Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Terpaksa Menumpang, Kami Memilih untuk Tidak Mengikuti Simulasi Asesmen Nasional

25 Agustus 2021   11:27 Diperbarui: 26 Agustus 2021   08:35 2977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Okelah, anggap saja sekolah tumpangannya dekat. Tapi bila nanti jaraknya cukup jauh? Maka semakin teranglah bahwa kegiatan ANBK menyusahkan.

Kasihan dengan sekolah-sekolah ujung yang siswanya bahkan belum pernah melihat dan memegang komputer. 

Rasanya Mas Nadiem perlu perhatian dengan kasus seperti ini, jika memang mau memetakan mutu sistem pendidikan yang sebenar-benarnya mutu.

Kalau Begini Ceritanya, Maka Efektivitas Asesmen Nasional Semakin Diragukan

Asesmen Nasional Tidak Menentukan Kelulusan, kan? Tapi mengapa banyak buku kiat-kiat lulus AN yang beredar. Sudah seperti UN saja. (Dok. Google Search)
Asesmen Nasional Tidak Menentukan Kelulusan, kan? Tapi mengapa banyak buku kiat-kiat lulus AN yang beredar. Sudah seperti UN saja. (Dok. Google Search)

Sadar atau tidak, sejak beberapa bulan yang lalu sudah banyak beredar buku-buku terkait AN yang dijual dengan harga lumayan. Ada buku sikat AKM, buku sukses AKM, buku libas AKM, dan judul-judul sejenis.

Nah, pertanyaannya adalah, jika ujian pengganti UN ini tidak menentukan kelulusan, mengapa tajuk Asesmen Nasional malah menjadi ladang bisnis?

Dengan dijualnya buku-buku berisikan kiat lulus AKM dan AN, secara tidak langsung hal tersebut semakin meninggikan persepsi bahwa AN tidak ada bedanya dengan UN. Menurut saya, inilah problematika krusial yang pertama harus segera dituntaskan.

Syahdan, permasalahan kedua adalah sistem pelaksanaan Asesmen Nasional itu sendiri. Okelah, sekarang statusnya masih simulasi ANBK, tapi haruskah hanya berbasis komputer saja? Bagaimana dengan sekolah-sekolah pelosok dan 3T? Masa iya terpaksa harus undur diri.

Menurut saya ini masalah penting. Kalau pesertanya hanya diikuti oleh sekolah-sekolah yang punya fasilitas komputer dan mampu menggelar ujian berbasis komputer, lalu apa gunanya pemerintah menggelar Asesmen Nasional.

Jujur saja, instrumen asesmen nasional mulai dari asesmen kompetensi minimum, survei karakter, dan survei lingkungan belajar hasilnya tidak akan efektif karena tidak bisa menjangkau seluruh satuan pendidikan baik di pusat dan di daerah.

Sedihnya lagi bila nanti hasil dari AN tiap-tiap sekolah diumumkan bahkan dipublikasikan di media koran, televisi, maupun media daring dengan judul "Sekolah A nilai asesmennya tertinggi", atau "Berikut 10 SD dengan mutu sistem pendidikan terbaik berdasarkan AN", bukahkah hal tersebut akan melahirkan strata alias "kelas" bagi sekolah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun