"Kalau siswanya tak memperhatikan, bagaimananya pembelajaran mau efektif?"
"Kalau gurunya kurang perhatian, bagaimana siswa bisa merasakan aktivitas belajar?"
Perhatian, agaknya ini adalah salah satu prinsip dasar yang tak boleh ditinggalkan dalam pembelajaran. Andai suasana belajar baik di kelas nyata maupun kelas maya tidak menyertakan adanya perhatian, maka bisa jadi guru yang mengajar hanya dapat lelahnya saja.
Sedangkan siswa? Ya, tanpa perhatian, bagaimana bisa proses transfer ilmu berjalan dengan mulus. Alhasil, ilmu dan pengetahuan yang disampaikan oleh guru terkesan "hanya lewat" di pikiran siswa. Mungkin materi belajar akan menempel hingga beberapa menit, tapi seterusnya? Lupa!
Rugi dong kalau begitu? Yang namanya siswa mana kenal yang namanya untung rugi dalam belajar di kelas. Yang mereka tahu adalah datang ke kelas, mengisi presensi, dapat uang jajan, bisa bermain dengan teman, dan setelah itu mereka pulang.
Jadi, para gurulah yang kiranya perlu memaksimalkan perhatian sebagai salah satu prinsip utama dalam mengajar. Caranya? Baiklah, berikut akan penulis hadirkan 4 tips untuk memaksimalkan prinsip perhatian.
Pertama, Ciptakan Suasana Kelas yang Nyaman
Untuk mendapat perhatian belajar yang lebih, baik guru maupun siswa perlu menciptakan suasana kelas yang nyaman. Banyak hal yang mendukung terciptanya kenyamanan. Mulai dari kebersihan kelas, kerapian segaram, pola duduk siswa, hingga ketersediaan aliran udara yang cukup.
Masing-masing hal pendukung kenyamanan ini sejatinya perlu diperhatikan oleh guru. Biasanya wali kelas yang lebih pro-aktif dalam memfasilitasi kesiapan kelas untuk belajar.
Tapi, semua guru sejatinya adalah "wali kelas", kan? Tentu saja. Maka dari itu, semua guru berhak menciptakan kenyamanan di kelas. Entah itu kelas nyata atau kelas maya, keduanya sama saja.
Kondisi kelas yang segar dan nyaman akan memudahkan guru untuk mendapatkan perhatian belajar. Kan kalo enggak diperhatiin, guru jadi rawan emosi dan kecewa. Eh, bukan baperan loh ya!
Kedua, Jalin Komunikasi Belajar-Mengajar Dua Arah
Salah satu alasan besar mengapa pemerintah selalu ngebet untuk gonta-ganti kurikulum ialah, karena desain kurikulumnya kurang memberikan kesempatan belajar-mengajar dua arah.
Boleh kita cek di kurikulum 1994 misalnya. Di sana ditekankan pembelajaran muatan lokal, tapi sayang, gurunya saja yang lebih aktif menyuap materi. Dampaknya? Ya, siswa jadi kurang perhatian karena belum tentu mereka butuh dengan materi yang disampaikan oleh guru.
Kalau siswa sudah "tidak butuh", bagaimana mereka bisa memaknai proses belajar? Nah, di sinilah pentingnya usaha guru dalam memaksimalkan perhatian. Cara ialah dengan sering-sering menjalin komunikasi kepada siswa.
Guru mengajar, siswa juga mengajar. Guru belajar, siswa juga belajar. Di dalam kelas, guru perlu sering-sering memperhatikan siswa. Kalau siswa sudah muram dan berasa ada asap di kepala mereka, guru perlu menyilakan siswa itu untuk berkomunikasi. Toh, siswa bukan robot, kan?
Ketiga, Berikan Siswa Kesempatan untuk Berekspresi
Di kelas maya maupun kelas nyata, yang belajar dan yang butuh dengan materi ajar adalah siswa. Artinya, yang dituntut lebih banyak gerak dan berekpresi adalah siswa.
Jika guru gerak dan ekspresinya lebih banyak daripada siswa, agaknya ini adalah proses mengajar yang mengkhawatirkan. Mengapa saya katakan demikian? Guru yang terlalu aktif malah akan memudahkan dirinya untuk menjadi "penguasa" kelas. Efeknya? Siswa jadi rawan pasif.
Nah, untuk menghindari kepasifan ini, guru perlu memberikan siswa kesempatan untuk berekspresi. Ketika ada isu-isu faktual dan aktual, guru boleh menyilakan siswa untuk mengungkapkan pandangannya.
Guru jangan betah dengan ilmu secara teori, tapi juga berusaha untuk memetik hikmah dari kejadian. Dan kalau bisa, siswa yang memetik hikmah tersebut, sedangkan guru yang menuntun para siswa. Pasti deh, jika proses belajar seperti itu, pasti joss banget.
Keempat, Hadirkan Metode Mengajar yang Bervariasi
Kalau kita berbicara tentang metode mengajar, dapat dikatakan bahwa metode mengajar yang kreatif itu banyak. Tapi, kalau yang kita bicarakan adalah pelaksanaan metode mengajar, maka belum tentu kreativitas yang terkandung dalam metode tersebut bisa menghadirkan perhatian yang utuh.
Mengapa demikian? Bisa jadi, metode ajar yang guru gunakan itu kurang bervariasi. Misalnya, metode ceramah dipakai lebih dari 15 menit. Misalnya lagi, metode bermain digunakan hingga 2 jam pelajaran.
Metodenya bagus, tapi kalau variasinya kurang, maka siswa akan mudah bosan, kan?
Di sinilah pentingnya guru dalam menghadirkan variasi metode pembelajaran. Saya percaya, semua metode pembelajaran yang ada di buku-buku pedoman guru itu kreatif dan bisa dimaksimalkan untuk mendapatkan perhatian siswa secara utuh.
Jika keempat tips ini bisa ditempuh dengan semangat dan keikhlasan mengajar, insya Allah guru akan lebih mudah mendapatkan perhatian siswa dalam proses pembelajaran.
Salam. Semoga bermanfaat.
*telah tayang di blog secangkirkopibersama.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H