Dilansir dari CGTN News via Kompas, burung terkecil di dunia ini dikaruniai sayap yang mampu bergerak seperti angka 8 sehingga memungkinkannya untuk terbang mundur.
Alhasil, kalau kita refleksikan ke dalam kehidupan, didapatlah pelajaran bahwasannya kembali sejenak ke belakang itu adalah salah satu jalan menata perbaikan diri layaknya kolibri yang terbang mundur mencari nektar.
Dalam konteks Ramadan terutama Ramadan tahun lalu, ada salah satu sikap dasar yang perlu segera kita reparasi serta dicegah semaksimal mungkin agar tida terulang lagi di tahun ini. Ya, sikap tersebut adalah berprasangka.
Bulan puasa tahun 2020, ingatkah kita dengan banyaknya orang-orang yang berprasangka buruk bahwa corona itu sejatinya tidak ada, bahwa corona itu rekayasa, bahwa corona adalah konspirasi?
Bahkan tidak tanggung-tanggung, prasangka buruk ini sudah  tercantum dalam Laporan Hasil Survei Nasional Evaluasi Kinerja Pemerintah dan Jalan Panjang Menuju 2024.
Survei yang melibatkan 1.200 responden dan dipilih berdasarkan metode simple random sampling ini menguak data bahwa ada 20,3% responden yang menganggap bahwa covid-19 adalah konspirasi, dan ada 28,7% responden yang menganggap virus corona merupakan hasil rekayasa.
O ya, data di atas adalah survei yang dirilis pada awal Februari tahun 2021. Kaget kita, bahkan sudah satu tahun corona melanda, masih banyak masyarakat yang menebar prasangka buruk.
Padahal sesungguhnya kita sama-sama tahu bahwa "Inna ba'da zhonni itsmun", sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa, sebagaimana yang tertuang dalam Quran Surah Al-Hujurat ayat 12.
Lagi-lagi, kita beruntung karena bisa memetik pelajaran dari burung kolibri yang terbang mundur. Di bulan Ramadan sesungguhnya tiap-tiap diri ingin segera terbang menuju takwa.
Tapi, bagaimana mungkin takwa bisa beriringan dengan sikap berprasangka buruk, terlebih lagi sangkaan tersebut tidak dibarengi dengan dalil ilmiah? Astagfirullahaladzim!