Tadi sore di waktu lapang, aku sempat merenungi masa-masa seru saat KKN di tahun 2015 silam. Tapi, karena sekarang suasana negeri Indonesia tercinta sedang bergemuruh sebagai imbas dari pandemi, akupun jadi penasaran dengan bagaimana nasib KKN di era corona ini.
Kebetulan aku punya kenalan seorang mahasiswi yang saat ini sedang melaksanakan KKN di desa. Namanya Agnes, dan Agnes ini merupakan anak dari rekan kerjaku di SD. Jadi, langsung saja kujelaskan detailnya, ya!
Menurut penjelasan Agnes tadi sore, ternyata KKN tetap dilaksanakan namun harus memperhatikan protokol kesehatan yang berlaku. Syukurlah, kukira KKN akan dihapuskan. Kalau sudah dihapus, berarti terhapus pula masa-masa keseruan anak kuliah. Hemm.
Meskipun kegiatan pengabdian ini tetap dilaksanakan, tapi ternyata lokasi dan waktunya sudah diatur sendiri oleh pihak kampus. KKN silakan dilakukan di desa sendiri, dan waktunya hanya 45 hari saja. tidak sampai 2 bulan, kan? Ya, sudah. Kita maklumi, toh ini gara-gara corona.
KKN di desa sendiri, apakah seru?
Sejenak aku membayangkan, rasanya tak ada seru-serunya KKN di desa sendiri. Dengan warga desa sudah kenal, kepala desa juga sudah kenal, dan seluk-beluk desa pun sudah diketahui bahkan secara detail.
Tapi, karena anggota kuliah pengabdian adalah mahasiswa dari berbagai jurusan, agaknya masih ada keseruan. Program kerja pun masih bisa berjalan sebagaimana mestinya walaupun harus patuh dengan protokol kesehatan yang berlaku.
Agnes menambahkan bahwa kegiatan KKN di era pandemi cukup beragam. Mulai dari membuat hand sanitizer, membersihkan rumah ibadah, bantu-bantu di kantor desa, hingga ikut mencerdaskan anak-anak bangsa.
Bahkan, ada pula kelucuan yang tercipta walaupun hanya di desa sendiri. Mahasiswi jurusan Pendidikan Agama di salah satu perguruan tinggi di Bengkulu ini sempat mengisahkan bahwa dirinya sempat kesulitan untuk membujuk anak belajar mengaji.