Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kunci Sukses Pembelajaran Tahun 2021: Sabar, Pengertian, dan Kreatif

15 Januari 2021   20:16 Diperbarui: 17 Januari 2021   09:52 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa belajar. Foto oleh Jerry Wang di Unsplash 

Ternyata tahun 2021 masih banyak sekolah yang menggelar PJJ, ya. Termasuk juga sekolahku di provinsi Bengkulu. Padahal kemarin di akhir tahun 2020 sudah terbit panduan pembelajaran tatap muka. tapi, rencana ya tinggal rencana. Terkadang kita terpaksa harus kalah dengan keadaan.

Meski demikian adanya, aku kira sungguh tak mengapa. Walau dengan situasi keadaan yang bagaimanapun, sebisa mungkin proses pembelajaran jangan sampai berhenti. Kita sama-sama resah bila potensi loss learning semakin menganga, terutama di sekolah-sekolah pelosok.

Terang saja, kalau masing-masing sekolah dan dinas pendidikan daerah kurang bijaksana dalam menggaungkan keputusan terkait pembelajaran, maka dikhawatirkan sebagian generasi penerus bangsa bakal kesulitan mengakses pembelajaran.

Maka dari itulah, diperlukan beberapa anak kunci agar pembelajaran di tahun 2021 ini segera menemui kesuksesan. Apakah itu metode pembelajaran daring? Tak perlu lagi, sudah banyak.

Begitu pula dengan strategi maupun media pembelajaran. Semua bisa dipilih layaknya barang jajanan di pasar tradisional.

Nah, kunci sukses pembelajaran yang menurutku cukup krusial di tahun ini ada 3, yaitu sabar, pengertian, dan kreatif.

Benar. Bahwa sabar adalah kunci, kunci dari seluruh aspek kehidupan, termasuklah dalam bidang pembelajaran. Terang saja, semenjak pandemi, baik guru, siswa, bahkan orangtua begitu pontang-panting mengusir nada-nada kebosanan.

Guru berasa bosan gegara terus didesak agar beradaptasi, siswa makin bosan gegara tugas yang semakin menumpuk, bahkan orangtua ikut-ikutan bosan gara-gara hampir tiap minggu anaknya minta duit agar dibelikan kuota.

Padahal? Guru juga manusia, siswa juga manusia, dan orangtua juga manusia. Guru juga butuh proses untuk beradaptasi, bukan seperti robot yang di-charging sebentar lalu bisa berlari. Siswa juga butuh istirahat, karena mereka belum terbiasa memanajemen waktu belajar dengan bijak.

Nah, apalagi orangtua? Semenjak pandemi, kerjaan makin berasa sulit, belum lagi orangtua perlu menambah "jam kerja" pendampingan anak selama PJJ.

Semua hal itu kalau tidak dibarengi dengan kesabaran, maka akan kacau, emosian, hingga menebar nada saling menyalahkan.

Syahdan, beriringan dengan sikap sabar, perlu pula digaungkan sikap pengertian. Iya, bukan hanya para gadis saja yang menuntut agar diperhatikan secara lebih, tapi juga guru, siswa, hingga orangtua.

Guru perlu mengerti bahwa siswa ketika di rumah tidak selalu fokus. Guru perlu mengerti bahwa sinyal internet masing-masing anak tidak bisa selalu stabil. Dan guru pula perlu mengerti bahwa tidak semua siswa mampu menunjukkan kerajinan belajar yang sama ketika di kelas tatap muka.

Tidak jauh berbeda, orangtua pula demikian. Sebagai orangtua, kesabaran dan pengertian itu seperti satu paket.

Anak walaupun dia anak sendiri sangat perlu diberi pengertian. Toh, kalau anak bosan, rasanya orangtualah yang lebih dulu tahu mengapa si anak bosan. Kalau langsung disuruh belajar atau dibebankan tugas rumah yang lebih banyak gegara tidak sekolah secara tatap muka?

Aduh, kasihan! Biarkan anak sedikit lebih "bebas" dan menikmati hidupnya. PJJ itu sebenarnya berat, Bapak/Ibu.

Mari kita sedikit menilik data survei yang dirilis oleh BNPB pada tengah November 2020 kemarin.

Sebanyak 35 anak merasa khawatir ketinggalan pelajaran ketiga PJJ, 15 persen anak merasa tidak aman, 20 persen anak rindu teman, dan 10 persen anak khawatir dengan ekonomi keluarga.

Kalau datanya seperti ini, apakah bantuan semacam BSU, BLT, atau sejenisnya mampu menjadi solusi? Secara finansial, mungkin cukup. Tapi untuk ketenangan batin, tidaklah cukup. Dibutuhkan kesabaran dan pengertian yang luar biasa baik dari orangtua maupun guru.

Dan kunci sukses pembelajaran yang ketiga adalah kreatif. Entah itu di situasi PJJ maupun pembelajaran tatap muka, pesan tentang kreativitas tidak pernah tinggal. Aku kira, malah tidak bisa ditinggalkan.

Terang saja, menumbuhkan kreativitas itu tidak semudah teori. Teori tentang kreativitas memang banyak, tapi untuk mempraktikkannya? Belum tentu. Contohnya seperti membuat video pembelajaran. Apakah bisa cepat? Ternyata tidak. Butuh waktu, bahkan berjam-jam.

Malahan, setelah video tersebut selesai dan diunggah ke YouTube, belum tentu gurunya dianggap kreatif. Mengapa kok bisa seperti itu? Karena ketika proses pembelajaran berlangsung, guru membutuhkan teknik mengajar agar siswa mau fokus bin perhatian dengan video ajar.

Nah, ternyata mengajar di tengah pandemi itu kedengarannya susah, ya? Sama, orangtua juga pasti berpikiran bahwa ternyata menambah waktu untuk mendampingi anak belajar di rumah itu cukup susah.

Pun demikian dengan siswa. mereka juga berpikiran bahwa, ternyata belajar dari rumah itu banyak bosannya, ya. Lebih enak belajar tatap muka di sekolah.

Tapi, ya sudah, sih. Tak perlu terlalu dipikirkan juga. Jalani saja peran kita masing-masing sembari meninggikan sabar, pengertian, dan juga kreativitas. Terpenting, semangat jangan runtuh!

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun