Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

3 Ulah Anak-anak di Masjid Saat Ramadan Ini Bikin Emosian, tapi Begitu Dirindukan

16 April 2021   23:07 Diperbarui: 16 April 2021   23:06 2886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perang sarung. Foto: jampang.files.wordpress.com

“Terutama bagi pengurus masjid!”

Benar. Menurutku begitu, bahwa para pengurus masjidlah yang paling merindukan suasana rusuh, riuh, bahkan ributnya anak-anak ketika hadir meramaikan masjid/musala pada bulan Ramadan.

Soalnya, aku dulu juga sempat menjadi marbot sekaligus pengurus masjid baru. Ya, masjid yang dulunya masih berstatus musala, dan musala tersebut sempat mandek beroperasi karena tidak ada yang urus.

Sound system-nya menghasilkan nada “ngiing” yang berasa memecahkan gendang telinga, belum lagi dengan suasana sekeliling masjid yang tidak jauh beda dengan kapal pecah.

Wajar sih. Masjid tersebut adalah milik sekolah, dan sekolah tidak memiliki pengurus masjid. Mungkin ada, tapi hanya sebagai formalitas saja.

Ketika aku datang dan mulai menjadi penanggungjawab, kubentuklah pengurus RISMA (Remaja Islam Masjid) dengan motto ikhlas dan pejuang berkah. Alhamdulillah! Pelan-pelan, kehadiran jamaah makin ramai.

Meski begitu, adakalanya masjid benar-benar sepi. Aku yang azan, aku yang iqamah, bahkan aku pula yang jadi imam. Merangkap semua.

Bukannya seru, aku malah sedih. Dan kurasa kesedihan ini pasti menghampiri segenap pengurus yang masjidnya sepi, atau bahkan kosong sama sekali.

Dalam konteks yang lebih luas namun khusus, pada bulan Ramadan juga begitu. Perbedaan mencolok antara Ramadan beberapa tahun ini dengan Ramadan belasan tahun yang lalu adalah kuantitas kehadiran anak-anak yang mulai menurun.

Dan ketika anak-anak itu datang, mereka malah dimarah-marah, kan? Ada yang sampai menangis malahan, gara-gara terlampau riang. Hahaha. Sedangkan di sisi yang sama, ketika anak-anak tadi tidak lagi hadir, eh, para pengurus masjid malah rindu dengan mereka.

Para pengurus masjid rindu dengan ulah usil anak-anak, karena gegara keusilan tersebutlah masjid bisa penuh, ceramah Ramadan jadi seru, dan ujian sabar menjadi drama penuh haru. Ahay!

Syahdan, apa saja keusilan anak-anak pada bulan Ramadan yang sekarang dirindukan? Okeh, simak tulisannya, ya:

1. Anak-Anak Tidak Berani Jadi Muazin, tapi Malah Berebutan untuk Iqamah

Ilustrasi Muadzin sedang Azan. Foto: Langgam.id
Ilustrasi Muadzin sedang Azan. Foto: Langgam.id

Biasanya peristiwa ini terjadi jelang shalat Isya berjamaah di masjid pada bulan Ramadan. Seusai berbuka puasa, anak-anak seringkali menjadi pihak terdepan untuk tiba di masjid.

Kalau orang tua maupun pengurus masjid, tahu sendirilah. Kadang mereka mau minum kopi terlebih dahulu, makan beberapa butir gorengan, menghabiskan beberapa puntung rokok, atau malah nonton drakor. Eh, untuk yang terakhir, gak ada ya rasanya!

Kemudian, pengurus yang paling dekat dengan rumah biasanya datang duluan dan menyetel sound system. Minimal, kembali memastikan mikrofon apakah masih sehat-sehat saja atau malah tidak lagi mengeluarkan suara.

Bagi masjid/musala yang sederhana, terkadang aturan petugas azan harian hanyalah formalitas belaka. Tugas tersebut lebih banyak diserahkan kepada pengurus masjid. Sontak saja, si pengurus maupun marbot masjid sering melimpahkan tugas tersebut kepada anak-anak.

Sayangnya, anak-anak hanya berani kalau sedang rame saja, sedangkan ketika sendirian, mereka malah autopemalu. Biasalah, namanya juga anak-anak. Ketika disuruh azan, mereka berdalih bahwa nafasnya pendek, suaranya cempreng, dan, bla…bla…bla.

Tapi, ketika disuruh iqamah, kebanyakan anak-anak malah riang, malah berebutan. Soalnya Iqamah tidak butuh nafas panjang. Karena sering berebutan, terkadang mikrofon sering terjatuh hingga terdengarlah suara gaduh yang menjalar hingga keluar masjid.

Alhasil, petugas masjid jadi emosian dong? Hahaha. Ujian kesabaran di bulan Ramadan itu benar-benar nyata adanya dan menyebar ke berbagai aspek kehidupan.

Sayangnya, hari ini kisah tersebut menjadi sedikit berbeda.

Ada efek yang cukup terasa ketika pengajian rutin jelang azan diganti dengan kaset/flashdisk murottal Quran. Shalawat juga demikian. Akhirnya, anak-anak jadi kurang terasah mentalnya, bahkan malah banyak dari mereka yang tidak hafal lagi dengan shalawat.

2. Anak-Anak Sering “Perang Sarung” Ketika Jamaah Sedang Shalat Tarawih

Ilustrasi perang sarung. Foto: jampang.files.wordpress.com
Ilustrasi perang sarung. Foto: jampang.files.wordpress.com

Jikalau di sekolah ada “perang dasi”, maka di masjid ada “perang sarung”. Ya, anak-anak yang usil kadang merasa dirinya kurang kerjaan. Alhasil, mereka yang berbaris di saf paling belakang bakal saling sikut menggunakan sarung.

Ada yang sarungnya sengaja dipelorotin, ada yang sarungnya dimasukin kepala, ada yang sarungnya digulung sampai ke dekat leher, bahkan ada pula sarung teman yang menyasar hingga ke wajah, hatta, si pemilik wajah dengan imutnya meneteskan air mata. Hiya~hiya~hiya

Para pengurus masjid bukannya tidak tahu akan hal tersebut. Secara, mereka juga kan pernah muda. Hahaha. Alhasil, strategi yang biasa kami tempuh adalah dengan menyebar ke saf belakang untuk menjaga ketertiban. Dengan begitu, derajat keusilan bakal segera berkurang.

Tapi, keesokan harinya? Anak-anak dengan cerdiknya pindah saf dan berkumpul di sudut-sudut tertentu. Lalu…lanjut “perang sarung” lagi.

Sedangkan hari ini, kisah “perang sarung” sudah sangat jarang kutemui. Kuamati, saf belakang sudah semakin sepi oleh anak-anak karena kebanyakan dari mereka lebih memilih perang yang lebih menantang. Ya, perang snap, perang Mobile Legend, perang FF, dan sejenisnya.

Masih ramai sebenarnya, tapi khusus untuk anak-anak di desa yang belum terlalu akrab dengan Smartphone. Seperti contoh, anak-anak di desa tempatku mengajar.

3. Anak-Anak Lebih Banyak Duduk Tasyahud Akhir daripada Sujud

Ilustrasi Tasyahud Akhir. Foto: Islampos
Ilustrasi Tasyahud Akhir. Foto: Islampos

Di desa kami, shalat Tarawih dilaksanakan sebanyak 8 rakaat, syahdan ditambah shalat Witir 3 rakaat. Totalnya 11 rakaat, tidak berat untuk dijalani oleh masyarakat dengan berbagai usia.

Maksimal waktu yang diperlukan hanya setengah jam saja. Jika jam 20.00 shalat dimulai, jam 20.30 sudah banyak jamaah yang otewe pulang ke rumah.

Anak-anak juga demikian. Banyak dari mereka yang sanggup menyelesaikan shalat hingga rakaat terakhir, meskipun tidak jarang darinya yang tertidur pulas di sudut saf.

Tapi, soal tidur, lagi-lagi pengurus masjid tidak mempermasalahkannya. Asalkan mereka tidak ngompol. Hemm.

Malahan, perhatian para pengurus masjid biasanya fokus ke anak-anak yang usil di saf paling belakang. Ya, ada seberkas keanehan bahwa ketika shalat dilaksanakan anak-anak asyik ribut, sedangkan ketika hendak salam, mereka malah diam seraya duduk tasyahud dengan tertib.

Ternyata oh ternyata? Mereka cerdik! Ketika takbiratul ihram mereka berdiri dengan rapi, ketika jamaah mulai sujud rakaat pertama, mereka mulai menggaungkan aksinya dengan membuat kerusuhan di belakang. Agar aman, anak-anak akan duduk tertib jelang salam.

Aih, dasar anak-anak! Memangnya pengurus masjid tidak tahu apa dengan ulah kalian itu!

***

Begitulah 3 keusilan anak-anak di masjid terutama ketika Ramadan tiba. Terkadang ada pula keusilan lain yang dengan segera membuat petugas masjid emosian.

Contohnya seperti lempar kopiah hingga sampai ke sajadah imam, main petasan di depan masjid, hingga main PS di warung sebelah masjid. Hemm

Meski begitu, segenap keusilan yang bikin emosi tersebut malah sangat dirindukan. Tidak hanya bagi para pengurus masjid tapi juga bagi masyarakat pada umumnya.

Terang saja, anak-anak yang mulai mencintai masjid di hari ini adalah sosok penerus pejuang dakwah di masa depan. Apa jadinya kalau anak-anak kurang bekal agama, bagaimana masjid kita akan tambah ramai?

Untuk menangkal kerinduan yang terus bertumbuh ini, biasanya para pengurus masjid yang kreatif akan menghadirkan segunung kegiatan istimewa.

Misalnya seperti menyilakan anak-anak untuk mengisi kultum Ramadan jelang Tarawih, syahdan sesudahnya diberi hadiah. Atau, menyiapkan kegiatan tadarusan semaksimal mungkin dengan rumus: “Makin Banyak Anak yang Ikut Tadarusan, Makin Banyaklah Makanan dan Jajan”.

Adapun kegiatan kekinian yang mungkin cenderung dilirik oleh anak-anak kecil ialah buka bersama di masjid, menggaungkaan kegiatan berbagi takjil di bulan Ramadan, atau membuat video dakwah yang berkaitan dengan bulan Puasa seperti contoh yang telah kami buat berikut ini:

Hanya sekadar video pendek nan sederhana, tapi daya pantiknya luar biasa karena mampu memotivasi anak-anak untuk lebih semangat meramaikan masjid.

Ya, setidaknya mampu kembali membalas kerinduan para pengurus masjid, biarpun nantinya rusuh dan ribut lagi. Mudah-mudahan pandemi segera tutup buku, agar suasana masjid kembali riuh sepenuhnya.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun