memang upaya berbenah diri itu dilakukan, beragam tantangan dan kendala kerap dihadapi. Bahkan dalam penerapan kebijakan ISPO, kerap mengalami kendala, tidak sedikit regulasi kedapatan bertumpang tindih dan sulit untuk diterapkan di lapangan.

Maka itu pemerintah dalam dua tahun terakhir menyusn Rencana Aksi Nasional (RAN) Minyak Sawit Berkelanjutan. Berawal dengan pembentukan Forum Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (FoKSBI) guna memastikan adanya keselarasan antara Rencana Aksi Nasional (RAN), Rencana Aksi Provinsi (RAP), dan Rencana Aksi Kabupaten (RAK), tak lain guna mempercepat implementasi pembangunan kelapa sawit berkelanjutan.

Semuanya tak lain adalah,  demi kesejahteraan rakyat secara lebih merata dan menguntungkan banyak pihak dalam payung SDGs yang ditetapkan oleh PBB tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun