Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cerita Rakyat Muning Raib, Mitos Larangan ke Bukit Kaba, dan Pesan Moral yang Bisa Dipetik

10 Januari 2021   21:58 Diperbarui: 10 Januari 2021   22:00 8922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kawah Mati Gunung Kaba (Curup, Bengkulu). Dok. Ozy V. Alandika

Sejak kecil, aku sering dikisahkan cerita rakyat oleh Ayahku. Kisahnya kebanyakan berasal dari daerahku, yaitu seputar Curup dan Bengkulu. Ya, cerita rakyat memang seru, mampu meramaikan suasana ketika kami berada di ladang, sembari memasak air nira menjadi gula aren.

Lima bulan yang lalu, aku sudah pernah berkisah tentang putri sedaro putih yang menjadi cikal bakal munculnya pohon aren (bisa baca di sini), dan sekarang aku ingin sedikit berkisah tentang Muning Raib.

Mengapa aku angkat kisah Muning Raib? Soalnya, ada kutukan yang agaknya masih "menghantui" sejumput warga yang tinggal di kelurahan Dusun Curup bahkan hingga hari ini.

Kutukan itu adalah, pemuda maupun pemudi belum menikah yang berasal (lahir) di Dusun Curup tidak boleh pergi alias berkunjung ke gunung Kaba. Jika nekat, maka khawatir nanti akan hilang alias diculik oleh makhluk halus.

Untuk diketahui, gunung Kaba adalah salah satu gunung api mati yang dapat ditempuh sekitar 2 jam dari rumahku. Tingginya mencapai 1.952 m (ada juga yang menyebut tingginya 1.937 mdpl).

Aku dan rombongan ketika sampai di puncak gunung Kaba. Dok. Ozy V. Alandika
Aku dan rombongan ketika sampai di puncak gunung Kaba. Dok. Ozy V. Alandika

Di provinsi Bengkulu, gunung/bukit Kaba dipandang sebagai lokasi yang cukup angker karena dipercaya menjadi tempat tinggal Malim Bagus, seorang Muning (paman) yang Raib (hilang) dibawa oleh bidadari.

Kisahnya begini:

Dahulu kala, ada seorang pemuda miskin (dalam suatu riwayat ditulis namanya Malim Bagus dalam riwayat lain tetap disebut Muning) dan dirinya tinggal di Dusun Curup bersama Ibu penyabar dan sosok ayah yang temperamental.

Muning disebut-sebut merupakan pemuda yang malas bekerja, pendiam, ceroboh, bahkan sehari-hari kegiatannya hanya memainkan gingong (seruling).

Di suatu hari, Muning diajak ayahnya untuk jadi jenang alias pemuda yang membantu menyiapkan hidangan dalam acara hajatan syukuran desa. Muning mau melakukan pekerjaan tersebut. Tapi saat hadir di hajatan, Muning malah asyik melirik gadis-gadis cantik yang ada di sana.

Sial, di saat Muning menyajikan hidangan untuk Ayahnya, hidangan tersebut tumpah. Muning disuruh pulang, bahkan diusir dari rumahnya.

Ketika itu, pemuda ini tak membawa apa-apa kecuali seruling dan baju yang dipakainya. Syahdan, Muning pergi ke bukit Kaba. Di sana ia kesepian dan kerjaannya hanya memainkan seruling. Tak lama berselang, hadirlah bidadari alias dewi cantik yang terpikat dengan irama seruling.

Keduanya jatuh cinta, lalu menikah.

Setelah waktu berlalu cukup lama, tersebarlah berita tentang raib (hilangnya) Muning. Keluarga dan warga Dusun Curup pun mencarinya hingga bertemulah dengan Muning di bukit Kaba. Muning ingin pulang, tapi dewi melarangnya.

Dewi cantik ini ternyata tidak tega. Dirinya menyilakan Muning pulang dengan syarat warga desa tak boleh memasak lema (rebung) dan pakis (tumbuhan paku) ketika hajatan. Syarat tersebut pun disanggupi dan Muning kembali ke desa.

Masakan Lema. Dok. Ozy V. Alandika
Masakan Lema. Dok. Ozy V. Alandika

Tumbuhan Pakis. Gambar oleh Capri23auto dari Pixabay
Tumbuhan Pakis. Gambar oleh Capri23auto dari Pixabay

Lama menetap di desa, ternyata tanpa diduga warga memasak lema dan pakis saat hajatan. Syarat telah dilanggar, akhirnya Dewi kembali menjemput dan mengajak Muning ke bukit Kaba. Sejak itu, Muning hilang tak tahu rimbanya sehingga dijuluki Muning Raib (Muning/paman Hilang).

*

Kebetulan aku asli orang Curup dan lahir di Curup. Kalau dihitung-hitung, sudah sekitar 6 kali aku hacking ke bukit alias gunung Kaba. Hanya saja, beberapa tahun yang lalu aku sempat menemukan teman yang keluarga masih percaya dengan mitos ini.

Iya, temanku tidak tinggal di Dusun Curup, hanya lahir di sana. Meski begitu, orangtuanya kukuh melarang temanku untuk pergi ke bukit Kaba, walaupun kami ada rombongan di kala itu. Tapi, apa mau dikata, kami tak dapat menentang larangan orangtua dari temanku.

Pesan Moral yang Bisa Dipetik dari Kisah Muning Raib

Dari untaian cerita rakyat di atas, setidaknya ada beberapa pesan moral dan pesan cinta yang bisa kita rengkuh. Terlepas dari mitos larangan pergi ke gunung yang masih berseliweran di daerah Dusun Curup, setidaknya legenda ini telah menyelipkan beberapa pesan kehidupan.

Pertama, Jadi Pemuda Itu Jangan Malas

Iya, begitu. Baik pemuda maupun pemudi, yang jelas di usia muda jangan bermalas-malasan. Orang yang masih muda, darahnya juga muda, yang berarti bahwa seorang pemuda harus gigih, rajin mencari peluang, berkarya, serta tulus membantu orangtua.

Mengapa harus tulus? Ya, pada cerita rakyat di atas, niat Muning untuk membantu ayahnya tidaklah ikhlas. Muning punya niat lain, yaitu "main mata" dengan gadis desa. Sontak saja ayahnya marah.

Kedua, Jadi Orangtua Jangan Terlalu Temperamental

Dari kisah Muning Raib, sejatinya sang ayah sangat menyesal telah kehilangan Muning. Sesal tersebut juga bermula dari tindakan ayah yang marah-marah dan mengusir si Muning. Padahal, kesalahan Muning sepele, hanya menumpahkan hidangan ke tubuh ayahnya di tengah keramaian.

Sang ayah mungkin malu, namun kontrol diri atas sikap malu tersebut sangat berlebihan. Semestinya tidak harus sampai mengusir anaknya pulang. Begitulah. Orangtua perlu berbesar hati menerima kesalahan anaknya.

Ketiga, Jangan Pergi Sendirian ke Gunung, Apalagi Melakukan Hal yang Tak Berfaedah

Bermain seruling mungkin berfaedah, namun ada tempatnya. Katakanlah seperti di acara hajatan, latihan musik, hingga penampilan orkestra. Nah, di luar daripada situasi itu, rasanya tidak ada gunanya bermain seruling seperti yang Muning lakukan sendirian di Gunung Kaba.

Seruling asal Bengkulu di Museum Volkenkunde, Leiden. Foto: rejang-lebong.blospot.com
Seruling asal Bengkulu di Museum Volkenkunde, Leiden. Foto: rejang-lebong.blospot.com

Selain itu, pergi sendirian ke gunung juga bukanlah perbuatan yang bijaksana. Ya, terlepas dari angker atau tidaknya suatu gunung, tetap saja akan lebih baik jika pergi bersama-sama. Kita tidak tahu bencana apa yang akan menimpa diri, namanya saja di tengah hutan.

Keempat, Jangan Berbuat "Onar" di Gunung

Rasanya hal ini cukup penting. Sebagaimana yang kita ketahui, gunung adalah tempat yang sepi, dan kesepian tersebut tidak jarang menjadi jalan setan untuk mengajak diri berbuat jahat. Sebut saja seperti buang sampai sembarangan, kencing sembarangan, hingga merusak hutan.

Sikap Muning mungkin bukanlah keonaran, tapi kegiatan bermain seruling di gunung aku kira bukanlah perbuatan yang bermanfaat. Pun dengan berkata-kata kotor serta berteriak di atas bukit.

Kelima, Menepati Janji 

Meski telah hilang di gunung Kaba, setidaknya ada sejumput kisah cinta yang dilalui oleh Muning dan Dewi alias bidadari dari gunung Kaba. Terlepas sang Dewi adalah makhluk halus atau tidak, yang ditegaskan di sini adalah pentingnya seseorang memegang dan menetapi janji.

Sangat disayangkan bila janji itu dilanggar, karena bakal ada konsuekuensinya. Seperti Muning dan warga desa, mereka gagal memenuhi janji yang sudah ditetapkan bersama-sama. konsekuensinya, Muning pun dikorbankan, hingga terkenallah kisah Muning Raib.

Sebagai penutup, dalam serambeak alias peribahasa suku Rejang sendiri tertuang aturan bahwa "Adat aleak nukai janjei". Artinya, adat kalah dari janji yang bermakna bahwa perjanjian harus ditepati, walaupun janji itu melanggar adat.

Hingga hari ini, cerita rakyat Muning Raib masih populer di tanah Rejang. Bahkan, sekarang sudah diciptakan lagu daerah berbahasa Rejang. Gunanya tidak lain adalah agar masyarakat dapat memetik pelajaran dari kisah Muning Raib.

Salam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun