Soal lokasi penempatan, aku sungguh masih bingung dan dilema. Lowongan di jurusanku cukup banyak, yaitu 20. Tapi, satu pun alamat sekolahnya tidak kuketahui.
Sempat aku cek di penelusuran Google, tetap saja hanya tersedia jarak tempuhnya saja. Kutebak lagi, jangan-jangan seluruh sekolah dalam formasi adalah sekolah pelosok. Ya sudahlah. Cap, cip, cup. Dengan Bismillah, kupilih menurut kata hatiku saja.
***
Satu purnama setelah pengumuman tes CPNS berlalu, giliran aku yang mendatangi rumah Mirza. Sebenarnya, jarang-jarang aku singgah ke rumahnya. Tapi, inilah kesempatanku. Tugasku sebagai guru honorer di SMP sudah kucabut alias resign. Jadi aku lega, aku aman.
"Bro, sedang sibuk nggak, kita mabar yuk!"
Sengaja kudatangi Mirza setelah satu purnama kami tak bersua. Aku sebenarnya tak tega setelah mendapat kabar bahwa dia tak lulus tes CPNS. Mau bagaimana lagi, meskipun aku dan Mirza adalah sahabat, takdir kami tidak mungkin sama.
Aku hanya beruntung telah dipersilakan oleh Tuhan untuk menjemput rezeki dari profesi PNS.
"Oi Zaidan, bagaimana keadaan sekolahmu? Sudah survei?"
Aku cukup terkejut mengapa kok tiba-tiba Mirza langsung bertanya tentang sekolahku. Mungkin dia peka dengan raut wajahku yang cukup mendung. Ada masalah denganku. Ada yang tidak beres denganku. Dan ternyata, memang benar. Aku mengakuinya.
"Kurang seru, Bro. Sekolahnya pelosok. Sinyal susah, bahkan tidak ada. Listrik pun belum tersambung ke kelas-kelas. Rasanya aku kecewa, Bro. Mana jaraknya dari rumahku adalah 1 jam perjalanan!"
Aku tidak berhenti berhenti mengeluh, sampai-sampai ada petir kekecewaan yang menyambar tetap di sudut hatiku. Aku kesal, aku merasa salah kamar.