Di kabupaten Lembak (Bengkulu), ada tradisi unik yang berkaitan dengan silaturahmi dalam momentum idulfitri setiap tahunnya.
Sebagaimana yang diceritakan muridku yang sekarang sudah duduk di kelas 2 SMA, seusai salat id, seluruh warga desa dalam satu kampung bakal keluar dari rumah, kemudian saling mengunjung satu sama lain sembari melantunkan takbir, tahmid, dan tahlil.
Alhasil, bisa dibayangkan betapa ramainya dusun tersebut. Semua warga desa keluar, kemudian antre secara teratur untuk mengunjungi tetangga dari rumah ke rumah.
Dan terkhusus pada Suku Lembak Balung, desain silaturahminya lebih detail lagi. Kegiatan silaturahmi sudah dimulai sejak malam takbiran dengan berkeliling melaksanakan takbir ke rumah-rumah warga.
Sedangkan pada hari raya bakal digelar salat Subuh berjamaah di rumah orang tua yang ketika itu anak dan menantu sudah berkumpul bersama.
Seusai salat Subuh, tiap-tiap anggota keluarga berbaris menyalami orangtua mulai dari anak tertua, menantu tertua, hingga anak terakhir.
Jika salat id sudah dilaksanakan, maka silaturahmi kembali dilanjutkan di mana sanak saudara bakal berkumpul di rumah tua (rumah panggung) peninggalan nenek moyang.
Di sanalah kemudian keluarga besar lintas generasi berkumpul. Tidak hanya terbatas kepada keluarga inti melainkan juga keluarga dari persepupuan yang hubungannya sudah agak jauh. Sudah dipastikan, rumah panggung tersebut bakal ramai oleh umat manusia.
Mengapa "ritual" tersebut masih bertahan hingga hari ini? Salah satu jawaban yang bisa kita singkap ialah adanya the power of angel dari segenap warga, bahwa mereka bersilaturahmi dengan tidak pilih-pilih.
Rasanya kita pula demikian. Contoh sederhana ialah ketika salat id di masjid selesai. Biasanya jumlah jamaah salat id jauh berkali-kali lipat lebih ramai dibandingkan dengan salat Subuh maupun salat Jumat.