Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru Merdeka 2021: Mengajar dengan Tangguh, Belajar Lalu Terus Bertumbuh

17 Agustus 2021   11:34 Diperbarui: 18 Agustus 2021   01:41 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru SDN 027 Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur dalam proses pembelajaran inovatif. DOK. TANOTO FOUNDATION/SASHA via KOMPAS

"Percaya, tegas, penuh ilmu hingga matang jiwanya, serta percaya diri, tidak mudah takut, tabah menghadapi rintangan apapun." Ki Hadjar Dewantara

Merdeka! Tibalah kita di momentum bahagia nan bersejarah, yaitu Hari Kemerdekaan Indonesia. Tujuh belas Agustus 2021 adalah HUT ke-76 RI, rasa-rasanya Bumi Pertiwi terlihat semakin tua.

Tujuh puluh enam tahun sepantaran dengan usia kakek-nenek. Sepintas, kisahnya tidak akan jauh dari badan yang mulai rimpuh, keriput, malnutrisi, hingga berkurangnya fungsi organ-organ tubuh. Tambah lagi suasananya penduduk negeri masih berjibaku melawan pandemi.

Walau demikian, motivasi dan semangat perjuangan diharapkan mampu terus muda, bertumbuh dan bertunas sebagaimana tema kemerdekaan "Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh." Tidak terkecuali juga bagi kita para guru.

Tidak hanya pemerintah, petugas kesehatan, maupun para pelaku ekonomi, segenap guru di Tanah Air tercinta juga menemui tantangan yang tidak biasa.

Para pendidik sekaligus pengajar dipaksa untuk beradaptasi mengajar di tengah pandemi, dan bersamaan dengan hal tersebut guru juga dituntut untuk mau belajar. Alhasil, tidak hanya mengajar dengan tangguh, guru juga perlu belajar seraya terus bertumbuh.

Guru Merdeka, Mengajar dengan Tangguh

Ada lima arti merdeka yang tertuang di KBBI. Merdeka berarti (1) bebas dari perhambaan maupun penjajahan, (2) berdiri sendiri, (3) tidak terkena atau lepas dari tuntutan, (4) tidak terikat serta leluasa dengan (5) tidak bergantug kepada orang lain maupun pihak tertentu.

Hebatnya, kata "Merdeka" bisa disandingkan dengan diksi, suasana, hingga situasi tertentu. Pun demikian dalam konteks mengajar di masa pandemi.

Sejak hadirnya wabah, tidak sedikit guru yang mengajar berdampingan dengan rasa takut, rasa tertekan, ketergantungan atas akses dan layanan, bahkan "dijajah" oleh keadaan.

Mengajar di masa pandemi kadang memang menyusahkan sebab banyaknya tantangan baru yang bahkan belum ditemui pada masa-masa sebelumnya.

Pada awal terbitnya kebijakan Merdeka Belajar di bawah kepemimpinan Mendikbudristek Nadiem Makarim, sudah ditawarkan beberapa terobosan kemerdekaan mengajar seperti penyederhanaan RPP dan kurikulum baru yang didesain lebih fleksibel.

Menurut saya, kebijakan tersebut berbau milenial sehingga disesuaikan dengan kecenderungan perilaku generasi kekinian yang ingin terlepas dari jeratan kekakuan.

Terang saja, menurut Data Sensus Penduduk dan Administrasi Kependudukan 2020 ada 25,87% penduduk Indonesia yang tergolong generasi milenial dan 27,94% generasi Z. Jika kita tilik dari sisi umur, berarti mayoritas guru saat ini lebih banyak diisi oleh generasi milenial dan Z.

Meski demikian, jangan lupa bahwa eksistensi generasi X belum surut. Tercatat masih ada 21,88% penduduk Indonesia yang lahir pada rentang tahun 1965-1980.

Jika kita sandarkan tahun tersebut kepada profesi guru, artinya guru yang dimaksud adalah mereka yang mulai memasuki usia pensiun.

Yup. Di sinilah tantangannya. Walaupun sudah senior, tidak semua guru generasi X mau berpikir secara milenial. Terkadang sebagian dari mereka masih betah dengan aturan yang kaku, format yang harus "begini dan begitu", serta setengah hati dalam beradaptasi.

Bayangkan bila para generasi X tersebut menjabat di sebuah lembaga pendidikan, maka ketangguhan guru milenial benar-benar sedang menemui ujiannya.

Walau begitu, guru kekinian harus memerdekakan diri dari aturan pengajaran yang kaku.

Pandemi bukanlah alasan untuk berkeluh karena kegiatan belajar-mengajar akan terus berlanjut. Guru merdeka itu tangguh, dan --seperti ucap Ki Hadjar Dewantara-- tabah menghadapi rintangan apapun.

Guru Merdeka, Belajar Lalu Terus Bertumbuh

Merdeka belajar. Dok. Twitter @Kemdikbud_RI
Merdeka belajar. Dok. Twitter @Kemdikbud_RI

Guru merdeka bukan hanya bebas untuk berkarya melainkan juga mau untuk bertumbuh. Sebagaimana kata merdeka yang tidak hanya cukup diucap dengan kata-kata, guru pula tidak cukup hanya berucap merdeka mengajar.

Seseorang yang diberi amanah dan tanggung jawab untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa juga harus mengobarkan aksi dan melanjutkan perjuangan dengan cara belajar hal-hal yang baru.

Kenyataannya, guru tidak selalu benar sedangkan tantangan makin hari makin rumit dan kompleks. Jikalau seorang guru enggan menyelam ke lautan ilmu dan mengembangkan kompetensi, maka dirinya bakal sulit untuk bertumbuh.

Tapi, kan, saya sudah berumur, dan di sebelah saya masih banyak guru-guru muda yang lebih cepat untuk belajar?

Secara pribadi, saya terkadang sedih ketika mendengar ucapan tersebut keluar dari mulut seorang guru senior baik melalui ucapan langsung maupun postingan di media sosial.

Memang benar bahwa guru-guru muda butuh pengamalan sembari belajar demi mengembangkan kompetensi mengajarnya. Hanya saja, guru senior tidak selalu bisa bergantung kepada guru muda, bukan?

Guru yang merdeka adalah guru yang berdikari. Semestinya kita para pendidik tidak terlalu bergantung dengan orang lain. Bahkan, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Taimiyyah, bayangan milikmu sendiri akan meninggalkanmu saat kamu berada di dalam kegelapan.

Jadi, salah satu jalan terbaik bagi guru untuk merengkuh kemerdekaan mengajar ialah dengan cara belajar.

Dengan belajar, seorang guru bisa terus bertumbuh. Keadaan yang tak bisa tertebak bisa kita jadikan titik balik untuk memacu diri, dan momentum seperti Hari Kemerdekaan Indonesia bisa dijadikan landasan pacu bagi para pendidik untuk terus berjuang memperbaiki diri.

Belajar untuk terus bertumbuh tidak memandang setinggi apa jabatan, senioritas, serta berapa umur seorang guru.

Belajar adalah bagian dari perjuangan karena merupakan proses yang tidak akan pernah berakhir. Belajar bagi guru juga bagian dari kebaikan. Maka dari itulah, jangan pernah malu untuk menambah ilmu.

"Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun". (Bung Karno)

Salam Merdeka!
Dirgahayu Indonesiaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun