"Ketundukan malaikat kepada Allah adalah kewajaran karena malaikat tak memiliki nafsu ego, tidak seperti manusia. Karena itulah manusia yang bisa mengendalikan nafsu egonya bagi kepentingan kemanusiaan yang lebih luas akan menempati posisi lebih tinggi dari pada malaikat. Â Dialah manusia yang tindakannya selalu ditujukan bagi usaha membuat orang lain hidup senyaman, sedamai, sebahagia, dan sesejahtera dirinya." Abdul Munir Mulkhan
Pernyataan Abdul Munir Mulkhan di atas adalah seuntai gagasan "The Power of Angel" yang sejatinya bisa lahir dari manusia.
Ya, manusia sebagai Hayawanun Nathiq punya dua kecenderungan. Pertama, seorang manusia bisa lebih baik bin mulia daripada malaikat ketika dirinya mampu memanajemen hawa nafsu. Dan kedua, seorang manusia bisa lebih hina dari hewan ketika dirinya tak bisa mengontrol ego.
Hebatnya, meskipun berbeda penciptaannya dengan malaikat, setiap manusia bisa menyingkap the power of angel yang ada pada dirinya. Entah sadar entah tidak, kekuatan malaikat ini bisa kita singkap dari kegiatan silaturahmi, khususnya pada lebaran idulftri 1442 H.
Bukan tanpa alasan mengapa sifat-sifat malaikat ini bisa tumbuh menjadi perilaku manusia. Salah satu faktor penyebabnya adalah pandemi covid-19.
Sejak awal kemunculan pandemi di Bumi Pertiwi, sebenarnya setiap kita dituntut untuk semakin dewasa dalam mengelola emosi serta ego dalam beribadah. Tapi, semakin ke sini, kekuatan malaikat pada diri manusia mulai tersingkap di sebalik silaturahmi idulfitri.
Tercatat, setidaknya ada dua poin the power of angel yang bisa kita singkap di sebalik kegiatan silaturahmi idulfitri. Berikut ulasannya:
Rela Membatalkan Mudik Demi Keselamatan Diri dan Keluarga di Kampung Halaman
Andai posisi kita saat ini adalah pengguna jalan, kita mungkin agak kesal dengan keramaian lalu lintas kendaraan yang sering menimbulkan kemacetan. Kekesalan itu pula rajin datang ketika banyak orang berinisiasi untuk mudik lebaran.
Alhasil, persepsi mudik yang lahir kemudian menjadi negatif. Ya, ada kesan bahwa mudik seakan-akan membebani pemerintah.
Padahal, kalau kita lirik secara lebih intim, kegiatan mudik adalah wujud dari kekuatan malaikatnya seorang manusia. Mengapa saya katakan demikian?
Karena banyak orang rela meninggalkan pekerjaannya, rela mengambil cuti, rela berdesak-desakan, serta rela memangkas jauhnya jarak demi bisa bersilaturahmi bersama keluarga di kampung halaman.
Jangan salah! Itu adalah salah satu "jiwa malaikatnya" seorang hamba, yaitu ketika diri ini mampu mengalahkan ego seraya ingin membahagiakan orang terdekat.
Banyak juga lho orang yang malah malu pulang ke kampung halaman gara-gara dia belum mapan, Â belum mendapat jodoh, atau belum bergaji besar. Bahkan, ada pula sebagian orang yang pulang kampung dengan bergaya "sok kaya", "sok sukses", "sok bergaya ala kota".
Menurut saya hal tersebut malah merupakan wujud dari penyimpangan the power of angel. Seorang hamba ingin menipu sesama hamba, tapi tanpa sadar si hamba tadi sudah tertipu atas perilakunya sendiri.
Di luar daripada itu, pada situasi pandemi saat ini, gaya silaturahmi mulai sedikit berbeda. Ya, karena terhalangnya kesempatan untuk bertemu tatap muka, silaturahmi kemudian digelar secara virtual. Minimal secara seluler, dan yang seringnya adalah video call.
Ketika mereka yang dekat dengan sanak saudara bisa bertamu karena masih bertetangga, ketika itu pulalah silaturahmi virtual mampu mengobati rasa rindu terhadap keluarga di kampung halaman.
Padahal mereka yang sedang di tanah rantau sudah bahagia semenjak digaungkannya kebolehan mudik jauh-jauh hari sebelum lebaran, tapi karena kebijakan larangan mudik akhirnya menyayat hati, akhirnya ego untuk mudik mampu dicegah dan dialihkan ke silaturahmi virtual.
Kalau bukan karena the power of angel, kalau bukan karena sabar, maka akan banyak manusia yang nekat mudik tanpa mau peduli lagi dengan kesehatan dirinya maupun keselamatan keluarga yang bakal ia temui nanti setelah tiba di kampung halaman.
Benar. Agaknya persoalan mudik itu sungguh dilematis. Tapi, kita tidak selalu bisa menang dengan keadaan.
Seiramalah dengan kepentingan, bahwa di sebalik kepentingan diri dan keluarga juga ada yang namanya kepentingan publik, atau yang lebih manis dengan julukan kemaslahatan umat.
Tidak Pilih-pilih dalam Bersilaturahmi
Di kabupaten Lembak (Bengkulu), ada tradisi unik yang berkaitan dengan silaturahmi dalam momentum idulfitri setiap tahunnya.
Sebagaimana yang diceritakan muridku yang sekarang sudah duduk di kelas 2 SMA, seusai salat id, seluruh warga desa dalam satu kampung bakal keluar dari rumah, kemudian saling mengunjung satu sama lain sembari melantunkan takbir, tahmid, dan tahlil.
Alhasil, bisa dibayangkan betapa ramainya dusun tersebut. Semua warga desa keluar, kemudian antre secara teratur untuk mengunjungi tetangga dari rumah ke rumah.
Dan terkhusus pada Suku Lembak Balung, desain silaturahminya lebih detail lagi. Kegiatan silaturahmi sudah dimulai sejak malam takbiran dengan berkeliling melaksanakan takbir ke rumah-rumah warga.
Sedangkan pada hari raya bakal digelar salat Subuh berjamaah di rumah orang tua yang ketika itu anak dan menantu sudah berkumpul bersama.
Seusai salat Subuh, tiap-tiap anggota keluarga berbaris menyalami orangtua mulai dari anak tertua, menantu tertua, hingga anak terakhir.
Jika salat id sudah dilaksanakan, maka silaturahmi kembali dilanjutkan di mana sanak saudara bakal berkumpul di rumah tua (rumah panggung) peninggalan nenek moyang.
Di sanalah kemudian keluarga besar lintas generasi berkumpul. Tidak hanya terbatas kepada keluarga inti melainkan juga keluarga dari persepupuan yang hubungannya sudah agak jauh. Sudah dipastikan, rumah panggung tersebut bakal ramai oleh umat manusia.
Mengapa "ritual" tersebut masih bertahan hingga hari ini? Salah satu jawaban yang bisa kita singkap ialah adanya the power of angel dari segenap warga, bahwa mereka bersilaturahmi dengan tidak pilih-pilih.
Rasanya kita pula demikian. Contoh sederhana ialah ketika salat id di masjid selesai. Biasanya jumlah jamaah salat id jauh berkali-kali lipat lebih ramai dibandingkan dengan salat Subuh maupun salat Jumat.
Jadi, tidak hanya tetangga dekat saja, melainkan tetangga jauh yang belum kita kenal pun hadir di sana. Hebatnya, banyak dari kita yang sengaja menyempatkan diri untuk berdiam di masjid lebih lama hanya untuk bersilaturahmi dengan warga yang sejatinya kurang akrab.
Sama persis. Menurut saya, kalau tidak ada teladan kekuatan malaikat, peristiwa tersebut tiada bakal terjadi.
Pun demikian dengan silaturahmi virtual. Selalu ada kemungkinan bahwa kita bisa japri alias berkirim pesan silaturahmi kepada orang-orang yang kita pilih saja. Tapi, bagi orang-orang yang memiliki the power of angel, semua nomor di kontaknya bakal dihubungi dengan rela hati.
Tapi, ya, harapannya silaturahmi tidak hanya sebatas hari raya saja. Sebagaimana hadis riwayat Bukhari, "Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya dan ditambah umurnya, maka hendaklah menjalin silaturahmi," menyambung tali persaudaraan benar-benar membuka pintu rezeki.
Adapun kisah bersanad yang sempat saya dapatkan ketika mengikuti trainer PPA (Pola Pertolongan Allah) beberapa bulan yang lalu, bahwa ada seorang peserta yang mengaku bahwa utangnya yang bernominalkan ratusan juta tiba-tiba dikembalikan gara-gara kekuatan silaturahmi.
Padahal, sebelumnya utang itu sudah berkali-kali ia tagih namun tiada pernah mau dikembalikan. MasyaAllah. Kekuatan silaturahmi benar-benar tidak berdusta.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H