Jadi, ujian sabarnya akan begitu terasa.
Berbeda kisahnya ketika dijodohkan. Ibarat printer yang tinggal menunggu tombol "print" untuk mencetak dokumen, seorang jomlo tinggal bilang "iya". Bukan lagi si jomlo yang sabar, melainkan calon mertuanya, atau pihak lain yang sok sibuk mengurusi perjodohannya.
Iya, begitu. Aku juga pernah kesal dengan beberapa pihak yang sok sibuk menjodohkanku dengan seorang gadis, tepatnya setahun yang lalu. Katanya kami bakal cocok baik dari segi finansial, profesi, kemiripan wajah, hingga soal kepribadian.
Tapi, ya, yang namanya mak lampir comblang kan suka sekali cocok-mencocokkan. Padahal kan menikah itu membuyarkan perbedaan dalam satu wajan. Eh, maksudku menyatukan dan saling menerima perbedaan.
Benar. Memang sudah ada banyak kisah bahwa perjodohan juga bisa berakhir dengan bahagia. Namun sekali lagi, kisah tiap-tiap insan itu berbeda, kan. Insannya sendiri saja unik. Ada yang menawarkan jodoh di depan mata dan mungkin pasti, eh, malah mau mencari sendiri.
Jadi, ketika orang di sekitar bakal beranggapan demikian, sapa saja mereka dengan ungkapan begini; Asam di gunung dan garam di laut bisa bertemu dalam satu belanga, yang berarti bahwa terkadang jodoh seseorang bisa saja berasal dari tempat yang jauh. Ehem. Kabooooor....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H