Rasulullah adalah idola sepanjang masa, juga teladan hidup bagi manusia. Tidak mungkin rasanya orang tua harus mengajarkan kecintaan dengan cara marah-marah bahkan memaki-maki. Tugas menanamkan kecintaan kepada Nabi bagi orang tua adalah dakwah, maka caranya harus baik.
Gus Baha (Ahmad Bahauddin Nursalim) dalam ta'limnya pernah mengatakan bahwa tiap-tiap manusia adalah budaknya kebaikan. Permasalahannya adalah, baik menurut pandangan manusia belum tentu baik menurut kacamata syariat.
Perwujudannya seperti ini. Misal, ada seorang anak disuruh orang tuanya sholat dengan cara marah-marah, dan di waktu yang bersamaan, anak tadi diajak oleh temannya untuk main game ke warnet dengan biaya main ditanggung oleh temannya. Lalu, anak akan pilih mana?
Secara otomatis, anak akan milih main game ke warnet karena game itu adalah kebaikan baginya. Padahal, yang baik sebenarnya adalah sholat, kan?
Alhasil, Qur'an memberikan solusi, sampaikanlah dengan hikmah (bil hikmah), dengan perkataan yang baik (mau'izatil hasanah), juga dengan bantahan yang baik (billati hiya ahsan).
Syahdan, Ajari pula anak-anak kita mencintai Nabi dengan teladan secara kontinu. Saat di rumah, tanpa di sadari, kebiasaan anak orang tua akan ditiru oleh anak. Jadi, contohkan pula bagaimana wujud dari kecintaan kepada Nabi sembari mengajar.
Kalau kita punya cita-cita melihat anak cinta Nabi tiap hari, berarti kita juga harus memberi contoh teladan tiap hari. Agar berimbang antara harapan dan perwujudan.
Sederhananya, bagaimana mungkin anak akan terbiasa mencintai Nabi dengan sering bershalawat kalau orang tuanya tiap hari menyetel musik remix tanpa henti. Hemm
Ketiga, Jangan Setengah-Setengah Mengajarkan Kecintaan kepada Nabi
Prinsip "jangan setengah-setengah dalam mengajar" agaknya cukup krusial sekaligus mengkhawatirkan. Mengapa saya katakan demikian?
Ketika sahabat baik itu yang berstatus orang tua maupun guru menyampaikan ilmu setengah-setengah kepada anak, maka ketika itu pula anak tadi rawan berpengetahuan sempit.
Karena konteksnya di sini adalah penanaman kecintaan kepada Baginda Rasulullah SAW, maka kita contohkan saja dengan pengalaman Sunnah-Sunnah Nabi.
Misal, sahabat mengajarkan tentang gerakan sholat ala Rasulullah. Menurut berbagai hadis, pada dasarnya gerakan takbir, bacaan iftitah, hingga gaya bersedekap itu bervariasi, kan? Nah, sebisa mungkin sahabat sampaikan semuanya secara utuh.