Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

KKN Sebelum dan Semasa Pandemi, Mendingan yang Mana?

2 Agustus 2020   20:48 Diperbarui: 3 Agustus 2020   11:02 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan KKN semasa Pandemi. Foto: Agnes Aprilia.

"KKN (Kuliah Kerja Nyata) adalah Hal yang Sangat Ditunggu-tunggu oleh Mahasiswa."

Lha, mengapa? Bukankah ada juga mahasiswa yang tidak senang dengan KKN?

KKN (Kuliah Kerja Nyata) atau yang disebut juga dengan istilah KPM (Kuliah Pengabdian Masyarakat) merupakan SKS yang sangat dinantikan oleh sebagian mahasiswa di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Terang saja, menjalani 5-6 semester di bangku kuliah bukanlah hal yang mudah. Tidak banyak mahasiswa yang betah bila hari-harinya selalu dipenuhi oleh makalah, resume tugas, hingga presentasi.

Tambah lagi jika ditemui ada dosen yang suka datang di awal-awal semester, kemudian menghilang tanpa kabar.

Kalau sudah begitu, presentasi akan dilakukan secara mandiri, mengumpulkan teman-teman sekelas susah sekali, dan mau menelepon sang dosen malah tak berani. Takut dapat nilai C. Hohoho

Selesai 6 semester, barulah hati mahasiswa agak lapang. Say good bye kepada makalah, presentasi kuliah, dan pamit sebentar dengan bangku-bangku kuliah. Tibalah saatnya mahasiswa menjalani masa KKN.

Kapan sebenarnya KKN dilaksanakan? Seingatku, nilai KKN itu dimasukkan ke transkrip nilai semester 7, namun pelaksanaannya adalah di masa-masa liburan semester 6. Kira-kira pada periode Mei-Agustus.

Aturan kampus memang begitu. Secara, waktu liburan semester 6 adalah momentum yang pas untuk KKN ke desa-desa. Mahasiswa bisa ikut meramaikan bulan puasa, lebaran di sana, hingga memeriahkan acara 17-san.

Serunya KKN Sebelum Pandemi

Apakah KKN itu seru dan menyenangkan? Oh, tentu! Sebelum KKN dimulai saja mahasiswa sudah deg-degan.

Mereka penasaran akan dilempar ke desa pelosok bagian mana, dan berkelompok dengan siapa-siapa saja. Ada yang cantik, atau malah banyak yang ganteng keduanya juga masuk dalam list penantian. Sekalian, kan? Sekali mendayung, dapatkan cinta sejati. Eh, apa ya pribahasanya. Hihihi

Kelompok sudah didapat, desa KKN sudah disurvei, mulailah masing-masing mahasiswa mengenal masyarakat secara lebih dekat sekalian belajar hidup bermasyarakat. Pengalamanku, dulu kami KKN selama hampir 3 bulan, tepatnya pada tahun 2015.

Penulis saat melaksanakan KKN di tahun 2015. Foto: Ozy V. Alandika
Penulis saat melaksanakan KKN di tahun 2015. Foto: Ozy V. Alandika

Ada satu gagasan yang bagiku tidak pernah berubah hingga saat ini, yaitu, makin pelosok desanya maka makin enak bergaul dengan masyarakat. Sebaliknya, makin maju sebuah desa, maka makin sulitlah bagi mahasiswa untuk mendekati mereka.

Secara, orang-orang kota kan cenderung individualistik dan kurang peduli. Eh, banyak kesibukan maksudnya.

Lalu, apa serunya KKN di desa? Wuih, seru dong. Kalau rajin bermasyarakat, tiap pagi dan sore biasanya kita akan kedatangan aneka hasil bumi dari masyarakat setempat.

Ada yang mengantarkan sayuran mentah, sayuran masak, singkong, bahkan ada pula yang minta nomor HP (biasanya bujang atau gadis tanggung). Gratis? Tentu saja, syaratnya mudah. Mahasiswa cukup rajin-rajin bertamu dan menjalin silaturahmi dengan komunikasi yang sehat.

Dengan begitu, dampaknya akan semakin terasa bila mahasiswa mau mengimplementasikan program kerja KKN.

Mau gotong-royong? Mudah. Mau minta iuran untuk kegiatan ramadan dan 17-san? Mudah. Asalkan mahasiswa KKN tidak mengurung diri di sekretariat, program kerja dijamin akan sukses.

Atau, mau nilai tinggi? Tentu saja mudah. Cukup dekati kepala desa. Eh, rajin-rajin KKN maksudnya. Hahaha

Sungguh masih banyak kisah-kisah KKN lainnya yang terkadang mampu membuat mahasiswa senyum-senyum sendiri.

Apalagi jika mahasiswa tadi termasuk kategori orang yang dianggap "ganteng dan cantik." Wuih, bahaya! Bisa-bisa sekretariat selalu ramai. Ramai dengan tamu, ramai dengan bapak/ibu yang mengantar sayuran, juga ramai dengan gombalan. Duh, awas baper!

Lalu, Bagaimana Suasana KKN di Era Pandemi?

Tadi sore di waktu lapang, aku sempat merenungi masa-masa seru saat KKN di tahun 2015 silam. Tapi, karena sekarang suasana negeri Indonesia tercinta sedang bergemuruh sebagai imbas dari pandemi, akupun jadi penasaran dengan bagaimana nasib KKN di era corona ini.

Kebetulan aku punya kenalan seorang mahasiswi yang saat ini sedang melaksanakan KKN di desa. Namanya Agnes, dan Agnes ini merupakan anak dari rekan kerjaku di SD. Jadi, langsung saja kujelaskan detailnya, ya!

Menurut penjelasan Agnes tadi sore, ternyata KKN tetap dilaksanakan namun harus memperhatikan protokol kesehatan yang berlaku. Syukurlah, kukira KKN akan dihapuskan. Kalau sudah dihapus, berarti terhapus pula masa-masa keseruan anak kuliah. Hemm.

Meskipun kegiatan pengabdian ini tetap dilaksanakan, tapi ternyata lokasi dan waktunya sudah diatur sendiri oleh pihak kampus. KKN silakan dilakukan di desa sendiri, dan waktunya hanya 45 hari saja. tidak sampai 2 bulan, kan? Ya, sudah. Kita maklumi, toh ini gara-gara corona.

KKN di desa sendiri, apakah seru?

Sejenak aku membayangkan, rasanya tak ada seru-serunya KKN di desa sendiri. Dengan warga desa sudah kenal, kepala desa juga sudah kenal, dan seluk-beluk desa pun sudah diketahui bahkan secara detail.

Tapi, karena anggota kuliah pengabdian adalah mahasiswa dari berbagai jurusan, agaknya masih ada keseruan. Program kerja pun masih bisa berjalan sebagaimana mestinya walaupun harus patuh dengan protokol kesehatan yang berlaku.

Kegiatan KKN era Pandemi. Foto: Agnes Aprilia.
Kegiatan KKN era Pandemi. Foto: Agnes Aprilia.

Agnes menambahkan bahwa kegiatan KKN di era pandemi cukup beragam. Mulai dari membuat hand sanitizer, membersihkan rumah ibadah, bantu-bantu di kantor desa, hingga ikut mencerdaskan anak-anak bangsa.

Bahkan, ada pula kelucuan yang tercipta walaupun hanya di desa sendiri. Mahasiswi jurusan Pendidikan Agama di salah satu perguruan tinggi di Bengkulu ini sempat mengisahkan bahwa dirinya sempat kesulitan untuk membujuk anak belajar mengaji.

Peserta KKN. Foto: Agnes Aprilia.
Peserta KKN. Foto: Agnes Aprilia.

Kegiatan KKN era Pandemi. Foto: Agnes Aprilia.
Kegiatan KKN era Pandemi. Foto: Agnes Aprilia.

Padahal ada 6 anggota KKN, namun semuanya serba kesulitan saat harus membujuk anak ini. Terbayang kan bagaimana lucunya mereka membujuk anak? Ya, ada kelucuan sekaligus tantangan yang harus ditaklukkan.

Tantangannya jadi tidak mudah karena kegiatan KKN akan terbatasi seiring dengan pertimbangan kesehatan dan keamanan penduduk desa. Tapi, semoga saja tantangan yang datang tidak mengurangi esensi dari kegiatan pengabdian masyarakat ini.

Jadi, kalaulah kemudian ada pertanyaan seperti judul tulisan ini "KKN Sebelum dan Semasa Pandemi, Mendingan yang Mana?", agaknya kita berada pada posisi yang tidak harus memilih.

Suka-duka dan keseruan pasti ada. Tantangan serta hambatan juga demikian. Masalahnya, keseruan mempunyai nilainya sendiri dan tak selalu bisa dibandingkan.

Terpenting, program kerja KKN masih bisa terlaksana, mahasiswa bisa memetik pelajaran yang berharga dari masyarakat, bisa belajar bermasyarakat, dan masyarakat juga bisa merasakan pengaruh positif keberadaan mahasiswa KKN di desanya.

Salam Semangat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun