Ketika dijabarkan satu per satu seperti ini, jelas Kemendikbud akan kewalahan. Mas Nadiem perlahan akan terkekang dengan rumitnya tantangan implementasi sehingga kebanyakan aksi yang timbul adalah menunggu dan menunggu.
Padahal, Bu Sri Mulyani menyebut permasalahan PJJ tidak hanya sekadar kuota. Nah, kok kelihatannya Sang Kemenkeu yang berpikir lebih luas dan perhatian?
Lagi-lagi kita katakan bahwa implementasi PJJ menemui banyak kendala. Siswa kewalahan, guru kesusahan, bahkan semua orang juga harus menghadapi berbagai rintangan untuk mengakses pendidikan.
Alhasil, beruntung bahwa banyak pihak begitu perhatian dengan pendidikan. Berdasarkan pijakan ini, agaknya solusi dan program PJJ perlu ditatap lebih "ngebut" dengan tujuan jangka panjang.
Terang saja, kita tak ada yang tahu kapan pandemi berakhir. Ketika PJJ dengan setumpuk RPP, kurikulum, serta subsidi bantuan yang dihadiahkan untuk memaksimalnya dirumuskan dalam tujuan jangka panjang, barangkali PJJ sistem daring dan luring tetap jadi opsi ketika pandemi sudah berakhir.
Dengan demikian, terasalah oleh kita yang namanya akselerasi. Ketika Bumi Pertiwi sudah sehat, wajah pendidikan negeri ini tidak lagi terlalu sibuk dengan aktivitas utak-atik kurikulum, penghapusan kebijakan, hingga revisi orientasi pembelajaran.
Pada dasarnya orientasi pembelajaran kita kan sudah jelas? Â Teori Merdeka Belajar: Guru mengajar dengan merdeka, sedangkan siswa diajari sesuai dengan sandaran kebutuhan mereka. Rasanya, peneguhan mindset seperti inilah yang perlu diwujudkan dan diupayakan secara maksimal.
Kalau terlalu sibuk menunggu evaluasi implementasi, kapan selesainya? Kalau lama gerak, bisa-bisa rapor pendidikan nilainya makin banyak yang merah.
Salam.