Selain itu, pergi sendirian ke gunung juga bukanlah perbuatan yang bijaksana. Ya, terlepas dari angker atau tidaknya suatu gunung, tetap saja akan lebih baik jika pergi bersama-sama. Kita tidak tahu bencana apa yang akan menimpa diri, namanya saja di tengah hutan.
Keempat, Jangan Berbuat "Onar" di Gunung
Rasanya hal ini cukup penting. Sebagaimana yang kita ketahui, gunung adalah tempat yang sepi, dan kesepian tersebut tidak jarang menjadi jalan setan untuk mengajak diri berbuat jahat. Sebut saja seperti buang sampai sembarangan, kencing sembarangan, hingga merusak hutan.
Sikap Muning mungkin bukanlah keonaran, tapi kegiatan bermain seruling di gunung aku kira bukanlah perbuatan yang bermanfaat. Pun dengan berkata-kata kotor serta berteriak di atas bukit.
Kelima, Menepati JanjiÂ
Meski telah hilang di gunung Kaba, setidaknya ada sejumput kisah cinta yang dilalui oleh Muning dan Dewi alias bidadari dari gunung Kaba. Terlepas sang Dewi adalah makhluk halus atau tidak, yang ditegaskan di sini adalah pentingnya seseorang memegang dan menetapi janji.
Sangat disayangkan bila janji itu dilanggar, karena bakal ada konsuekuensinya. Seperti Muning dan warga desa, mereka gagal memenuhi janji yang sudah ditetapkan bersama-sama. konsekuensinya, Muning pun dikorbankan, hingga terkenallah kisah Muning Raib.
Sebagai penutup, dalam serambeak alias peribahasa suku Rejang sendiri tertuang aturan bahwa "Adat aleak nukai janjei". Artinya, adat kalah dari janji yang bermakna bahwa perjanjian harus ditepati, walaupun janji itu melanggar adat.
Hingga hari ini, cerita rakyat Muning Raib masih populer di tanah Rejang. Bahkan, sekarang sudah diciptakan lagu daerah berbahasa Rejang. Gunanya tidak lain adalah agar masyarakat dapat memetik pelajaran dari kisah Muning Raib.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H