Bahkan, sudah ada kode keras, eh si dia pendamping hidup malah menghilang, hanyut di Samudera Hindia. Hmmm
Daripada selalu minum thai tea bersama teman yang bernama kebosanan, maka tidak sedikit perempuan yang memilih untuk meniti karier.
Pelan-pelan, mereka juga ingin membanggakan orangtuanya.
Terlebih lagi jika sang perempuan adalah anak sulung, maka motivasi untuk menjadi penunjuk arah untuk adik-adiknya begitu besar.
Karier tinggi, diikuti dengan gelar akademik dan pekerjaan yang menghasilkan merupakan kesenangan tersendiri bagi perempuan.
Toh, mereka juga sama berdarah-darahnya mencari kerja dengan laki-laki, sama kerasnya memeras keringat lelah, tidak beda dengan laki-laki. Mereka juga ingin senang, ingin bahagia menikmati jerih payahnya sendiri.
Karier Cemerlang Seorang Perempuan Hanya Untuk...
Sebenarnya, untuk apa para perempuan sekolah tinggi-tinggi, bekerja sendiri dan mandiri. Apa ingin menyaingi karier suami? Atau, ingin mendapat calon suami yang setara? Atau, ingin meningkatkan derajat keluarga?
Apa pun itu, boleh-boleh saja, sih!
Tapi jika perempuan sudah menikah maka mereka harus ikut suami, bukan? Ini jelas, bahkan tidak terbantahkan.
Calon suami di negeri A, sedangkan perempuan di negeri Z. Jika mereka menikah maka sepasang hamba ini tentu akan tinggal di negeri A.
Sudah banyak ditemui para perempuan yang akad di kampungnya, pesta dikampungnya dan beberapa bulan kemudian ikut suaminya merantau. Mau tidak mau, bukan?
Meninggalkan karier walau demi suami itu kadangkala menyakitkan, apalagi jika karier sudah tinggi dan berbunga. Maka dari itu, tidaklah menyakitkan kiranya jika sang perempuan meluruskan orientasi kariernya. Apa itu?
"Generasi yang Taat Berasal dari Rahim yang Taat. Perempuan adalah Sekolah Pertama Bagi Anaknya."