Termasuk aku. Iya, barangkali begitu. Karena selama ini pedomanku memahami asesmen nasional baru sebatas draft buku saku dan AKM yang berbentuk pdf. Keduanya dapat diunduh secara gratis dari laman Pusat Asesmen dan Pembelajaran Kemdikbud.
Artinya, kalau ada guru A yang enggan mengunduh maupun cari tahu, dirinya tidak bakal tahu lebih jauh, kan? Rasanya begitu. Kalau mau menunggu angin, barangkali angin sekencang apapun belum tentu bisa menghembuskan buku saku asesmen nasional dari situs ke rumah guru. Hemm
Tapi tenang saja, tidak aneh kok. Bukanlah sebuah keanehan bahwa banyak guru yang masih belum paham sepenuhnya tentang apa itu asesmen nasional.
Karena namanya diikuti dengan kata "nasional", mungkin banyak pihak menebar praduga bahwa asesmen yang rencananya digelar pada Maret 2021 bakal sama persis atau mirip dengan UN. UN dihapus, lalu diganti asesmen nasional. Padahal...
UN dihapus, yang menggantikannya adalah proses, perilaku, serta hasil belajar siswa selama mereka belajar di satuan pendidikan. Simpulannya, kelulusan siswa ditentukan oleh sekolah.
Sedangkan asesmen nasional, sebagaimana yang tertuang dalam lembar tanya jawab Pusat Asesmen Nasional adalah program penilaian terhadap mutu setiap sekolah, madrasah, dan program kesetaraan pada jenjang dasar dan menengah.
Mutu sekolah yang dimaksud dinilai berdasarkan hasil belajar murid dari sisi literasi, numerasi, dan karakter, Â serta kualitas proses belajar-mengajar dan iklim satuan pendidikan yang mendukung pembelajaran.
Rangkaian penilaian tersebut terangkum dalam tiga instrumen utama, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter,dan Survei Lingkungan Belajar.
Sudah?
Belum!
Masih banyak bahan pengetahuan yang bisa dibaca, bagi kita yang mau cari tahu, sih. Tetapi, berdasarkan pengertiannya, dapat direngkuh makna bahwa asesmen nasional itu bukanlah penentu kelulusan siswa.