Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu Mengajarkanku Literasi Dasar Kehidupan Secara Gratis!

6 Desember 2020   23:40 Diperbarui: 6 Desember 2020   23:55 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibuku pernah menjual anting demi membayar uang kuliahku. Saat itu kami benar-benar dalam kesulitan. Dok. Diolah dari canva

Ketika berkisah tentang Ibu, agaknya hati kita akan sedikit bergetar. Ada segenap perasaan yang terkadang ingin tumpah lewat air mata, juga lewat doa. Pasti begitu. Karena Ibu adalah sosok spesial bin istimewa yang menjadi jalan tergapainya surga.

Lebih dari itu, ketika kita diminta untuk bercerita tentang sosok Ibu, seringkali cerita itu tidak pernah selesai. Karena memang waktunya yang tidak cukup. Tambah lagi, kisah diriku dan dirimu tentang Ibu biasanya berbeda. Hanya satu yang sama, yaitu pengabdian alias kebaktian.

Dalam tulisan ini aku ingin berkisah sedikit tentang kehebatan Ibuku. Namun, sebelum itu aku ingin menyajikan contoh nyata kehebatan seorang Ibu yang berhasil membuat anaknya sukses hanya gara-gara sebuah kalimat.

Siapakah anak itu? Dialah Syeikh Abdurrahman as-Sudais, Imam Besar Masjidil Haram sekaligus seorang Hafiz yang bersuara indah.

Dikisahkan, dulu ketika Sang Imam masih berusia anak-anak, beliau pernah membuat Ibundanya kesal dengan cara menabur pasir di dalam hidangan/gulai kambing, padahal hidangan tersebut sudah disiapkan untuk tamu kehormatan.

Hebatnya, sang Ibunda yang kesal malah menyumpahi Sudais kecil dengan kalimat:

"Sudais, dasar kamu anak nakal! Awas kamu kalau sudah besar kamu akan menjadi Imam Masjidil Haram!"

Syeikh Abdurahman as-Sudais. Sumber foto: Moslemtoday. Diolah oleh Ozy V. Alandika.
Syeikh Abdurahman as-Sudais. Sumber foto: Moslemtoday. Diolah oleh Ozy V. Alandika.
Ternyata sumpah tersebut benar-benar dikabulkan oleh Allah. Sekarang Syeikh as-Sudais sudah menjadi seorang Imam Besar. Kisah ini kudapatkan dari seorang Kompasianer hebat bernama Pak Nursalam, sungguh kisah inspiratif yang bisa menguatkan rasa sayang kita kepada Ibu.

Ibu Mengajarkanku "Literasi Dasar Kehidupan" Secara Gratis!

Bagiku dan bagi kita semua, Ibu benar-benar sosok yang istimewa. Ibu merupakan sekolah sekaligus guru pertama yang mengajarkan kita tentang "Literasi Dasar Kehidupan" secara gratis.

Ibu yang punya sekolah, dan Ibu pula yang menjadi gurunya. Bahkan, materi ajar tentang kehidupan sudah Ibu bagikan ketika kita masih bernaung di dalam kandungan.

Ibu mengajak bercerita, lalu kaki kita yang masih berada di dalam rahim merespon dengan cara menendang-nendang.

Jika dalam Buku Gerakan Literasi Nasional yang dirilis oleh Kemendikbud tahun 2017 bercerita tentang sosialisasi literasi dasar, Ibuku juga demikian. Bahkan, literasi dasar sang Ibu sudah berhubungan erat dengan kehidupan dan berisikan banyak hikmah. Tidak sekadar teori.

Izinkan aku bercerita tentang  beberapa literasi dasar kehidupan tersebut, ya :-)

Ibuku adalah Sekolah Sekaligus Guru Literasi Baca Tulis Kehidupan

Kalau sudah berbicara tentang literasi baca tulis, biasanya banyak dari kita yang sering mengaitkannya dengan skor Programme for International Student Assessment (PISA). Hasilnya?

Dalam skor PISA terbaru yang rilis pada Desember 2019 kemarin, ternyata anak-anak kita mendapat skor literasi membaca sebesar 371 saja. Sedangkan rata-rata skor negara peserta Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) adalah 487.

Skor literasi membaca PISA. Diolah dari sumber www.oecd.org
Skor literasi membaca PISA. Diolah dari sumber www.oecd.org

Aduh! Skor anak-anak kita berada di bawah rata-rata sehingga sepak terjang para guru di sekolah menjadi sorotan. Padahal...

Orangtua juga punya tanggung jawab menanamkan literasi dasar baca tulis kepada anaknya. Hebatnya, Ibu sebagai sekolah dan guru pertamaku mempunyai gaya dan cara pandang mengajar literasi dasar baca tulis yang berbeda.

Sewaktu aku SD hingga SMA, Ibuku tidak pernah sekalipun menyuruhku untuk mengabaikan buku-buku tulis lama, walaupun hanya sekadar catatan dengan tulisan bak ceker ayam.

Buku-buku lamaku masih tersimpan manis di lemari dan rak buku. Dok. Ozy V. Alandika.
Buku-buku lamaku masih tersimpan manis di lemari dan rak buku. Dok. Ozy V. Alandika.

Aku sejujurnya heran, padahal cuma buku tulis usang, tetapi Ibuku selalu memintaku untuk membacanya walaupun aku sudah berada di jenjang sekolah yang berbeda.

Tapi, sekarang aku mulai paham, paham betul. Bahwa ilmu baca tulis itu tidak pernah berubah, dari dulu hinggalah hari ini.

Yang berubah hanyalah peristiwanya, dan peristiwa tersebut terlihat semakin kompleks ketika bercampur dengan masalah. Tinggal lagi, bagaimana kebijaksanaan diri dalam menghadapinya.

Ibuku hebat! Literasi dasar baca tulis yang beliau ajarkan ternyata merupakan literasi dasar membaca kehidupan.

Ibuku adalah Sekolah Sekaligus Guru Literasi Numerasi dan Finansial Kehidupan

Kalau sudah berkisah tentang literasi angka, kurang lengkap rasanya jika numerasi tidak disandingkan dengan finansial. Menurutku, keduanya berhubungan erat, terutama dalam kehidupan di abad ke-21 ini.

Jika di sekolah formal kita kebanyakan belajar tentang operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan sebagainya, ternyata di sekolah kehidupan tuntutan literasi numerasi serta finansial jadi bertambah. Buktinya?

Belum lama ini, Sekretaris Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) Ahmad Solichin Lutfiyanto membeberkan data bahwa tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia baru mencapai 37%. Hal ini tidak seimbang dengan inklusi keuangan di Indonesia yang sudah mendekati angka 80%.

Literasi finansial masyarakat masih rendah. Data diolah dari sumber CNBC Indonesia/2020
Literasi finansial masyarakat masih rendah. Data diolah dari sumber CNBC Indonesia/2020

Artinya, untuk program jangka panjang, diperlukan peningkatan literasi finansial sejak dini, karena memang kecakapan literasi tidak bisa didapat semudah membalikkan telapak tangan.

Kenyataannya, ketika kita mendekatkan literasi numerasi dan finansial dengan kehidupan, tuntutan kecakapan seorang anak malah semakin diminta untuk lebih dari sekadar aplikasi operasi hitung.

Untuk menggapai kecakapan tersebut, aku belajar banyak dari Ibu. Sejak kecil, aku suka diajak Ibuku ke pasar tradisional. Setiap kali pergi ke pasar, setiap itu pulalah aku melihat Ibu membeli jengkol, bawang merah, bawang putih, serta beberapa jenis sayur mayur lainnya.

Tapi, di sisi lain, aku malah malu sendiri ketika mendampingi Ibuku waktu itu. Terang saja, beliau hanya membeli jengkol sebanyak 250 gram, bawang putih dan bawang merah juga hanya beberapa biji saja.

Pertanyaanku dalam hati, "mengapa kok Ibuku tidak beli masing-masing 1 kilogram saja?"

Ternyata, di saat itu juga sebenarnya Ibuku sedang menyekolahkanku di sekolah literasi dasar kehidupan di bidang numerasi dan finansial.

Dalam diamnya, beliau selalu menyisihkan uang demi bisa membeli buah-buahan sepulang dari pasar. Buah-buahan tersebut adalah penawar lelahku karena sudah berkeringat berjalan ke sana-sini keliling pasar.

Lebih jauh, literasi dasar numerasi dan finansial kehidupan yang diajarkan oleh Ibuku juga berkisah tentang pengorbanan.

Dulu, sewaktu aku duduk di semester dua bangku kuliah, kondisi keuangan orangtuaku sedang berada di masa tersulit. Waktu itu musim kemarau, sayur murah, gula aren sebagai usaha utama ayah sedang berhenti, kopi belum panen, dan uang beasiswaku belum cair.

Ibuku pernah menjual anting demi membayar uang kuliahku. Saat itu kami benar-benar dalam kesulitan. Dok. Diolah dari canva
Ibuku pernah menjual anting demi membayar uang kuliahku. Saat itu kami benar-benar dalam kesulitan. Dok. Diolah dari canva

Aku galau. Aku tidak punya tabungan lagi, sedangkan pihak kampus sudah mulai menangih SPP kuliah. Rasanya aku ingin mengambil cuti saja. Aku berpikir, tidak mungkin lagi Ayahku meminjam uang. Pinjaman ayah waktu itu sudah banyak.

Tetapi, Ibuku malah mengambil jalan lain. Di hari aku libur kuliah, Ibu mengajakku ke pasar. Aku tidak tahu Ibu mau membeli apa. Dan ketika kami sudah sampai di pasar, Ibuku ternyata menjual kedua antingnya. Sumpah! Bergetar hatiku di hari itu, juga saat aku menulis artikel ini.

Ibuku adalah sekolah dan guru kehidupan yang sesungguhnya. Beliau berkorban banyak, dan pengorbanan itu sama sekali tidak akan seimbang jika kita sandingkan dengan ilmu Matematika.

Belum ada titik temu antara ilmu Matematika dengan pengorbanan, kecuali kerugian. Dan Ibu tidak pernah sekalipun menuntut pembayaran atas segala pengorbanan yang beliau lakukan. Ibu Mengajarkanku "Literasi Dasar Kehidupan" Secara Gratis!

***

Begitulah secarik kisah tentang Ibu yang bisa aku tuangkan. Sejatinya masih sangat banyak kecakapan literasi dasar dengan konsep "kehidupan" dan "demi anak" seperti adab, ilmu agama, ilmu budaya, sains, hingga kewargaan.

Tapi, seperti yang kukatakan di awal tulisan ini, kisah tersebut tidak akan pernah selesai. Sama halnya dengan pengabdian seorang anak kepada Ibu. Pengabdian tidak akan selesai kecuali seorang anak sudah meninggal, atau, ketika hari kiamat tiba.

Bersyukurlah kita yang hari ini masih bisa melihat sosok Ibu baik dari jauh maupun dari dekat. Dan bersyukur pulalah kita yang hari ini masih diberikan kesempatan umur sehingga bisa meneruskan pengabdian dan melantunkan doa tiada putus untuk Ibu, juga Ayah.

Mudah-mudahan bakti diri kepada Ibu yang telah mengajarkan kita literasi dasar kehidupan secara gratis bisa menjadi jalan untuk bersama-sama dengan orangtua dan keluarga di surga nanti. Aamiin

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun