Kita ambil contoh. Sejak periode Maret-April 2020 lalu Mas Mendikbud Nadiem bersama Kemendikbud sudah berkoar-koar untuk mewujudkan relaksasi dana BOS demi menyokong pembelian pulsa dan kouta internet.
Klimaksnya, lahirlah Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020 tentang fleksibilitas penggunaan dana BOS. BOS bisa digunakan untuk menyuplai kebutuhan PJJ dari segi protokol kesehatan di sekolah, membayar gaji guru honorer, hingga subsidi pulsa.
Namun, melibatkan dana BOS saja sungguh tidaklah cukup. Maka dari itulah ada kesinambungan kebijakan lewat penambahan anggaran sebesar Rp 7,2T untuk pengadaan kuota internet. Lagi-lagi ini menjadi titik simpul ketegasan bahwa kebutuhan akan pulsa untuk PJJ begitu mendesak.
Anggaran POP Untuk Beli Pulsa, Salah Satu Bukti "Sayang" Nadiem Kepada Guru
Tidak hanya soal anggaran dana Rp7,2 T dan dana BOS saja, ternyata Mas Nadiem juga telah "mengorbankan" anggaran Program Organisasi Penggerak (POP) untuk mendongkrak kesuksesan PJJ melalui pemberian pulsa kepada guru.
Lagi-lagi kembali ada penegasan bahwasannya permasalahan kebutuhan pulsa dan kuota internet menjadi tajuk utama di sini.
Selain itu, agaknya inilah salah satu bukti "sayang" Nadiem kepada para guru yang selama ini menggelar PJJ. Karena kita semua semakin berasa bahwa, pandemi telah menggerogoti isi kantong para guru.
"Dana ini digunakan untuk kebutuhan pandemi. Dana tahun ini kami umumkan akan direalokasi dalam bentuk pulsa di masa PJJ ini. Jadi tahun ini anggaran program POP kita alokasikan untuk guru," kata Nadiem dalam rapat kerja Komisi X di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/8/2020).
POP ditunda karena memang program ini belum "layak" dijalankan di tahun 2020. Pihak Kemendikbud menegaskan bahwa mereka masih perlu melakukan penyempurnaan, masing-masing organisasi juga perlu menyiapkan program, serta mematangkan lagi sistem seleksi.
Kalaulah POP tetap dipaksakan berjalan, publik tentu akan cemas. Terlebih lagi Muhammadiyah dan PGRI sudah menolak untuk bergabung. Bisa jadi percuma anggaran POP sebesar Rp595 miliar itu.
Atas keputusan ini, rasanya publik bisa menyimpulkan sendiri bahwa sejatinya Mas Nadiem telah berusaha mendengarkan saran yang membangun dari semua pihak.
Ketika masyarakat menuntut pulsa, dihadiahkanlah kebijakan tentang pulsa. Ketika NU, Muhammadiyah hingga PGRI memberikan solusi untuk me-realokasikan dana POP demi kelancaran PJJ di tengah pandemi, akhirnya dana itu pun segera dialihkan.
Alhasil, tinggal pelaku pendidikan di lapangan lagilah yang ikut berkontribusi secara maksimal dalam mensukseskan rangkaian program kelancaran PJJ ini.