Kamu suka makan cemilan dan gorengan bersamaan dengan cabai rawit, kan?Â
Suka dong ya. Pastinya begitu. Kalaupun ada yang kurang suka makan gorengan bersamaan dengan cabai rawit mentah, setidaknya sang bunda di rumah suka buat sambal pakai cabai rawit. Biar lebih hot!
Tapi, kalau kita melihat eksistensi cabai rawit hari ini, agaknya tanaman yang bernama ilmiah Capsicum annuum 'Bird's Eye' ini benar-benar sedang hot deh. Sudah rasanya pedas, harganya pun kian pedas!
Berdasarkan pantauan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional pada Senin (26/10/2020), rata-rata harga cabai rawit nasional mencapai Rp39.300 per kg. Ngeri banget kan harganya!Â
Padahal mulai besok kita akan memasuki hari-hari libur panjang dalam suasana WFH. Berarti, kebutuhan akan cabai rawit akan bertambah, kan? Kalau di Curup, beberapa hari ini harga cabai masih berkutat di angka Rp 20.000 per kg. Coba saja kalau harga cabainya nasional, kan dapat untung 2 kali lipat!
Meski begitu, akan makin pusing jikalau kita hanya bercerita tentang pergolakan harga cabai. Apalagi bagi mereka yang selama ini suka beli cabai. Nah, mengapa tidak kita tanam saja si cabai mungil yang pedas ini. Bagaimana? Setuju? Setuju dong.
Sejatinya bertanam cabai rawit tidaklah sesukar mendaki puncak Mount Everest. Cabai rawit cenderung lebih mudah dirawat bila dibandingkan dengan cabai panjang maupun cabai hibrida.Â
"Tapi aku tidak punya lahan!"
Tenang, jangan khawatir. Nanti aku hadiahkan sekaveling sawah untukmu! Eh, maksudku, ku hadiahkan sedikit tata cara tanam cabai rawit yang tidak menyusahkan.
Hal pertama yang perlu kita persiapkan bukanlah lahan yang berhektar-hektar, melainkan polybag untuk menyilakan bibit cabai bertunas. Kalau kamu punya ternak, bolehlah hadiahkan si benih cabai sedikit pupuk organik.
Aku biasanya menggunakan pupuk kambing atau pupuk ayam. Kalaupun tidak ada, mendingkan kita buat saja pupuk kompos. Toh, tanaman cabai ini untuk kita konsumsi sendiri. Syukur kalau buahnya banyak, bisa kita bagi-bagi dan jual. Kalau enggak punya polybag, Bang?
Kalau di rumah, kita tak punya polybag, maka kita bisa gunakan bekas wadah mi instan untuk menyemai calon tunas cabai rawit. Tentu saja kita tidak akan mengeluarkan biaya tambahan. Apalagi harus capek-capek beli mi instan seratus porsi. Kan kasihan dengan usus dan lambung. Nanti mereka kenapa-kenapa lagi! Hem
Andai di rumahmu, polybag tidak punya, wadah mi instan belum ada, lagi-lagi tak perlu resah dan gelisah hingga hilang senyum manis di wajah. Kita cukup cari karung bekas bungkus semen sewaktu dulu pernah bangung rumah. Pasti ada, kan? Ada dong.Â
Nah, ketika tunas cabai rawit mulai eksis ke dunia atas tanah kira-kira 3-4 minggu, maka bisa segera kita pindahkan ke bedengan alias lahan terbuka. Ini khusus bagi kita yang punya lahan, ya.Â
Tidak perlu banyak, sih. Satu bedengan sepanjang 3 meter saja sudah oke kok. Soalnya jarak tanam cabai rawit tidak terlalu lebar. Paling-paling sekitar 2-3 jengkal tangan orang dewasa.
Lagi, nih, ya. Kalau kita punya sedikit lahan, ada baiknya tumbuhan cabai rawit jangan kita biarkan sendirian. Lha, truk saja gandengan, kan. Masa cabai rawit tidak!Â
Ups. Maksudku, temani cabai rawit dengan tanaman yang mudah tumbuh seperti terong, lumai, hingga singkong.
Lho, kok singkong juga, Bang? Ya, seperti yang ku katakan di awal tadi, sejatinya cabai rawit tumbuhnya tidak "rewel". Cabai rawit yang tumbuh di tempat yang cenderung sering teduh biasanya lebih aman dari serangan daun keriting. Rebonding, dong?Â
Bukan,kenyataannya memang begitu. Bahkan, di ladangku sempat kami tanam cabai rawit di bawah pohon aren. Tapi itu dulu, sekarang tidak lagi. Ladang sudah tak aman lagi, Bro! Maka dari itulah, cabai rawit mendingan kita tanam di tempat yang aman, seperti contoh, di pekarangan rumah.
Nah, ketika tanaman cabai rawit mulai berbunga dan berbuah, sebenarnya kita tak perlu memberikannya pupuk lagi. Tapi, kalau mau buahnya lebih lebat dan banyak, maka perlu kita hadiahkan pupuk seperti phonskha cair ataupun NPK dengan sistem cor (siram tanahnya).
Meski begitu, bagiku, kalau di awal-awal penyemaian sudah ada pupuk organik, tak perlu kita tambah lagi. Cukup kita usir tumbuhan pengganguu yang bisa merebut nutrisi tanah dari cabai.
Memasuki usia 11-12 minggu (kira-kira 3 bulan), sejatinya cabai rawit sudah boleh dipanen. Kebanyakan dari kita suka memanen cabai rawit selagi masih ijo kan? Begitulah. Di berbagai gerobak gorengan, rata-rata isinya ada cabai rawit mentah, kan?
Tidak ada aturan khusus untuk memetik cabai rawit. Tapi, jangan pula kalian cabut dari akarnya, ya! Kalau ingin memetik cabai untuk dijual, biasanya selang waktu pemetikan adalah setiap sebulan sekali.Â
Cabai rawit, terutama yang berasal dari bibit lokal (racik sendiri) biasanya mampu bertahan hingga 2 tahun. Ini kalau kita rajin merawatnya, ya. Tapi, bisa dibayangkan kalau kita menanam cabai rawit secara berkala. Alhasil, tak perlu beli cabai lagi dong? Malahan, kita jadi penjual cabai. Hahaha
Sudah, ya. Sampai di sini dulu. Sebagai hadiah, ku berikan satu foto lagi agar kita semakin semangat bertanam cabai rawit.
Salam. :-)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H