Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Barusan Dilantik, Mantan Stafsus Mas Nadiem Ini Langsung "Diserang" oleh Kenyataan

9 Mei 2020   10:10 Diperbarui: 9 Mei 2020   10:29 1104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Oberholster Venita dari Pixabay 

"Serangan" Kenyataan kedua, Pak Iwan dihadapkan dengan persoalan para guru honorer yang lolos seleksi PPPK 2018-2019 tapi belum kunjung diangkat, bahkan masih terkatung-katung nasibnya.

Tenaga kesehatan honorer K2 yang lulus PPPK meminta pemerintah berikan kejelasan status. Foto: istimewa for jpnn.com
Tenaga kesehatan honorer K2 yang lulus PPPK meminta pemerintah berikan kejelasan status. Foto: istimewa for jpnn.com
Hal ini sejatinya memang menjadi tanggung jawab utama BKN, Kemenpan-RB, serta pemerintah. Tapi, menurut Wakil Sekjen FSGI, Satriwan Salimdalam, Dirjen GTK sebagai "orang tua" diharapkan mau mengambil peran untuk melakukan intervensi dan koordinasi.

Terang saja, sebagai sosok pengabdi sudah kenyang makan asam-garam di sekolah, para guru honorer yang sudah lulus PPPK butuh kepastian dan rasa aman terkait masa depan karir mereka. Bayangkan bila kepastian itu malah digantung, tentulah mereka makin sedih.

Padahal, jika kita hubungkan antara gelombang ancaman guru PNS pensiun tadi, opsi perekrutan PPPK cenderung lebih "aman" jika diukur dari segi pembiayaan daripada pemerintah harus menggelar tes CPNS baru.

Sebenarnya, lebih "aman" lagi jika pemerintah terlebih dahulu mengangkat guru-guru yang sudah belasan tahun mengabdi untuk diangkat menjadi PNS. Selain untuk menegaskan adanya kejelasan karir para guru honorer, pengalaman mereka juga bisa jadi pertimbangan utama.

"Serangan" Kenyataan ketiga, Dirjen GTK lama dianggap kurang responsif menjawab persoalan guru atas tuduhan belum kompeten mengelola pembelajaran jarak jauh masa pandemi Covid-19.

Pak Satriawan menambahkan bahwa harusnya GTK langsung mengintervensi, bukan lagi hanya sekadar mengeluarkan Surat Edaran yang implementasinya ternyata belum maksimal bahkan terdistorsi.

Jika kembali kita tilik ke lapangan, cukup benar apa yang disampaikan oleh Pak Satriawan bahwa peran Surat Edaran yang dikeluarkan Kemendikbud terkait dengan kegiatan pembelajaran dari rumah belum begitu maksimal.

Gambar oleh Oberholster Venita dari Pixabay 
Gambar oleh Oberholster Venita dari Pixabay 

Yang jadi sorotan adalah Dinas Pendidikan di daerah. Terang saja, jika pemerintah pusat melalui Kemendikbud hanya mengeluarkan Surat Edaran, kerja Dinas Pendidikan di daerah juga hanya meneruskan penyampaian Surat Edaran sebagai tindak lanjut dari sosialisasi.

Dampaknya akan terasa sangat nyata bila Dinas terkait mengampu desa-desa yang non-sinyal dan kesusahan menggelar pembelajaran daring. Guru-guru mengharapkan ada solusi cepat yang dimulai dari Dinas setempat, tapi solusi itu tak kunjung datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun