Iya, temanku tidak tinggal di Dusun Curup, hanya lahir di sana. Meski begitu, orangtuanya kukuh melarang temanku untuk pergi ke bukit Kaba, walaupun kami ada rombongan di kala itu. Tapi, apa mau dikata, kami tak dapat menentang larangan orangtua dari temanku.
Pesan Moral yang Bisa Dipetik dari Kisah Muning Raib
Dari untaian cerita rakyat di atas, setidaknya ada beberapa pesan moral dan pesan cinta yang bisa kita rengkuh. Terlepas dari mitos larangan pergi ke gunung yang masih berseliweran di daerah Dusun Curup, setidaknya legenda ini telah menyelipkan beberapa pesan kehidupan.
Pertama, Jadi Pemuda Itu Jangan Malas
Iya, begitu. Baik pemuda maupun pemudi, yang jelas di usia muda jangan bermalas-malasan. Orang yang masih muda, darahnya juga muda, yang berarti bahwa seorang pemuda harus gigih, rajin mencari peluang, berkarya, serta tulus membantu orangtua.
Mengapa harus tulus? Ya, pada cerita rakyat di atas, niat Muning untuk membantu ayahnya tidaklah ikhlas. Muning punya niat lain, yaitu "main mata" dengan gadis desa. Sontak saja ayahnya marah.
Kedua, Jadi Orangtua Jangan Terlalu Temperamental
Dari kisah Muning Raib, sejatinya sang ayah sangat menyesal telah kehilangan Muning. Sesal tersebut juga bermula dari tindakan ayah yang marah-marah dan mengusir si Muning. Padahal, kesalahan Muning sepele, hanya menumpahkan hidangan ke tubuh ayahnya di tengah keramaian.
Sang ayah mungkin malu, namun kontrol diri atas sikap malu tersebut sangat berlebihan. Semestinya tidak harus sampai mengusir anaknya pulang. Begitulah. Orangtua perlu berbesar hati menerima kesalahan anaknya.
Ketiga, Jangan Pergi Sendirian ke Gunung, Apalagi Melakukan Hal yang Tak Berfaedah
Bermain seruling mungkin berfaedah, namun ada tempatnya. Katakanlah seperti di acara hajatan, latihan musik, hingga penampilan orkestra. Nah, di luar daripada situasi itu, rasanya tidak ada gunanya bermain seruling seperti yang Muning lakukan sendirian di Gunung Kaba.