Mohon tunggu...
Anak Tansi
Anak Tansi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Nasib Buruh Sawit, Pemerintah Jawab Kritik Asing dengan Regulasi dan ISPO

29 April 2019   15:29 Diperbarui: 29 April 2019   15:52 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kritik dan tudingan atas perlakuan buruk negara terhadap kelompok buruh sudah seperti rutinitas, khususnya jelang peringatan Hari Buruh Se Dunia yang jatuh pada 1 Mei nanti atau May Day.

Maka industry kelapa sawit Indonesia sebagia salah satu bidang usaha yang banyak memperkerjakan tenaga kerja kasar pasti kembali menjadi sasaran tembak.

Serangan dan kritik atas kondisi pekerja dan perlakuan korporasi terhadap buruh sector ini sudah menjadi lagu rutin yang biasanya menjadi dagangan lama Umumnya pengkritik tersebut adalah  LSM internasional serta negara-negara yang tergabung dalam kelompok Uni Eropa. Yujuannya tak lain untuk memperkuat tudingan yang sebelumnya telah menjadi rumusan dalam RED II Renewable Energy Directive (RED) II Delegated Act  untuk kemudian disahkan oleh parlemen Eropa.

RED II sendiri berisikan larangan masuk ke Eropa terhadap masuknya biofuel asal kelapa sawit dari Indonesia dengan alasan bahwa produk tersebut tak menerapkan prinsip berkelanjutan (Sustainable) dalam proses tanamnya. Penggundulan hutan alias deforestasi menjadi alasan utama hingga terbitnya rancangan tersebut. Padahal berdasarkan data  serta kajian, tudingan tersebut sama sekali berbeda dengan kenyatan di lapangan.

Maka bertepatan dengan peringatan hari buruh 1 Mei nanti kemungkinan besar, persoalan nasib pekerja perkebunan sawit kembali diapungkan. Gunanya memperkuat tuduhan tak berdasar seperti deforestasi. Kali ini yang menjadi pembungkus adalah isu Hak Asasi Manusia (HAM), seperti yang juga biasa dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap negara yang tak sesuai dengan keinginannya.

Padahal jika negara-negara tersebut membaca dan memperhatikan, persoalan pekerja atau buruh perkebunan sawit ini sudah masuk dalam ISPO atau Indonesian Sustainable Palm Oil System. Sebuah syarat dan stempel izin resmi  atau laber dari pemerintah bagi pelaku usaha bidang minyak nabati ini.

Sebagai sebuah label yang membuat standarisasi atas proses produksi industry kelapa sawit bisa ramah lingkungan, ISPO memiliki i tujuh prinsip dan kriteria yang salah satunya poin kelima yaitu tanggung jawab pada pekerja.

Pada poin ini secara tegas dinyatakan bahwa pelaku usaha ada aturan terkait  keselamatan dan kesehatan kerja (K3), membatasi tenaga kerja anak (di bawah umur), memfasilitasi serikat buruh di dalam kerangka memberikan masukkan pada pemerintah bersama membangun kebijakan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Poin diatas yang kalau diringkas, sejatinya sudah menjalankan prinsip-prinsip HAM, meski harus diakui belum semua dilakukan secara konsisten.

Perlindungan Hak pekerja dan meminimalisir isu ketengakerjaan yang diterapkan ISPO itu mengacu secara tegas kepada   ketentuan UU Tenaga Kerja. Yang antara lain  adanya kewajiban kepada perusahaan perkebunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemampuan pekerja sesuai peraturan perundang-undangan. Dilarang memperkerjakan anak di bawah umur dan melakukan diskriminasi sesuai peraturan perundang-undangan," kata Azis.

Selain itu, ISPO dan UU Ketenagakerjaan juga secara tegas menyatakan bahwa perusahaan perkebunan harus memfasilitasi terbentuknya serikat pekerja dalam rangka memperjuangkan hak-hak pekerja. Dan, wajib mendorong dan memfasilitasi pembentukan koperasi pekerja dan karyawan. "Jadi jika ada isu nergatif tenaga kerja di perusahaan sawit, maka ISPO bisa menjawab," tegasnya.

Untuk diketahui, serangan terhadap industry sawit dalam negeri itu berkisar pada enam masalah antara lain  mengenai status ketenagakerjaan, hubungan industri. Pada poin ini, suara yang mengemuka adalah bahwa buruh sawit tak punya kebebasan dalam membangun serikat pekerja di lingkungan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun