Syahdan, beriringan dengan sikap sabar, perlu pula digaungkan sikap pengertian. Iya, bukan hanya para gadis saja yang menuntut agar diperhatikan secara lebih, tapi juga guru, siswa, hingga orangtua.
Guru perlu mengerti bahwa siswa ketika di rumah tidak selalu fokus. Guru perlu mengerti bahwa sinyal internet masing-masing anak tidak bisa selalu stabil. Dan guru pula perlu mengerti bahwa tidak semua siswa mampu menunjukkan kerajinan belajar yang sama ketika di kelas tatap muka.
Tidak jauh berbeda, orangtua pula demikian. Sebagai orangtua, kesabaran dan pengertian itu seperti satu paket.
Anak walaupun dia anak sendiri sangat perlu diberi pengertian. Toh, kalau anak bosan, rasanya orangtualah yang lebih dulu tahu mengapa si anak bosan. Kalau langsung disuruh belajar atau dibebankan tugas rumah yang lebih banyak gegara tidak sekolah secara tatap muka?
Aduh, kasihan! Biarkan anak sedikit lebih "bebas" dan menikmati hidupnya. PJJ itu sebenarnya berat, Bapak/Ibu.
Mari kita sedikit menilik data survei yang dirilis oleh BNPB pada tengah November 2020 kemarin.
Sebanyak 35 anak merasa khawatir ketinggalan pelajaran ketiga PJJ, 15 persen anak merasa tidak aman, 20 persen anak rindu teman, dan 10 persen anak khawatir dengan ekonomi keluarga.
Kalau datanya seperti ini, apakah bantuan semacam BSU, BLT, atau sejenisnya mampu menjadi solusi? Secara finansial, mungkin cukup. Tapi untuk ketenangan batin, tidaklah cukup. Dibutuhkan kesabaran dan pengertian yang luar biasa baik dari orangtua maupun guru.
Dan kunci sukses pembelajaran yang ketiga adalah kreatif. Entah itu di situasi PJJ maupun pembelajaran tatap muka, pesan tentang kreativitas tidak pernah tinggal. Aku kira, malah tidak bisa ditinggalkan.
Terang saja, menumbuhkan kreativitas itu tidak semudah teori. Teori tentang kreativitas memang banyak, tapi untuk mempraktikkannya? Belum tentu. Contohnya seperti membuat video pembelajaran. Apakah bisa cepat? Ternyata tidak. Butuh waktu, bahkan berjam-jam.
Malahan, setelah video tersebut selesai dan diunggah ke YouTube, belum tentu gurunya dianggap kreatif. Mengapa kok bisa seperti itu? Karena ketika proses pembelajaran berlangsung, guru membutuhkan teknik mengajar agar siswa mau fokus bin perhatian dengan video ajar.