Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Jika Tidak dengan Pembelajaran Tatap Muka, Bagaimana Siswa Kami Bisa Belajar Membaca?

30 Agustus 2021   20:38 Diperbarui: 31 Agustus 2021   07:16 1222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perbandingan Buku Siswa KTSP dan K-13. Dok. Ozy V. Alandika

Sudah setahun lebih setengah pandemi menghantui wajah pendidikan Indonesia. Kabarnya? Mungkin sedang tidak baik-baik saja. Hadirnya sistem pembelajaran daring dan keinginan untuk segera belajar tatap muka memunculkan ekpresi dengan berbagai rupa.

Ada yang pro agar sekolah dibiarkan tetap menggelar sistem daring sampai kisah vaksinasi selesai, ada pula yang kontra.

Hal tersebut bukan hanya datang dari argumen publik, melainkan juga kebijakan pemerintah. Namun, pada akhirnya Pembelajaran Tatap Muka akan kembali "naik panggung" meskipun kisah pandemi belum usai.

Bukan tanpa alasan, implementasi PTM terbatas sangat penting bagi keberlanjutan pembelajaran di satuan pendidikan dasar.

Satuan pendidikan menengah dan tinggi barangkali selama ini diberitakan banyak yang sukses menggelar kegiatan belajar daring dengan berbagai metode, media, hingga inovasi.

Tapi, bagaimana dengan kabar belajar daring di SD? Jangan-jangan, semakin bertambah hari, anak-anak generasi penerus bangsa usia sekolah dasar semakin tidak tahu apa-apa. Tambah lagi ketika tamat dari TK, mereka tidak dibebankan kompetensi untuk "bisa membaca".

Sudah sejak jauh-jauh tahun, pemerintah menegaskan bahwa guru PAUD/TK jangan sampai memaksakan anak-anak usia dini untuk belajar calistung.

"Anak-anak seusia PAUD atau TK janganlah dipaksakan untuk dapat membaca, menulis dan berhitung atau calistung. Bukannya dilarang. Namun pendekatan seusia mereka berbeda yakni dengan pendekatan praliterasi dan pramembaca," kata Dirjen PAUD dan Dikmas Kemendikbud, Harris Iskandar, Selasa (16/7/2019)

Pernyataaan tersebut muncul di tahun 2019 di saat corona belum ada dan pembelajaran tatap muka masih eksis. Anak-anak lulusan TK yang baru saja duduk di kelas I SD pada masa itu boleh dikatakan beruntung karena mereka bisa belajar membaca di sekolah.

Sedangkan di tahun 2021 ini, tantangan belajar anak-anak usia TK-SD benar-benar terasa.

Guru TK/SD di perkotaan mungkin makin sibuk untuk meracik cara mengajar daring yang tepat, tapi guru di pedesaan bisa jadi malah bingung tentang bagaimana cara mengajarkan siswa membaca tanpa harus bertatap muka dan daring.

Tambah lagi wilayah mereka masih menerapkan kebijakan PPKM level 4. Sistem PJJ akhirnya jadi jalan tempuh dan guru SD semakin berkurang waktunya untuk mengajarkan siswa membaca.

Perhatian dan Bimbingan Orang Tua Terhadap Anak Usia SD Amatlah Penting

Sangat penting. Perhatian dan bimbingan orang tua terhadap anak-anak SD selama di rumah pada masa pandemi amatlah penting terutama untuk belajar membaca, menulis, dan berhitung. Terutama untuk anak-anak kelas 1-3 SD.

Menurutku, masa-masa SD amatlah penting. Anak-anak usia SD, semakin bertambah umur maka rasa malu mereka akan meningkat.

Bayangkan bila kemudian anak kelas 2-3 SD belum bisa membaca sedangkan teman seusianya sudah lancar, bisa saja rasa malu itu akan segera muncul.

Kalau sudah malu, anak-anak akan semakin menurun semangat belajarnya. Dan kalau kurang mendapat perhatian dari guru dan orang tua, ujung-ujungnya anak tersebut akan memilih untuk pindah sekolah.

Sayangnya, kisah tersebut benar-benar terjadi di sekolah tempatku mengajar. Ada beberapa orang siswa SD pindahan yang kemampuan membaca, menulis, dan berhitungnya kurang. Jika anak tersebut tetap bersekolah di tempat yang lama, dirinya akan terus tertinggal pelajaran.

Gara-gara siapa? Gara-gara orang tua.

Masih dengan kisah yang sama. Pada tahun 2010-2017 aku sempat membuka bimbel baca tulis Al-Quran di rumah. Muridnya cukup ramai, tapi semakin tahun perbedaannya semakin tampak.

Di tahun 2010-2014, anak-anak yang ikut bimbel Quran masih banyak yang berusia SMP, tapi di tahun 2016-2017 semua peserta bimbelku adalah anak-anak SD.

Ke mana anak-anak SMP? Kebanyakan dari mereka sudah tidak mau ikut bimbel gara-gara malu. Bahkan, mereka malah memilih untuk mencari guru privat. Yah, kita sama-sama tahu lah bahwa hari ini mencari guru privat yang berkualitas tidaklah semudah bikin story IG dan WA.

Atas kisah tersebut, aku mengambil kesimpulan bahwa di hari ini anak-anak kita perlu bahkan wajib dibekali kemampuan membaca, menulis, dan berhitung sejak dini alias sebelum rasa malu mereka mulai muncul dan mengurangi rasa ingin untuk belajar.

Sedihnya, beda keluarga ada macam-macam pula permasalahannya. Ada anak SD yang orang tuanya sibuk bekerja, yang orang tuanya cerai, dan ada pula anak SD yang tinggal bersama neneknya.

Imbas dari keadaan tersebut, anak jadi kurang diperhatikan saat belajar dan tidak jarang orang tua benar-benar berharap kepada pihak sekolah untuk mengajari anak-anak.

Kisah seperti ini mungkin masih termasuk jarang ditemukan di kota, tapi di desa masih banyak. Termasuklah di sekolah tempatku mengajar.

Perhatian dan bimbingan orang tua sangatlah penting bagi tumbuh kembang anak, tapi bagaimana bila orang tua masih belum menyadari betapa pentingnya hal tersebut? Sebagai guru, kita perlu berkali-kali mengingatkan orang tua.

Jika Tidak dengan Sekolah Tatap Muka, Bagaimana Siswa Kami Bisa Belajar Membaca?

Terus terang, aku rasa cukup sulit untuk menemukan sisi efektivitas dari sistem pembelajaran daring bila diterapkan di Sekolah Dasar.

Belum lagi dengan gaya pembelajaran tematik Kurikulum 2013 yang menurutkan materinya banyak tapi hanya berupa poin-poin dangkal. Di masa pandemi, bukan hanya guru, orang tua dan siswa juga bakal kesulitan untuk mencari materi belajar pendukung.

Barangkali para analis kurikulum dan mutu pembelajaran mulai menyadari hal ini, bahwa Kurtilas di masa pandemi sedang menghadapi ujian terberatnya.

Tapi sayang, masih belum terdengar olehku bagaimana kinerja Kurtilas di masa pandemi yang dipublikasikan oleh pemerintah.

Perbandingan Buku Siswa KTSP dan K-13. Dok. Ozy V. Alandika
Perbandingan Buku Siswa KTSP dan K-13. Dok. Ozy V. Alandika

Terkhusus materi pembelajaran Bahasa Indonesia kelas I SD misalnya, penyajian materi di buku K-13 langsung berbentuk cerita dengan teks yang cukup panjang. Apakah anak-anak tidak bingung? Padahal semestinya yang disajikan di awal bab adalah materi belajar membaca.

Coba kita lihat di buku KTSP kelas I SD, di sana pelajarannya malah lebih terarah. Pada bab I langsung ditampilkan pelajaran membedakan bunyi "a-i-u-e-o, ai-au-oi" langsung dengan contoh.

Jika bukunya dibawa pulang, maka orang tua di rumah pun lebih mudah untuk memahami materi apa yang harus diulang oleh anaknya.

Bahkan, akan lebih baik lagi bila buku kelas I SD disajikan beberapa metode belajar membaca seperti metode Abjad, metode rangkai suku kata, metode global, dan sebagainya. Alasannya? Tiada lain adalah untuk memudahkan siswa SD belajar membaca dengan pilihan metode.

Karena sekarang KTSP sudah tinggal cerita, maka kesempatan terbaik bagi siswa untuk belajar membaca adalah di sekolah saat belajar tatap muka.

Walaupun PTM di masa pandemi waktunya sangat terbatas, paling tidak guru punya kesempatan untuk mengajar siswa SD membaca.

Jika terus-terusan daring sedangkan masih banyak SD di daerah yang hanya menerapkan sistem jemput-kumpul tugas selama PJJ, kapan anak-anak kelas I bisa belajar membaca?

Alhasil, solusi terbaik adalah belajar tatap muka. Dan kabar baiknya, semakin ke sini jumlah kasus covid-19 di Bumi Pertiwi semakin berkurang. Semoga kabar baik ini akan terus bertambah baik.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun