Di sebuah kota kecil bernama Suryaloka, fenomena aneh terjadi setiap tahun selama tiga hari: tidak ada satu pun bayangan. Anna, seorang jurnalis muda, datang untuk menyelidiki. Tapi begitu dia tiba, rasa penasaran berubah menjadi ketakutan.
Anna tiba di Suryaloka pada pagi yang cerah. Matahari bersinar terang, tetapi dia merasakan hawa aneh yang menyelimuti kota itu. Dia segera menemui Pak Bram, seorang pria tua yang dikenal oleh penduduk sebagai saksi hidup dari peristiwa misterius kota ini.
Anna: “Pak Bram, saya mendengar tentang fenomena aneh di kota ini. Tiga hari tanpa bayangan. Apa benar itu terjadi setiap tahun?”
Pak Bram (menyulut rokoknya dan menghela napas dalam-dalam): "Iya, Nak. Tiga hari tanpa bayangan, tapi itu bukan sekadar kejadian alam. Di balik ketiadaan bayangan itu... ada sesuatu yang lebih gelap."
Anna (menatapnya penasaran): “Apa maksud Bapak? Sesuatu yang lebih gelap?”
Pak Bram (menundukkan kepala, suaranya lebih pelan): “Orang-orang menghilang, makhluk-makhluk aneh muncul, dan beberapa kembali tapi mereka… mereka bukan lagi diri mereka yang dulu. Hari-hari itu, kami menyebutnya ‘Hari Tanpa Cahaya.’ Tak ada yang bisa menjelaskan, dan kami sudah berhenti mencoba.”
Anna (takut tapi tak mau menyerah): “Apakah pernah ada yang mencoba menemukan penyebabnya? Apa yang sebenarnya terjadi?”
Pak Bram (memandangnya dengan tatapan lelah): “Banyak yang mencoba. Polisi, ilmuwan, bahkan paranormal. Tapi mereka semua tak pernah kembali dengan jawaban. Ada yang hilang, ada yang kembali tak waras. Jika kau bijak, Nak, kau akan pergi sebelum hari itu datang.”
Anna (teguh): “Saya tidak bisa pergi tanpa mengetahui kebenarannya. Saya harus melihat ini sendiri.”
Pak Bram menatap Anna lama. Ada kekhawatiran yang mendalam di wajahnya, tapi dia tahu bahwa gadis ini takkan mudah diyakinkan.
Hari pertama Hari Tanpa Bayangan tiba. Anna duduk di kafe kecil, mengamati jalanan yang sepi. Tak ada bayangan, meskipun matahari bersinar terang. Dia merasakan sesuatu yang aneh di udara, seolah-olah waktu melambat. Seorang bocah laki-laki berlari melintasi jalan, tapi tiba-tiba dia berhenti. Anna memperhatikannya dengan cemas.
Bocah (menoleh pada Anna dengan mata besar penuh ketakutan): “Tolong... Mereka datang...”
Anna (bingung): “Siapa yang datang?”
Tapi sebelum bocah itu bisa menjawab, dia berlari ke arah gang kecil dan menghilang. Anna mengejarnya, tapi ketika sampai di gang, bocah itu sudah tak ada.
Malam pertama datang, dan Anna merasakan kehadiran yang tak terlihat mengintai di balik setiap sudut. Langit mulai gelap, tapi entah kenapa, bayangan masih tak muncul. Hawa dingin menyelimutinya. Ketika dia kembali ke penginapan, Anna menemui Pak Bram lagi.
Anna (berbisik, cemas): "Bocah itu... Dia bilang sesuatu. 'Mereka datang.' Siapa yang dia maksud?"
Pak Bram (menatapnya dengan ekspresi serius): "Makhluk itu. Mereka bukan dari dunia ini, Anna. Dan sekarang, mereka tahu kau ada di sini."
Anna (merinding): "Makhluk apa? Apa yang mereka inginkan?"
Pak Bram (dengan nada berat): "Mereka datang setiap tahun, mencuri orang-orang, mengambil jiwa mereka, dan meninggalkan tubuh yang kosong. Mereka tak peduli siapa. Siapapun bisa menjadi mangsa. Mungkin kali ini... kau yang mereka inginkan."
Anna (membalas dengan nada keras): "Saya tidak akan menyerah. Saya akan mencari tahu apa yang terjadi, dan saya akan menghentikan mereka."
Pak Bram tertawa pelan, tapi tak ada kebahagiaan dalam tawa itu.
Pak Bram (menatap Anna dengan tajam): "Hanya ada satu cara untuk menghentikan mereka, Nak. Tapi kau harus siap menghadapi kegelapan... yang lebih dalam dari yang pernah kau bayangkan."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H