Coba waktu itu aku pilih penempatan guru yang lain, mungkin aku bisa dapat sekolah yang berada di kota. Nantinya aku bisa mengajar via Youtube, mengirimkan tugas via blog, atau bisa juga mengajar dengan memanfaatkan aplikasi Whatsapp grup. Oh, Tuhan!
"Telapuuuk!"
Tiba-tiba saja Mirza memukul betis kiriku. Sontak saja aku segera berpaling. Kedua bola mataku langsung berkedip dan pandanganku tertuju di betis kiri. Dan ternyata, ada bekas darah di sana.
Tanpa kurasa, aku terlalu lama mengeluh hingga tanpa sadar ada nyamuk yang menghisap darah mudaku.
"Oi, Zaidan. Pergilah ke kamar sebelah. Di sana ada tisu dan segelas air. Bersihkanlah, segera!"
Aku tak berpikir panjang dan bertele-tele. Lagi-lagi Mirza sebut namaku, berarti dia sedang bersungguh-sungguh.
Dengan langkah panjang, kuhentakkan kakiku ke kamar sebelah. Suasana kamar sebenarnya cukup gelap, tapi aku heran mengapa Mirza tak mendampingi. Padahal aku belum pernah memasuki kamar itu.
Di sudut meja, kulihat ada beberapa lembar tisu dan segelas air. Segera saja kubersihkan bercak darah gigitan nyamuk. Setelah betisku bersih dan aku berpaling badan, tiba-tiba saja aku terkejut hingga merinding. Di dinding sebelah kanan kamar itu terpampang tulisan:
"Nikmat mana lagi yang mau engkau dustakan!"
Jujur, aku merasa tertampar hingga berpuluh-puluh kali lipat. Ternyata selama ini aku salah kamar. Wajar bila aku kecewa. Wajar pula bila aku semakin gundah. Tanpa sadar, sudah sekian purnama aku lupa singgah di kamar yang bertuliskan lafadz-Nya.
Salam.
Curup, 07-07-2020