Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ketika Program Transformasi Pendidikan Ala Dirjen GTK Terkesan Teoretis Banget

15 Mei 2020   07:35 Diperbarui: 15 Mei 2020   08:24 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru beberapa hari menjabat sebagai Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Iwan Syahril sudah disibukkan dengan aktivitas diskusi virtual bersama Ikatan Guru Indonesia (IGI) pada Rabu (13/05/2020).

Dari diskusi tersebut, terucaplah 6 program indah yang sekaligus menjadi kunci transformasi pendidikan Indonesia.

Karena bidang ampunya adalah guru dan dan tenaga kependidikan, paparan Iwan fokus kepada pemantapan guru, kepala sekolah, komunitas, hingga regulasi yang mengaturnya.

Adapun 6 programnya, yaitu:

  1. Transformasi dalam kepemimpinan pendidikan
  2. Penguatan Pendidikan Profesi Guru (PPG)
  3. Ingin guru memiliki gairah dalam belajar maupun mengajar
  4. Membentuk komunitas pendidikan yang bergotong royong dan saling melengkapi.
  5. Penyederhanaan regulasi
  6. Membentuk karakter kepala sekolah dan guru

Jika diperhatikan lebih lanjut, agaknya keenam program kunci kemajuan pendidikan Indonesia ini berfokus pada sekolah dan pelayanan prima kepada murid. Orientasinya adalah untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pembelajaran sekaligus meninggikan inovasi.

Terang saja, kegiatan pembelajaran yang berfokus pada murid dan mengarah pada inovasi sangat erat kaitannya dengan Merdeka Belajar.

Ibaratkan sebuah kereta api, fokus belajar yang tertuju pada murid dan inovasi pembelajaran sama halnya seperti pentingnya gerbong penumpang serta gerbong pengangkut pada kereta yang bernama Merdeka Belajar.

Secara, gerbong penumpang harus memberikan pelayanan prima agar para penduduk kereta api tetap mendapat rasa aman dan tak kecewa.

Sedangkan gerbong pengangkut, harus diberikan keleluasaan berinovasi agar barang-barang angkut bisa dimuat. Dari sanalah kemudian muncul gerbong pendingin, tanker, bulkers serta auto racks sebagai contoh dari hasil inovasi.

Meski demikian, kehadiran Caboose atau Flashing Rear-End Device sebagai tukang rem sangat penting untuk melindungi kereta dari bahaya. Karena keretanya bernama Merdeka Belajar, peran Caboose ini sudah diambil oleh guru dan kepala sekolah.

Perannya sudah jelas, orientasinya sudah jelas, dan kereta bernama Merdeka Belajar sudah siap untuk berangkat. Tapi jika melihat kembali masalah GTK yang dihadapi saat ini, apakah program yang digaungkan Iwan Syahril tidak terkesan teoretis banget?

Terang saja, kebijakan sekaligus pendidikan yang mengarah kepada guru, kepala sekolah, gairah belajar, hingga pembentukan karakter GTK rasanya sudah disampaikan oleh Mas Nadiem di awal-awal masa pemerintahannya.

Terutama tentang guru dan gairah belajar, kunci transformasi itu malah sudah tercantum dalam teks pidato Mas Nadiem pada peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 25 November 2019 lalu.

Di sinilah kemudian ada kesan pengulangan materi yang terkesan teoritis banget. Bagaimana tidak, kebijakan yang kita perlukan hari ini adalah kebijakan yang langsung mengarah kepada aksi, bukan teori.

Jikapun tak mampu langsung aksi, minimal ada kebijakan dengan rincian kerja yang jelas dan mengarah kepada percepatan keberhasilan program.

Katakanlah seperti koordinasi lintas kementerian, pemangkasan birokrasi, dan yang paling penting adalah perhatian terhadap nasib Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang hingga hari ini belum menemui kejelasan.

Gara-gara kesamaran ini, muncullah rasa kecewa yang diungkapkan oleh Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim.

"Kami kecewa mendengar pemaparan Dirjen GTK dalam diskusi virtual dengan Ikatan Guru Indonesia (IGI). Yang disampaikan sangat normatif. Belum terlihat terobosan-terobosan Dirjen GTK untuk guru. Masih bicara standar-normatif. Ini yang tidak kami harapkan," ucap Satriwan  pada Rabu (13/05/2020).

Satriwan menambahkan bahwa Dirjen GTK terkesan menyampaikan materi teori yang melangit dan tidak memberikan solusi untuk persoalan guru honorer maupun nasib PPPK. Harapan akan munculnya ide kreatif GTK yang mengarah pada guru, juga belum terdengar.

Sejatinya ada dua sisi persoalan yang sulit untuk disatukan di sini. Kita sama-sama tahu bahwa Iwan Syahril sebagai Dirjen GTK masih baru sehingga beliau masih meraba-raba kebijakan apa yang semestinya jadi prioritas.

Tapi di sisi lain? Guru honorer terutama puluhan ribu PPPK rekrutan tahun 2019 sudah terlalu lama bersabar menanti kepastian. Tambah lagi sekarang bumi Pertiwi sedang menghadapi pandemi Covid-19, semakin terbataslah ruang gerak bagi pemimpin untuk beraksi.

Sebagai bahan pertimbangan sekaligus aksi gerak cepat, kiranya dalam waktu dekat ini Iwan perlu meracik dan menjelaskan lebih detail arah dari kebijakan GTK yang akan diimplementasikan.

Baik itu soal perbaikan dan peningkatan kompetensi GTK, kejelasan nasib guru honorer dan PPPK ataupun program unggulan, lain masing-masing darinya butuh rentetan rencana kerja yang lebih detail.

Terkait masalah yang paling mendesak seperti PPPK, diperlukan adanya jalinan komunikasi dan koordinasi yang lebih intens antara Iwan, Mas Nadiem, Kemenpan-RB, hingga BKN.

Gerak cepat sangat diperlukan karena ancaman lain seperti gelombang pensiun guru PNS sudah di depan mata.

Memang, kita sebenarnya belum bisa mengingkari kenyataan bahwa permasalahan guru honorer dari tahun ke tahun belum kunjung beres. Kejelasan karir mereka belum jelas, begitu pula dengan kesejahteraan.

Tapi kalau tidak dengan hadirnya pemimpin baru seperti Iwan, harus kepada siapa lagi kita menitipkan harapan terkait kemajuan GTK.

Setiap kebijakan yang mengarah kepada kemajuan serta transformasi pendidikan di era Merdeka Belajar, pasti kita dukung. Hanya saja, aksi gerak cepatnya yang selalu kita nantikan.

Maklum, kesabaran mudah habis jika sebuah harapan terlalu lama duduk di ruang tunggu. Apa lagi hanya disugukan kebijakan yang teoretis banget.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun