Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Subsidi Pulsa? Pada Akhirnya Pemerintah Belum "Bicara Lebih Banyak" tentang Sekolah 3T

15 Agustus 2020   14:56 Diperbarui: 15 Agustus 2020   14:57 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siti Komariah (29) guru tunggal SD Muhammadiyah 4Filial Kabupaten Banyuasin,Sumatera Selatan saat mengajar. Foto: KOMPAS.COM/AJI YK PUTRA 

Mengapa dengan rencana subsidi pulsa untuk pelaku pendidikan yang sedang berjuang di lapangan, bukankah itu bagus? Tentu saja bagus, dan mayoritas kita bersyukur atas niat baik pemerintah. Mereka tahu bahwa orangtua murid menjerit. Mereka paham bahwa PJJ butuh solusi.

Dan, subsidi pulsa adalah solusi. Di sebagian daerah lain, ada pula penggalangan sedekah, sumbang Smartphone untuk siswa, serta kegiatan mulia lainnya. Terus terang saja, sedikit keringat yang mereka keluarkan sudah sangat membantu kelancaran PJJ.

Walaupun sebenarnya kajian ini boleh dinilai telat, tapi masih lebih baik daripada tidak sama sekali. Hingga sekarang, PJJ sudah berjalan 6 bulan. Sedangkan rencana subsidi pulsa baru masuk tahap kajian dengan harapan bisa segera terealisasi di bulan September 2020.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate telah membenarkan itu. Kajian ini sedang dibahas oleh 3 lintas kementerian, yaitu Kominfo sendiri bersama Menkeu dan Mendikbud.

"Betul (subsidi pulsa untuk dukung pembelajaran jarak jauh) long distance electronic learning, diharapkan penyesuaian DIPA bisa segera selesai dan mulai digulirkan September," ujar Johnny kepada Kompas.com, Kamis (13/8/2020).

Semoga saja rencana baik ini bisa segera terealisasi. Karena memang, tidak sedikit orangtua siswa, guru, hingga mahasiswa benar-benar membutuhkan asupan pulsa internet.

Mungkin nanti jumlahnya jelas-jelas tidak akan memuaskan. Apalagi bagi para siswa yang selama ini sudah menganggap pulsa dan kuota sebagai sebuah kebutuhan.

Hari-hari mereka lalui vlog, nonton youtube, streaming, hingga upgrade rank di game online. Subsidi pulsa bisa jadi tiada "harganya" bagi smartphone mereka.

Beda halnya dengan siswa yang benar-benar butuh. Biarpun nominal pulsa maupun jumlah kuotanya terbatas, tapi sudah pasti bisa membantu. Harapannya, bansos yang bertajuk pulsa ini bisa tepat sasaran dan tiada aksi "sunat-menyunat" dana di tengah jalan.

Pada Akhirnya Pemerintah Belum "Bicara Lebih Banyak" Tentang Sekolah 3T

Semenjak mulai digaungkannya jargon "Merdeka Belajar" bersama balutan digitalisasi pendidikan di akhir tahun lalu, tampaknya sekolah-sekolah 3T ( Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) mulai mengetahui lebih jauh tentang "berada di mana" mereka saat ini.

Jika "Merdeka Belajar" kita ibaratkan sebagai gerbong kereta, barangkali sekolah 3T ada di barisan gerbong paling belakang. Posisinya cukup jauh dari jangkauan masinis yang sibuk mengontrol laju kereta.

Hari ini, ditambah lagi dengan adanya pandemi covid-19. Seakan-akan, kesenjangan yang tampak semakin jauh saja jaraknya. Perbedaan sistem daring dan luring akan mengakibatkan perbedaan kompetensi siswa, juga perbedaan kompetensi guru di daerah 3T dan non-3T.

Lagi-lagi kita tak bisa berbicara banyak. Mungkin pemerintah juga begitu. Mereka bisa berbicara banyak, namun "belum mau" karena faktor geografis

Melansir Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 131 tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal yang tertera di situs dayamaya.id, pada rentang tahun 2015-2019 ada 168 daerah 3T dari 24 provinsi yang termasuk dalam prioritas perbaikan dari sisi infrastruktur teknologi, SDM, hingga sosialisasi.

Sedangkan saat kita kembali menatap PJJ di tengah pandemi, Mas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyatakan ada 88 persen daerah tertinggal, terdepan, dan terluar yang sangat sulit melaksanakan PJJ.

Tambah Mas Nadiem, 88 persen daerah 3T tersebut berada di zona kuning dan hijau. Artinya, kalau kemudian kita sandingkan kepada rencana pemerintah yang ingin memberikan subsidi pulsa, ada kemungkinan bahwa 88 daerah yang dimaksud ini "tidak bisa" menggunakannya.

Permasalahannya? Ya itu tadi, perkara infrastruktur teknologi. Namun, bukan berarti penulis ingin menghukumi bahwa rencana subsidi pulsa ala pemerintah ini "berat sebelah."

Pemerintah sudah cukup adil karena kuota adalah masalah mayoritas sekaligus krusial yang mengacaukan kelancaran PJJ.

Penulis sendiri, mungkin hanyalah satu dari bagian pelaku pendidikan yang masuk dalam kaum minoritas di sini. Ialah di sekolah 3T yang posisinya di ujung sana dan ujung sini, yang memang belum begitu terjamah oleh infrastruktur teknologi.

Maka dari itulah, dari hasil diskusi penulis bersama rekan-rekan guru siang ini, mayoritas dari mereka tak mau menuntut lebih jauh.

Terang saja, tidak mungkin rasanya pemerintah tiba-tiba menghadirkan tower di daerah A, B, C dalam beberapa kedipan mata saja. Negeri ini bukan negeri dongeng.

Malahan, saat ini sekolah 3T belum begitu butuh dengan pulsa maupun kuota. Salah satu guru yang sejatinya merupakan sahabat dari penulis malah mengakui bahwa sekolahnya lebih butuh asupan buku paket pelajaran.

Ilustrasi dari Pixabay.
Ilustrasi dari Pixabay.

Ya, salah satu permasalahan yang bertamu di sekolah 3T adalah distribusi buku pelajaran yang sering telat. Terlebih lagi jika buku paket tersebut revisinya terus jalan tiap tahun. Keadaan seperti itu malah lebih repot lagi.

Alhasil, kami malah beruntung karena sekolah 3T telah mendapatkan tantangan yang berbeda. Berkat adanya kebijakan fleksibilitas kurikulum, otonomi daerah, hingga desentralisasi pendidikan, gerak sekolah 3T jadi lebih luwes. Tak melulu harus menunggu aba-aba dari pusat.

Tapi tenanglah. Masalah PJJ di era pandemi ini tidak sulit. Penulis malah beranggapan bahwa hal yang tersulit dalam pendidikan adalah PR Matematika di masa lalu.

Mengapa lebih sulit?

Ya, karena di hari itu belum ada Mbah Google, dan saat mengerjakan PR Matematika kita harus melupakan dahulu pikiran untuk cari uang, pikiran tentang cinta, hingga melupakan sejenak pikiran tentang masa depan. Soalnya, mistar dan rotan siap melayang ke pantat yang lembut ini.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun