Di suatu hari, Muning diajak ayahnya untuk jadi jenang alias pemuda yang membantu menyiapkan hidangan dalam acara hajatan syukuran desa. Muning mau melakukan pekerjaan tersebut. Tapi saat hadir di hajatan, Muning malah asyik melirik gadis-gadis cantik yang ada di sana.
Sial, di saat Muning menyajikan hidangan untuk Ayahnya, hidangan tersebut tumpah. Muning disuruh pulang, bahkan diusir dari rumahnya.
Ketika itu, pemuda ini tak membawa apa-apa kecuali seruling dan baju yang dipakainya. Syahdan, Muning pergi ke bukit Kaba. Di sana ia kesepian dan kerjaannya hanya memainkan seruling. Tak lama berselang, hadirlah bidadari alias dewi cantik yang terpikat dengan irama seruling.
Keduanya jatuh cinta, lalu menikah.
Setelah waktu berlalu cukup lama, tersebarlah berita tentang raib (hilangnya) Muning. Keluarga dan warga Dusun Curup pun mencarinya hingga bertemulah dengan Muning di bukit Kaba. Muning ingin pulang, tapi dewi melarangnya.
Dewi cantik ini ternyata tidak tega. Dirinya menyilakan Muning pulang dengan syarat warga desa tak boleh memasak lema (rebung) dan pakis (tumbuhan paku) ketika hajatan. Syarat tersebut pun disanggupi dan Muning kembali ke desa.
Lama menetap di desa, ternyata tanpa diduga warga memasak lema dan pakis saat hajatan. Syarat telah dilanggar, akhirnya Dewi kembali menjemput dan mengajak Muning ke bukit Kaba. Sejak itu, Muning hilang tak tahu rimbanya sehingga dijuluki Muning Raib (Muning/paman Hilang).
*
Kebetulan aku asli orang Curup dan lahir di Curup. Kalau dihitung-hitung, sudah sekitar 6 kali aku hacking ke bukit alias gunung Kaba. Hanya saja, beberapa tahun yang lalu aku sempat menemukan teman yang keluarga masih percaya dengan mitos ini.