Tapi, dari perbedaan-perbedaan itu kita bisa selalu bangkit dan bersatu. Seiring dengan tumbuhnya kedewasaan, persoalan beda suku sudah jarang memunculkan sukuisme. Begitu pula dengan perbedaan agama. Baru saja bulan ini Ramadan dan Waisak berjalan beriringan.
Itu adalah kabar baik bagi Indonesia sekaligus bisa kita jadikan pijakan untuk berteriak tentang solidaritas berskala nasional, di bawah payung NKRI.
Konteks persoalan hari ini adalah Covid-19 yang seakan sudah berhasil menjajah negeri. Kita tidak perlu terus bersedih dan berpilu hati karena wabah. Kebangkitan nasional yang diperingati hari ini tetap bisa kita jadikan momentum untuk bersatu memerangi pandemi.
Mengenai siapa yang berhak jadi pemuda maupun pelopor kebangkitan bangsa, kita tidak perlu saling tunjuk karena semua pihak pantas untuk dijuluki pelopor. Pemuda, asal mereka bergabung dan bersatu-padu menggaungkan aksi solidaritas dan peduli, maka itulah pelopor.
Kaum tua, asal mereka bijak untuk bersikap dan memecahkan masalah pandemi (seperti mengakui bahwa dirinya tak layak dapat bansos dari pemerintah), maka itu juga pelopor.
Begitu pula pemerintah. Selama mereka para pejabat tinggi berani memunculkan ketegasan sebagai payung dari kebijakan-kebijakan yang bijaksana untuk memerangi Covid-19, maka mereka juga pelopor, pelopor bangsa dalam memenangkan negeri dari jajahan wabah.
Dalam hal ini, baik para pemuda, kaum tua maupun pemerintah harus bersatu dan berjalan satu arah. Para pemuda dan kaum tua perlu bekerja sama dengan pemerintah untuk memberantas Covid-19. Tapi, pemerintah juga tidak bisa buru-buru dan asal keluarkan kebijakan.
Sebaiknya kita gunakan semboyan "biar lambat asal selamat daripada hidup sebentar mati tanpa bekas" dalam prinsip Budi Utomo. Perkumpulan ini mengibaratkan kesabaran dalam berjuang seperti tumbuhnya pohon beringin.
Beringin hidupnya lambat, dengan sabar, tetapi semakin lama semakin bertambah besar dan apabila sudah besar berdiri kokoh dan rindang. Endingnya, beringin dapat memberi keteduhan bagi siapa pun yang ada di bawahnya.
Begitulah sebaiknya kebijakan yang lahir dari pemerintah untuk rakyatnya. Terkait dengan memenangkan diri dari jajahan Covid-19, pemerintah perlu bersabar untuk melahirkan kebijakan, dan bersabar pula untuk memetik hasil dari kebijakan.
Sebelum Covid-19 mereda, kurang etis kiranya jika harus ada tarik ulur kebijakan. Apalagi sampai memunculkan persaingan antar pejabat. Bukannya menyehatkan, malah melahirkan kekecewaan seperti yang diungkapkan oleh warganet dengan tagar "Indonesia Terserah."
Pihak pemuda dan masyarakat pada umumnya juga demikian. Sebagai pihak yang dikenai kebijakan, sebaiknya segeralah dimunculkan rasa solidaritas, kesatuan, dan kesamaan identitas yang bernama NKRI untuk memerangi Covid-19.
Semangat kebersamaan nasional tidak boleh putus meskipun kita semua duduk bersama fakta keterbatasan untuk bertemu dalam keramaian. Sejatinya, para pemudalah yang bertanggungjawab untuk menggaungkan semangat itu dengan beragam aksi.