Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Buru-buru Ganti Kurikulum, Lalu Pendidikan Kita Jadi Rawan "Nyungsep"

9 September 2020   20:38 Diperbarui: 9 September 2020   22:40 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Ozy V. Alandika

Kita belum dengar evaluasi utuh dari pelaksanaan Kurikulum 2013 selama ini, dan kita juga belum dengar bagaimana upaya pemerintah dalam menyempurnakan Kurikulum Nasional tanpa harus mengganti namanya.

Kalaulah kemudian revisi Kurikulum 2013 ini diarahkan kepada desainnya seperti mengurangi beban kepadatan materi, menyodorkan pendekatan dan strategi mengajar berbasis teknik berpikir tingkat tinggi, serta meningkatkan kompetensi guru dalam menguasai kurikulum, rasanya tidak perlu ada yang namanya judul "Ganti Kurikulum".

Malahan, guru dan sekolah secara tidak langsung akan merasakan sendiri dampaknya. Misalnya, semester depan, buku ajar lebih tipis dan lebih cepat sampai ke sekolah.

Misalnya lagi, di tahun 2021 semua sekolah di Indonesia menggunakan K-13 sehingga di semester genap bisa dilakukan evaluasi secara komprehensif demi penyempurnaan kurikulum secara nasional.

Ojan kira, Kurikulum 2013 ini sudah bagus kok. Namanya saja Kurikulum Pendidikan Karakter. Hanya saja, pemakaiannya di lapangan yang belum optimal. Buku revisi sering telat sampai, kompetensi guru masih meraba-raba, perihal inilah yang kiranya perlu ditindaklanjuti.

Andai tahun 2021 kurikulum baru benar-benar akan dicoba, saya dan Ojan membayangkan bahwa pendidikan kita nantinya akan rawan "nyungsep" alias tergelincir jauh dari jalur kereta kemajuan.

Terang saja, pergantian kurikulum adalah salah satu hal yang cukup ditakuti oleh guru. Ketika kurikulum diganti, beban guru akan bertambah, adaptasi lagi, RPP gaya baru lagi, dan semua ini bukanlah hal yang mudah.

Bahkan, pemerintah juga mestinya lebih sadar bahwa kegiatan ganti kurikulum akan menghabiskan anggaran negara dalam jumlah besar. Atau, kita malah diajak untuk "bakar-bakar" duit demi beli "baju baru" untuk pendidikan? "Baju lama" saja belum tuntas diurus!

Contohnya, nasib buku-buku pelajaran KTSP, buku ajar revisi 2016, 2017, hingga 2018 yang menginap di perpustakaan, semuanya mau diapakan?

Dijual? Ah, kalaulah buku-buku lama boleh dijual, maka sudah sedari dulu sekolah jual untuk kemudian dibelikan alat-alat drumband, misalnya.

Tapi kenyataannya, tidak boleh, kan? Bahkan, walau buku itu sudah rusak kulitnya, pihak perpustakaan sekolah akan dengan senang hati menyampulnya. Padahal buku itu nyaris tidak dipakai lagi, karena anak-anak lebih senang menggunakan buku baru sesuai dengan kurikulum.

Ojan bilang buku-buku "lawas" itu sia-sia, nanti salah pula. Namanya buku, tak ada yang tidak memiliki nilai guna, karena isinya adalah pengetahuan yang melimpah. Tapi, seiring datangnya buku dengan kurikulum baru, buku lawas akan rela hati "nyungsep" karena tertumpuk.

Akankah pendidikan kita juga akan ikut "nyungsep"? Ketika pemangku kebijakan pendidikan buru-buru ganti kurikulum, kiranya banyak komponen-komponen sistem pendidikan kita yang akan jadi korban.

Belum saatnya Kurikulum 2013 diganti. Perjalanan kita dengannya masih pincang-pincang. Dan, kata Ojan, ia mau mengenakan "baju baru" terlebih dahulu. Soalnya, baju yang belum dikenakan belum tentu pas di badan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun