Nah, adapun implementasi manajemen iman bab syukur yang sedang aku usahakan menjadi #MyNewHealthyLifestyle saat ini ialah dengan membagi penghasilan sebesar minimal 10% untuk sedekah sewaktu baru gajian.
Mengapa tidak menunggu sisa kebutuhan saja? Aih, jujur deh. Kalau kita menunggu sisa penghasilan baru kemudian memanfaatkannya sebagai sedekah, niscaya hal tersebut akan sulit terwujud. Mengapa?
Namanya juga manusia, dan manusia itu sering khilaf terlebih lagi saat pegang duit. Matanya jadi lapar, tangannya jadi gatal, dan telinganya mungkin sering kepanasan gegara diteriaki oleh ATM supaya cepat-cepat menarik uang untuk jajan. Huuuh!
Percayalah. Dengan manajemen iman yang lurus nan mantap, hidup kita bakal lebih baik dan juga sehat. Sehat karena lapangnya hati.
Manajemen Sehat
Hati sudah lapang, kekecewaan sudah sirna, perasaan sudah tenang, dan sekarang saatnya kita berkisah tentang kesehatan.
Lho, mengapa sedari awal yang dibicarakan adalah tentang hati dan perasaan terlebih dahulu? Sejatinya sumber utama motivasi seseorang adalah hati sebagaimana yang juga diterangkan dalam hadis Nabi. Jadi?
Percuma kita bicara sehat secara fisik jikalau hati ini terlalu sempit, terlampau banyak memendam kekecewaan, hingga ada bertumpuk-tumpuk penyakit hati lainnya. Alhasil, jikalau hati sehat, maka upaya untuk menyehatkan fisik alias jasmani menjadi lebih mudah.
Maka dari itulah manajemen sehat kita letakkan pada poin terakhir. Banyak pakar berdakwah seraya menyarankan agar kesehatan dijadikan sebagai gaya hidup, tapi tetap kunci utamanya "kesehatan itu berawal dari hati".
Dari hati ada niat, lalu ada keinginan dan harapan. Untuk mewujudkan niat, barulah kita take action seraya mengupayakan sebuah konsistensi.
Lalu, bagaimana menciptakan manajemen hidup sehat? Ketika berkisah tentang hidup sehat, maka ada dua pola yang selalu mendapat lirikan. Pola pertama adalah asupan yang bergizi, sedangkan pola kedua adalah olahraga.
Mengapa aku sebut pola? Karena sejatinya kesehatan itu punya pola dan pola tersebut selalu berulang.