"Asesmen Nasional 2021 terdengar cukup menyenangkan ketika disampaikan oleh Mas Mendikbud Nadiem, tetapi berasa horor ketika P2G berkomentar tentangnya."
Apa yang salah? Tidak ada. Justru dihadirkannya evaluasi pendidikan bertajuk Asesmen Nasional 2021 merupakan kabar baik bagi para pelajar di Bumi Indonesia tercinta. Anak-anak kita tak perlu lagi takut berlebihan karena menelan beragam isu UN yang mendebarkan.
Sebut saja seperti paket soal yang berbeda, nomor soal yang diacak, tekanan batin agar segenap siswa tidak "malu-maluin" sekolah, bimbel hampir tiap hari, hingga setumpuk deg-degan lainnya yang mungkin bakal susah untuk kita deskripsikan.
Saat ini UN sudah tinggal kenangan. Barangkali, merupakan hikmah atas hadirnya pandemi hingga kemudian UN dihapus. Karena bakal ruwet pelaksanaannya, meskipun di sisi lain kita merasa bahwa telah ada perubahan terhadap orientasi nilai dalam pendidikan.
Namun, perasaan ini bukanlah tanpa dasar. Bersandar dari visi serta penjelasan Mas Mendikbud Nadiem, Asesmen Nasional yang rencananya akan digelar pada tahun depan tidaklah semenakutkan UN di masanya.
"Cara kita mengukur dulu ini harus dibenerin. Cara kita mengukur. Dan jangan menghakimi anak-anak kita karena sebelum ini UN itu menjadi alat diskriminatif bagi anak-anak yang orangtuanya enggak mampu mem-bimbelkan anaknya. Ini udah berpuluh-puluh tahun," ucap Mas Mendikbud dalam acara Diskusi Virtual ultah Slank ke-37, Sabtu (26/12/2020)
Syahdan, Mas Nadiem juga menegaskan bahwa masa depan seorang pelajar tidak bisa ditentukan berdasarkan tes berstandar pilihan ganda dalam UN yang hanya berlangsung dua jam.
Ketika kita renungkan sejenak, rasanya keberadaan Asesmen Nasional 2021 relatif tidak mengancam psikososial siswa, kan?
Bimbel tidak disuruh. Syahdan, nilai alias hasil asesmen tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap nilai rapor maupun kelulusan siswa. Soalnya, asesmen tahun depan ini untuk mengevaluasi pendidikan secara menyeluruh, bukan secara personal serta mengkhususkan siswa tertentu saja.
Sebagaimana yang telah kita ketahui sebelumnya, bahwa sistem evaluasi ala Asesmen Nasional terdiri atas 3 komponen. Ada Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Surver Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. Selengkapnya bisa baca di: (3 instrumen utama Asesmen Nasional)
Nah, di mana letak horornya?
Baru-baru ini Perhimpunan untuk Pendidikan Guru (P2G) melalui koordinatornya, Satriwan Salim meminta kepada Kemendikbud agar pelaksanaan Asesmen Nasional yang sebelumnya akan digelar pada Maret 2021 ditunda.
Beliau pun mengumbar alasan tentang ketidaksiapan pelaksanaan Asesmen. Mulai dari belum adanya naskah akademik dan Peraturan Menteri yang mengatur, masalah PJJ yang tidak efektif dan optimal, hingga minimnya sosialisasi Asesmen Nasional kepada siswa, orangtua, dan guru.
Masih dari organisasi yang sama, Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri juga menerangkan bahwa penundaan Asesmen Nasional (AN) adalah demi kebaikan siswa. Soalnya, di era pandemi AN bisa menghadirkan beban psikologis bagi siswa, pun dengan potensi komersialisasi.
Ketika kita renungkan kembali, sejumput alasan penundaan Asesmen Nasional 2021 memang cukup bisa diterima. Terang saja, kalaupun nanti AN jadi digelar pada Maret 2021 mendatang, artinya itu penyelenggaraan yang pertama kali di Indonesia, kan?
Di sisi lain, semua pihak pasti berpendapat bahwa Asesmen Nasional butuh pengembangan. Tapi, kalau tidak dicoba alias dipraktikkan di lapangan, maka apa-apa saja komponen dari AN yang bisa kita evaluasi dan kembangkan?
Mungkin ada. Sebut saja seperti instrumen penilaian, bagaimana sistem implementasi evaluasi yang efektif, serta desain daripada asesmen itu sendiri. Meski demikian, masing-masing darinya hanya sebatas praduga alias tebak-tebakan potensi semata, kan?
Mungkin, sih. Dan kemungkinan-kemungkinan inilah yang membuat Asesmen Nasional 2021 makin horor. Padahal belum digelar.
Seandainya Asesmen Nasional 2021 Ditunda, Kamu Setuju?
Kalau tidak salah hitung, sekitar tiga minggu yang lalu aku sempat bertemu dengan sahabat lama di sebuah masjid di Curup. Beliau adalah seorang operator/OPS yang bekerja di SMP swasta dan sudah sekitar 4 tahun mengabdi di sana.
Pertemuan itu berlangsung sore hari, dan ternyata sahabatku itu baru pulang dari sekolah. Dirinya bercerita bahwa sepanjang pagi hingga sore ia bersama tim IT sedang sibuk melakukan uji coba server proktor, server siswa, sekaligus melibatkan 5 sampel siswa untuk tes AN.
Siang ini aku tanya lagi tentang setinggi apa derajat keruwetannya, dan ternyata beliau berucap bahwa pelaksanaan Asesmen nantinya tidak begitu merepotkan. Toh, tidak semua siswa ikut ujian.
Bersandar dari buku saku Asesmen Nasional, peserta yang bakal ikut terdiri dari siswa kelas V maksimal 30 orang, sedangkan kelas VIII dan IX maksimal 45 orang setiap satuan pendidikan.
Berpatokan dari jumlah peserta asesmen, barangkali pada pelaksanaannya nanti, sekolah maupun siswa tidak begitu terbebani, walaupun situasinya bisa saja masih dalam suasana pandemi.
Dan terkait dengan sosialisasi, Kemendikbud sendiri juga secara rutin mengadakan program guru belajar dengan berbagai seri, termasuk juga seri Asesmen Nasional. Nah persoalan mau atau tidaknya berkenalan dengan Asesmen, agaknya dikembalikan lagi kepada masing-masing guru.
Lebih dari itu, di Google Playstore juga aku cek sudah banyak bertebaran materi soal-soal AKM. Padahal? Mas Mendikbud telah menegaskan bahwa untuk mengikuti Asesmen Nasional tidak perlu pakai bimbel khusus. Artinya, sama saja seperti siswa mengisi angket, atau sejenis survei pembelajaran, tanpa perlu ada beban.
Hematku, pelaksanaan Asesmen Nasional pada Maret 2021 nanti bisa menjawab rasa penasaran siswa, guru, orangtua, hingga para praktisi pendidikan. Bahkan, digelarnya sistem evaluasi pengganti UN malah akan menepis kehororan dari ujian itu sendiri.
Seandainya asesmen nasional 2021 ditunda, Kamu setuju? Jangan-jangan malah makin penasaran sembari menebar praduga!
Kalau terus ditunda, mungkin kesan "menakutkannya" semakin bertambah, ya? Terpenting, matangkan persiapan, tutup celah potensi komersialisasi, dan jangan umbar kesan bahwa Asesmen Nasional itu horor bagi siswa. Toh, mereka sudah senang gegara UN dihapus.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H