Ternyata, di saat itu juga sebenarnya Ibuku sedang menyekolahkanku di sekolah literasi dasar kehidupan di bidang numerasi dan finansial.
Dalam diamnya, beliau selalu menyisihkan uang demi bisa membeli buah-buahan sepulang dari pasar. Buah-buahan tersebut adalah penawar lelahku karena sudah berkeringat berjalan ke sana-sini keliling pasar.
Lebih jauh, literasi dasar numerasi dan finansial kehidupan yang diajarkan oleh Ibuku juga berkisah tentang pengorbanan.
Dulu, sewaktu aku duduk di semester dua bangku kuliah, kondisi keuangan orangtuaku sedang berada di masa tersulit. Waktu itu musim kemarau, sayur murah, gula aren sebagai usaha utama ayah sedang berhenti, kopi belum panen, dan uang beasiswaku belum cair.
Aku galau. Aku tidak punya tabungan lagi, sedangkan pihak kampus sudah mulai menangih SPP kuliah. Rasanya aku ingin mengambil cuti saja. Aku berpikir, tidak mungkin lagi Ayahku meminjam uang. Pinjaman ayah waktu itu sudah banyak.
Tetapi, Ibuku malah mengambil jalan lain. Di hari aku libur kuliah, Ibu mengajakku ke pasar. Aku tidak tahu Ibu mau membeli apa. Dan ketika kami sudah sampai di pasar, Ibuku ternyata menjual kedua antingnya. Sumpah! Bergetar hatiku di hari itu, juga saat aku menulis artikel ini.
Ibuku adalah sekolah dan guru kehidupan yang sesungguhnya. Beliau berkorban banyak, dan pengorbanan itu sama sekali tidak akan seimbang jika kita sandingkan dengan ilmu Matematika.
Belum ada titik temu antara ilmu Matematika dengan pengorbanan, kecuali kerugian. Dan Ibu tidak pernah sekalipun menuntut pembayaran atas segala pengorbanan yang beliau lakukan. Ibu Mengajarkanku "Literasi Dasar Kehidupan" Secara Gratis!
***
Begitulah secarik kisah tentang Ibu yang bisa aku tuangkan. Sejatinya masih sangat banyak kecakapan literasi dasar dengan konsep "kehidupan" dan "demi anak" seperti adab, ilmu agama, ilmu budaya, sains, hingga kewargaan.