Tercatat di sanubariku, ada 3 persamaan antara Kompasiana dengan Gula Aren yang siap dijulurkan oleh jari-jari manis bin bulat ini. Cuz, disimak aja, ya.
Pertama, Menulis di Kompasiana Sama Halnya dengan Membuat Gula Aren
Menulis adalah proses, dan membuat gula aren juga merupakan sebuah proses. Ini sub-persamaan yang pertama. Sedangkan yang kedua, menurutku satu kata yang cukup mewakili antara Kompasiana dengan gula aren adalah "wajan".
Mengapa kok wajan? Sebagai sebuah media menulis online, Kompasiana adalah tempat "masak" alias wajan bagi semua warga.
Tua, muda, remaja, dewasa, hingga purna sungguh tak ada yang berbeda. Bahkan, mayoritas Kompasianer begitu rendah hati dan memilih untuk "menyembunyikan" gelar akademiknya. Semua terus berusaha "memasak" tulisan dengan bumbu yang sedap, kemudian diposting.
Sama halnya dengan Kompasiana, gula aren pun begitu. Sangatlah susah bila ada orang yang mau membuat gula aren tanpa media yang bernama wajan. Tak percaya? Coba saja masak air nira pakai piring plastik!
Memang, soal jenis wajan yang dipilih untuk media membuat gula aren sungguhlah beragam. Pun dengan media online bertajuk platform blog serupa Kompasiana. Sudah menjadi hak kita untuk memilih "wajan" mana yang mau dipakai untuk "memasak" tulisan.
Kedua, Kompasiana dan Gula Aren Sama-Sama "Manis"
Gula aren kalau dicicip sudah pasti manis. Lha, kalau Kompasiana, apanya yang bisa dicicip? Adminnya? Upps. Ampun min. Wkwk
Ketika kita mencicipi dan mengonsumsi gula aren dengan takaran yang "wajar", maka ketika itu pula kita mendapatkan manfaat berupa manisnya gula di bibir hingga sehatnya badan.
Kompasiana juga begitu. Ketika Kompasianer mencicipi dan "mengonsumsi" Kompasiana untuk mencurahkan tulisan dengan takaran yang "wajar", maka ketika itu pula mereka akan mendapatkan nikmat alias "manisnya" Kompasiana.
Interaksi sesama K-ners, tulisan diberi label "Pilihan", "AU", serta "Featured", K-Rewards, hingga pertemuan dua insan Kompasianer di bawah teduhnya warung kopi di dunia nyata adalah sejumput contoh dari kemanisan itu.
Tapi, harapannya, kemanisan ini sebaiknya ditempuh dengan cara yang wajar alias jangan melenceng dari "takaran normal". Lha, wong gula aren saja walau dikonsumsi secara berlebihan juga tidak akan membuat rupa seseorang lebih manis daripada sebelumnya, kan!