Dua bulan lebih berlalu sejak hari itu. Sang pemuda telah pulang sembari menabur harap-harap cemas. Dirinya ingin bertanya puas tentang impian.
Sudah sampai manakah?
Sudah boleh aku kunjungi, kah?
Sudah boleh aku petik, kah?
Sebukit pertanyaan itu berlarian di alam pikirnya. Ia sebenarnya tak butuh jawaban. Pemuda itu hanya ingin memastikan secara langsung dengan mata dan hatinya sendiri, apakah penantian itu segera berbalas atau tidak.
Sesaat setelah sang surya menerangi tanah, pemuda itu pun bergegas menatap embun pagi, impiannya.
Namun, bukannya kebahagiaan yang didapat, dirinya malah kecewa dengan apa yang ia saksikan. Daun-daun yang dulunya hijau dan memesona sekarang tampak keriput, keriting, serta tidak mampu tersenyum lagi.
Bunga dan buah yang kemarin menjanjikan harapan, sekarang malah terpampang busuk hingga menggores hatinya.
Pemuda itu menyesal karena dirinya Pernah Perhatian Kemudian Menghilang. Perhatian yang ia berikan hanya setengah hati, lantas ia tinggalkan. Akibatnya, cabai rawit itu gagal panen. Malah gulma yang rajin bersarang.
***
Tamat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H